Yang Terjadi Jika Kehadiran Anak Tidak Diharapkan

By nova.id, Senin, 6 April 2015 | 04:02 WIB
Yang Terjadi Jika Kehadiran Anak Tidak Diharapkan (nova.id)

Yang Terjadi Jika Kehadiran Anak Tidak Diharapkan (nova.id)

"Foto: Getty Images "

"Alasannya karena ketidaksiapan secara mental, fisik, ekonomi, untuk memberikan cinta tak bersyarat (unconditional love) pada anak tersebut," ujar Harucha Aly, MS., LPC., psikolog dari RSU Bunda Jakarta.

Sikap orangtua terhadap anak yang kehadirannya tidak diharapkan mulai dari neglect (menelantarkan) dan abuse (perlakuan kurang baik). "Mulai dari tidak memberikan kasih sayang apa adanya dalam bentuk support mental, medis, finansial, education, dan hal spesifik lainnya yang anak butuhkan. Khususnya jika anak tersebut lahir tergolong kategori anak yang membutuhkan hal-hal spesial."

Bisa juga ibu yang menelantarkan janin di kandungannya dengan tidak melakukan prenatal care, minum obat-obatan yang bisa membuat pertumbuhan janin terganggu, minum minuman keras, atau sengaja mengekspos diri pada hal hal yang akan menghambat pertumbuh anak tersebut.

"Contohnya, melakukan kegiatan olahraga yang membahayakan janin," kata Harucha. Atau ada juga, "Tetap melahirkan anak tapi diberikan kepada orang lain."

Berbagai Dampak  Banyak orangtua tak menyadari bahwa  anak yang kehadirannya tidak diharapkan kelak akan berdampak negatif pada perkembangan anak. Ia akan bermasalah di sekolah padahal bisa jadi anak tersebut cerdas.

"Bisa juga anak akan kurang populer di antara teman temannya, sulit diatur baik oleh orangtua, atau pengasuhnya seperti nenek, kakek atau pihak sekolah," kata Harucha yang juga aktif di Psychological Services Center and Laboratory Binus Kemanggisan.

Sebulan sejak anak dilahirkan, berat badan anak lebih ringan, lebih pendek, dan lahir prematur. "Sejak awal, anak akan kesulitan saat di sekolah, membutuhkan bantuan lebih dari guru, dan dinilai lebih buruk pada kinerja verbal."

Usia 14 menunjukkan IQ rendah di bawah 86 sehingga pertumbuhan fisik dan kinerja sekolah secara signifikan lebih rendah. "Pada usia 16 tahun enggan pergi ke sekolah, ingin keluar dari sekolah secepat mungkin, dan tak memiliki cita-cita melanjutkan pendidikan. Tak heran, hubungan dengan guru dan teman-teman sekelasnya bermasalah."

Di usia dewasa, 21-23 tahun, anak yang kehadirannya tidak diharapkan bisa mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan yang memuaskan dirinya. "Karena selalu mengalami konflik dengan rekan kerja dan pimpinannya di kantor. Begitu juga dengan masalah percintaan mengalami banyak kekecewaan. Kekecewaan tersebut akan berlanjut di usia 35 tahun ke atas karena banyak mengalami masalah kesehatan mental."

Tak hanya anak yang memperoleh dampak negatif, pasangan pun bisa merasakan pernikahan mereka kurang memuaskan. "Karena kehamilan tidak disambut dengan kebahagiaan dan diperlukan lebih banyak waktu untuk mengembangkan hubungan yang erat dengan janin."

Noverita K. Waldan