Selain itu, tidak hanya sebuah instansi atau komunitas mode, sejumlah mall atau pusat perbelanjaan elite juga menggelar acara bertajuk fashion week. Hal ini tentu bukanlah masalah besar, apalagi berbagai acara tersebut diadakan dengan tujuan untuk lebih memasyarakatkan mode serta mendukung perkembangan pelaku dan penggiat mode secara khusus.
Sejumlah kritikus mode asli Indonesia pernah memaparkan sebuah peragaan busana atau fashion show tidak cukup disebut fashion week hanya karena diselenggarakan lebih dari tiga hari saja. Persepsi ini dimaksudkan bahwa ada beragam syarat dan kriteria acara fashion week atau sebuah acara peragaan busana pantas disebut fashion week.
Seperti yang tercetus dari petikan wawancara TabloidNova.com dengan Poppy Dharsono. Perempuan yang malang melintang di dunia mode, baik sebagai desainer, pengusaha, maupun pendiri Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) ini mengungkap kriteria ajang fashion week.
"Sebuah fashion week tidak cuma peragaan tapi juga pameran atau exhibition yang koleksinya bisa menjadi tendensi mode dan diakui oleh World Fashion Week atau secara global. Makanya perlu peran dan dukungan pemerintah," ujar Poppy Dharsono saat acara Intimate Soiree bersama Agnes Budhisurya di Bluegrass, Kuningan, Jakarta pada Jumat (20/2).
Poppy menyebutkan, Indonesia Fashion Week 2015 yang tahun ini memasuki usia ke-7 sebagai salah satu contoh ajang fashion week yang sesuai. Menurutnya, fashion week juga harus bisa memberdayakan semua lini di belakang industri mode, baik itu pengrajin dan pengusaha dari sektor kecil dan menengah.
"Fashion week wajib menyediakan koleksi yang dipamerkan saat show sehingga pengunjung yang datang bisa langsung membelinya. Contohnya Indonesia Fashion Week yang sekarang diramaikan oleh kurang lebih 700 booth fashion dan aksesori,"tutup Poppy
Ridho Nugroho