Kembali Bekerja Setelah Melahirkan

By nova.id, Senin, 8 Februari 2010 | 07:06 WIB
Kembali Bekerja Setelah Melahirkan (nova.id)

Anak juga sejak saat ini sudah dapat diberi antisipasi bahwa suatu saat Ibu harus pergi bekerja sehingga tak akan bertemu sepanjang hari dengannya. Penjelasan harus konkret karena dari aspek kognisinya masih terbatas, sebagai contoh bisa disampaikan bahwa setelah ia bangun pagi dan mandi/makan, Ibu harus pergi ke kantor dan akan kembali saat ia makan malam.

Mungkin pada awal Ibu masuk kerja, ia akan sedikit rewel karena merasa kebersamaannya dengan Ibu terampas sebagian dan ini merupakan sesuatu yang wajar. Yang penting, Ibu tak usah menjadi luluh hati dan memanjakannya dengan janji-janji muluk atau memberikan hadiah yang tak terlalu perlu. Jika ia menangis saat keberangkatan Ibu ke kantor, biarkan ia untuk tetap melihat kepergian Ibu. Jangan sampai ia "disembunyikan" dari kenyataan ini karena setelah berulang kali peristiwa ini terjadi, ia akan terkondisi dengan kadaan itu dan ia juga selalu melihat kenyataan bahwa Ibu akan kembali ke rumah.

Bila mungkin, telepon anak dari kantor dan ajak ia berbicara untuk beberapa menit saja. Tanyakan permainan apa yang sudah atau sedang dilakukan. Hindari untuk menanyakan "tugas-tugas" seperti sudah makan/belum, sudah tidur/belum, nakal atau tidak. Pertanyaan bernada mencari tahu apakah ia sudah melaksanakan "tugas-tugas"nya akan membuat anak terpojok dan tak mau berbicara dengan Ibu.

Usaha lain yang perlu Ibu lakukan adalah setiap pulang bekerja, segera temui kedua anak dan memeluk, mencium atau mendengarkan "laporan"nya dengan sungguh-sungguh. Setelah itu Ibu bisa memberi tahu pada si sulung bahwa Ibu akan melakukan hal lain untuk sementara waktu. Misalnya mandi, menyusui adik, dan sebagainya. Sediakan waktu lagi untuk menemaninya bermain, bercerita dan lamanya kegiatan ini tergantung pada waktu yang tersedia.

Jangan lupa untuk melibatkan ayah dalam pengasuhan anak. Ayah juga dapat mengajaknya bermain, bercerita agar anak mendapatkan perhatian tak hanya dari Ibu tapi juga dari ayahnya, dan terbiasa untuk berinterkaksi dengan ayah. Aktivitas ini merupakan dasar untuk membina kedekatan hubungan emosi di kemudian hari. Terutama saat anak sudah memasuki usia sekolah apalagi saat remaja.

Keterlibatan neneknya dalam pengasuhan cukup menguntungkan karena Ibu lebih yakin, tenang, serta percaya akan keandalannya. Tapi hendaknya juga dibicarakan dengan nenek tentang pola pengasuhan yang Ibu harapkan. Dari ceritera para nenek dan dari pengalaman saya dalam menangani kasus, umumnya nenek cenderung memanjakan cucu dan menerapkan pola asuh yang berbeda saat mereka harus mengasuh anak sendiri.

Mudah-mudahan jawaban saya dapat menenangkan Ibu dan kalau saran-saran tersebut di atas dapat dilaksanakan, Ibu tak usah khawatir si sulung akan menganggap adiknya sebagai pesaing.