Sengaja Melakukan Kesalahan

By nova.id, Sabtu, 18 September 2010 | 00:10 WIB
Sengaja Melakukan Kesalahan (nova.id)

Saya memiliki seorang putri berumur 16 bulan, sejak di dalam kandungan dia sudah mendapatkan kasih sayang, apalagi dia tumbuh dalam keluarga yang amat mencintainya, walaupun dengan tidak dimanja. Masalahnya kenapa putri kami punya sifat yang buruk, dia emosional, cepat marah dan suka memukul bila keinginannya tidak terpenuhi. Sewaktu ia berumur sekitar 11 bulan dia suka mencubit tangannya sendiri bila marah dan dilarang. Sekarang sudah tidak lagi semenjak tidak saya pedulikan bila dia melakukan hal itu.

Hal lain lagi dia paling tidak suka bila dilarang. Misalnya saja dia suka sengaja memasukan jempolnya ke dalam mulut karena kakek selalu memarahi dan memukul tangannya bila mengisap jempol. Jadi, setiap kali melihat atau bertemu dengan kakek dia pasti akan sengaja memasukan jempolnya ke dalam mulut, yang akhirnya pasti kakek akan sungguh-sungguh memarahinya, dan itu sengaja dilakukannya untuk membuat kakek kesal. Masih banyak hal lain yang menjengkelkan. Dia tahu betul hal-hal apa saja yang dilarang tapi selalu sengaja untuk dilakukan di depan si pelarang. Semakin dilarang ulahnya semakin menjadi. Bila dimarahi dia jauh lebih galak dan cenderung balas memukul. Putri kami memang aktif sekali, tidak bisa diam, juga lumayan pintar, cepat belajar bila diajarkan untuk hal-hal yang baru, umur 4 bulan sudah bisa bersalaman dan 8 bulan sudah bisa 5 sampai 6 suku kata. Yang mau saya tanyakan:

1. Apa dampak psikologis dari anak yang suka dimarahi dan dipukul walaupun tetap diberikan penjelasan apa kesalahannya?

2. Bagaimana cara penyaluran sifat buruk dan emosinya agar dia tidak semakin menjadi-jadi?

3. Apakah ada terapi atau permainan yang dapat menyalurkan emosinya? (selama ini dia memang suka dilarang atau diberi batasan untuk bermain)?

4. Bagaimana cara untuk mengajarkan pembentukan EQ yang baik dan benar? Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Rina - Jakarta

Halo Ibu Rina, itulah uniknya manusia. Ibu sudah merasa memberikan lingkungan yang sangat positif dengan melimpahkan kasih sayang, tidak memanjakan, tetapi kenapa anak ini suka membuat orang-orang di sekitarnya menjadi jengkel, marah, kesal. Dari kejadian-kejadian yang Ibu gambarkan dalam surat, tampaknya si kecil memang cerdas, dengan cepat ia melakukan analisis dan menghubung-hubungkan satu kejadian dengan kejadian lain. Kalau ada kakek, ia sengaja memasukkan jarinya ke dalam mulut sambil menunggu reaksi si kakek. Menggelikan dan menggemaskan ya Bu, ulah anak ini. Sekalipun upah dari perbuatannya adalah hukuman dari si kakek (pukulan), dia tidak kapok-kapoknya mengulangi hal itu lagi. Tujuannya hanya satu, "mendapat perhatian dan berhasil menguasai lingkungannya". Dia merasa puas kalau umpannya menghasilkan ikan.

Sebenarnya tindakan Ibu yang mendiamkan saja saat dia berbuat ulah, sudah tepat sasaran. Keinginan untuk mendapat perhatian dengan mencubit lengannya sendiri, tidak Ibu tanggapi. Dan apa hasilnya? Dia tidak lagi mengulangi perbuatan itu, umpannya tidak mengenai sasaran. Tetapi dasar anak ini selalu mau bereksperimen dengan lingkungannya, dia selalu mencoba-coba di kala ada kesempatan. Yang jelas setiap ada dinding pembatas, selalu akan ia langgar.

Menurut hemat saya, masih wajar-wajar saja Bu, jangan khawatir, tetap tenang, tidak menanggapi (cuekin, pura-pura tidak tahu) adalah cara yang paling sesuai untuk menghadapi anak usia dua tahunan.

Apa dampaknya kalau ia dimarahi dan dipukul walaupun diberi penjelasan? Dia semakin garang Bu, akan main pukul setiap dia merasa orang lain menghambatnya dan hal ini tidak akan menyelesaikan masalah. Ibu sudah lihat sendiri buktinya, bukan? Yang harus berubah adalah orang dewasa yang notabene nalarnya lebih "jalan". Orang yang agak sulit Ibu hadapi justru kakeknya yang merasa kekuasaannya dikecilkan oleh cucunya. Entah sejauh mana Ibu bisa berkompromi dengan si kakek, oh betapa malangnya si kecil kalau orang-orang dewasa di sekitarnya tidak bisa memahami dia.

Bagaimana cara yang paling baik untuk menyalurkan emosinya yang menggebu-gebu (kasihan Bu kalau dikatakan "sifat buruk")?. Kadang kala cuekin kalau dia sengaja memancing emosi dan tindakannya tidak membahayakan siapa pun juga. Memberikan pilihan kegiatan lain untuk menggantikan hal yang dilarang sehingga dia belajar kompromi dan toleransi. Boleh dijelaskan kenapa yang satu itu tidak bisa (bukan tidak boleh) dia lakukan. Cara yang salah adalah melarang dan atau bertindak keras kalau dia berbuat ulah.