Suami Mutilasi Istri di Ciamis Diduga Alami Skizofrenia, Apa Itu?

By Maria Ermilinda Hayon, Minggu, 5 Mei 2024 | 11:05 WIB
Kenali gejala skizofrenia, gangguan mental atau gangguan emosional yang sering buat penderitanya berhalusinasi. (andriano_cz)

NOVA.id – Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan peristiwa berdarah di Ciamis.

Tarsum (40), warga Dusun Sindangjaya, Desa Cisintrol, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat ditangkap atas kasus pembunuhan istrinya, Yanti (40). Pembunuhan terjadi pada Jumat (3/5/2024) sekitar pukul 07.30 WIB.

Tak hanya membunuh sang istri dengan sadis, Tasum juga mutilasi tubuh korban.

Kasus suami mutilasi istri di Ciamis ini pun menuai banyak sorotan.

Belakangan di media sosial merebak kabar jika pelaku diduga mengalami depresi dan gangguan mental skizofrenia karena masalah bisnis bangkrut, utang, dan judi online sang anak.

Meski belum didiagnosis pasti dan belum ada keterangan dari kepolisian, namun banyak orang bertanya-tanya, apa itu skizofrenia?

Sebelum masuk pada skizofrenia, ternyata ada fakta dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 bahwa lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.

Ada lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Lalu secara global, lebih dari 21 juta jiwa orang mengalami skizofrenia di dunia.

Skizofrenia ditandai dengan distorsi pikiran, perspesi, emosi, bahasa, dan perilaku. Skizofrenia adalah gangguan mental atau gangguan emosional yang di tandai dengan adanya halusinasi penglihatan, pendengaran, atau merasakan sesuatu yang tidak ada.

Lalu, apakah gangguan jiwa emosional sudah termasuk skizofrenia? Tidak selalu.

Baca Juga: Didiagnosis Punya Gangguan Mental, Segera Lakukan 2 Hal Ini!

Karena skizofrenia merupakan penyakit jiwa berat dan kronis.

Tapi, betul enggak, sih, sakit jiwa itu karena faktor keturunan?

“Penyebabnya multifaktor, tidak ada satu faktor yang bisa menyebabkan terjadinya skizofrenia. Skizofrenia bisa terjadi pada siapa saja,” jelas dr. Eka Viora SpKJ, Ketua Majelis Kolegium Psikiatri Indonesia (MKPI) Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI).

Menurut dokter kita ini, banyak pemicunya, seperti faktor genetis, kondisi pra-kelahiran, cedera otak, trauma, tekanan sosial, dan stres.

Selain itu, pemakaian narkotika dan obat-obatan psikotropika juga dapat menjadi faktor pemicunya.

Walaupun penyebabnya beragam, gejala dari skizofrenia ini dapat dikenali sejak dini.

Gejala skizofrenia itu bervariasi, ya. Keluarga biasanya bisa melihat terjadinya perubahan pada anggota keluarganya.

Misalnya, yang pertama dia ceria lalu mulai menarik diri, kemudian dia yang biasanya kalau ngobrol masih nyambung antara satu kata dengan satu kata sekarang sudah tidak nyambung lagi.

Kemudian ada halusinasi atau keyakinan yang salah yang tidak bisa dikoreksi, itu biasanya kita sebut waham,” ujar dr. Eka.

Dan tak selalu mereka yang menderita gangguan jiwa itu selalu mengamuk.

Ada yang terlihat sedih, murung, dan terlampau bahagia.

Ada juga yang diam atau terus menerus mengoceh. Gejala skizofrenia paling banyak terjadi pada masa remaja.

Namun, bisa juga terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, bahkan pada orang yang berusia di atas 40 tahun sekalipun. (*)