Capeknya Punya Suami Playboy

By nova.id, Rabu, 3 Februari 2010 | 17:45 WIB
Capeknya Punya Suami Playboy (nova.id)

Tahun 2005, suami dekat lagi dengan M. Saya bicarakan baik-baik soal M, dan alhamdulillah saya masih bisa mengontrol emosi. Ada bukti SMS dan telepon. Suami mengaku M yang mengejarnya. Katanya, sudah lama mereka saling menjauh karena menyadari hubungannya sudah membahayakan keluarga masing-masing.

Yang menyakitkan, suami bilang, perilaku itu sudah biasa di dunia broadcasting. Meski hati hancur, saya berusaha tenang. Saat itu ia berjanji tak lagi berhubungan dengan M, tapi ternyata masih saling kontak.

Akhirnya kesabaran saya habis dan saya meneror M. Sepertinya M mengadu ke suami. Akhirnya mereka ribut dan renggang, dan tak lama M dipindahkan ke gedung lain.

Saya agak tenang sejak saat itu Bu, meski kepercayaan terhadap suami berkurang. Pada 2008, suami mulai main facebook. Suatu hari saya pergoki ia chatting dengan D, mantan pacarnya. Bahkan mereka saling mengucap "I Love U". Orang waras saja tahu, itu tak wajar untuk hubungan yang hanya sebatas teman.

Halaman itu lalu saya print dan diperlihatkan ke suami. Ia hanya tertawa kecil dan bilang, itu hanya korespondensi biasa dengan teman. Saya marah sekali. Dua minggu setelah peristiwa itu, saya pergoki mereka chatting lagi.

Bu, saya kecewa, marah, sedih, kalut, semua campur aduk. Kepercayaan saya kepada suami sudah sampai di titik nadir. Capek, Bu. Saya tak takut berpisah dengan suami, tapi apakah ini jalan terbaik? Saya memikirkan nasib anak, tapi saya juga harus memikirkan kondisi kejiwaan saya, kan?

Saya jadi ingat ketika workshop, Ibu mengatakan, perilaku suami saya sudah kronis. Lalu, apa yang mesti saya lakukan? Terimakasih sebelumnya.

Talia - Jakarta

Dear Talia,Bukankah kita sudah berikrar tetap menjalin hubungan dengan sesama peserta workshop Klub NOVA saat itu? Konsekuen dong saya, apalagi suami ternyata belum sembuh juga dari penyakit kronisnya.

Bila dicermati, sebenarnya ada ketimpangan yang makin lama makin melebar dalam diri Anda dan suami. Ketika Anda berkembang menjadi sosok istri dan ibu yang makin matang dalam menjalani perkawinan, suami tetap saja berada dalam kondisi kepribadian seperti saat belum menikah dulu.

Menikmati ketergantungan perempuan pada dirinya, mau mengorbankan waktu untuk orang lain ketimbang bersama anak dan istrinya, dan yang pastinya menyakitkan Anda, untuk semua perilaku yang sudah membuat Anda sakit hati itu ia menganggapnya hal yang biasa dilakukan oleh pekerja kreatif di bidang pertelevisian.

Berita baiknya, saya berani mengatakan, para perempuan itu pasti tak diniatkannya untuk menjadi pengganti Anda. Karena ia memang cuma punya nyali untuk melakukan romantisme cyber, di dunia maya saja. Kepuasan berlama-lama chatting itu diperoleh karena ia merasa didengarkan, dibutuhkan nasehatnya, dan juga karena memang ia pendengar yang baik.