TabloidNova.com - Riwayat tenun tradisional lurik di kota kecil Pedan, Kabupaten Klaten (Jawa Tengah) sudah berusia sangat panjang. Kain bermotif garis-garis itu, menurut R. Rachmad (82), perajin lurik dengan nama Sumber Sandang, sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Kediri. Berlanjut ke masa Mataram, Pajang, Yogyakarta, Surakarta, dan sampailah ke Pedan.
Baca juga: Pasang Surut Usaha Tenun Lurik Pedan
Arif Purnawan, putra Rachmad, mengaku ingin terus melanjutkan budaya lurik nenek moyangnya. Semasa remaja, ia sudah membantu sekaligus menimba ilmu lurik dari ayahnya.
"Sudah sejak 20 tahun lalu, saya menggeluti lurik. Saya satu-satunya anak bapak yang suka lurik," papar Arif yang selain membantu orangtua juga membuka usaha sendiri.
Tak sekadar belajar, anak ke-2 dari 8 bersaudara ini juga mengamati jatuh bangun usaha ayahnya. Salah satu kelemahan lurik menurut Arif adalah motifnya yang cenderung monoton.
"Orangtua mengatakan, lurik itu ya motif garis-garis. Namun, dari pengalaman, banyak produksi lurik yang numpuk, enggak laku terjual. Pengusaha lurik di Pedan pada umumnya memang monoton. Karena tidak mengikuti zaman, akibatnya ketinggalan. Banyak yang tutup."
Arif pun berupaya agar pasar kembali melirik lurik. Caranya untuk membangkitkan gairah pembeli adalah berupaya ikut tren. "Saya tidak puas dengan motif lurik yang hanya garis-garis. Kalau motifnya kuno, tentu akan ditinggalkan. Makanya saya harus mengembangkan sesuai dengan zaman," ujar alumni Fakultas Ekonomi, Universitas Krisna Dwipayana ini.
Meski begitu, pengembangan motif ini tidak meninggalkan patron. Misalnya saja ia memadukan lurik dengan motif tenun Papua atau Sumba. "Saya mulai othak-athik agar motif lurik makin kaya. Sekarang, saya mengangkat motif Nusantara, antara lain tenun ikat, tenun bobby, tenun songket. Dari perpaduan itu lurik tidak ditinggalkan tapi justru terangkat kembali."
Tidak hanya itu, Arif juga memperhatikan keinginan pasar, misalnya saja soal warna. "Kalau sekarang orang senang dengan warna ngejreng, saya harus membuat lurik dengan warna-warna ngejreng. Dari hasil kreativitas, saya bisa mengangkat kembali model tahun 60-an dengan paduan motif lain," ujar Arif yang memberi nama usahanya PT Warisan Multi Tenun.
Kreasi modifikasinya ini membuahkan hasil positif. Bahkan Arif berhasil bekerja sama dengan sebuah perusahaan eksportir di Yogyakarta untuk mengirim lurik ke sebuah mal besar di Amerika. "Awalnya, saya mengajukan motif dengan bahan berkualitas, sampai akhirnya disetujui. Tentu saja, kualitasnya harus benar-benar bagus. Saya harus mendidik perajin untuk memenuhi pasar ekspor ini. Sampai sekarang, kerja sama ini masih terus berjalan."
Henry Ismono