Capeknya Punya Suami Playboy

By nova.id, Rabu, 3 Februari 2010 | 17:45 WIB
Capeknya Punya Suami Playboy (nova.id)

Bukti lainnya? Tak ada upaya untuk bertemu, melakukan kontak fisik lebih jauh yang biasanya merupakan tahap lanjut dari perselingkuhan. Apakah yang dilakukan suami ini perselingkuhan? Menurut saya iya, karena ia berupaya untuk berhubungan dengan perempuan itu, sembunyi dari Anda, dan pastinya merasa nyaman melakukannya!

Anda tak sendirian, Jeng Talia. Banyak suami-suami yang "casing"nya saja dewasa, tapi sebenarnya isinya anak laki-laki (boys) yang tak pernah menjadi dewasa dan bisa menjawab tuntutan perannya dalam perkawinan, sebagai suami maupun ayah yang bertanggung jawab.

Yang ada pada suami Anda? Ia tak terganggu tetap tinggal di Pondok Mertua Indah, pekerjaan juga bukan wahana pengembangan diri, seperti kata Anda, teman-temannya sudah lama mencari peluang yang lebih baik dan keluar, dia mah nyaman saja dan menikmati promosi yang amat lamban. Baginya, hal-hal di luar arah minatnya bukanlah sesuatu yang ia pikirkan benar, termasuk juga bagaimana perasaan istrinya terhadap sepak terjangnya.

Dengan sedih harus saya katakan, pria yang punya kedekatan khusus dengan ibunya, biasanya memang akan jadi mama's boy. Biasanya ia tumbuh dengan ibu sebagai single parent, atau ibu sebagai motor utama keluarga karena ayah kurang kompetensinya untuk jadi kepala keluarga. Para ibu ini memang tangguh, pandai cari uang, melindungi anak-anaknya seperti burung elang, dengan perkasa sekaligus penuh kasih sayang.

Jadi, keputusannya menikahi Anda pastilah dilandasi keyakinannya, somehow, Anda akan seperti ibunya. Tak menjadi istri yang penuntut, oke saja bila penghasilannya tak melimpah, banyak maaf, punya kesibukan sendiri, dan dalam segala hal, lebih dewasa dibanding dirinya.

Bila ia punya kemampuan untuk membuat perempuan merasa nyaman dengan dirinya, memang ia adalah penikmat hubungan, sehingga mau tak mau ia harus punya kemampuan mendengarkan.

Tetapi, bukan untuk mendengarkan istrinya. Biasanya tipe seperti suami Anda memang tak melangkah lebih jauh, karena ia tak mau mempersulit dirinya dengan hubungan permanen, seperti menikah lagi atau menikah di bawah tangan.

Di sini bedanya penyelingkuh seperti suami, dengan mereka yang niat benar untuk "menukar" istrinya dengan perempuan lain. Yang ini biasanya lalu bertemu, mulai membelikan ini dan itu, atau jika perempuannya yang lebih berduit, mulai dihujani hadiah, dan akhirnya mengikatkan diri.

Tentu saja, saya tak hendak mengatakan, ya sudahlah, wong tidak akan kawin. Karena, tergantung perempuannya juga. Jika agresif terus, bagaimana? Lalu, seperti kata Anda, kepercayaan Anda kepada suami, bahan dasar atau fundamen dari kokohnya perkawinan, sudah menurun ke titik terendah.

Jeng Talia, saya tak mau berbohong kepada Anda bahwa Anda punya problem yang berat. Tapi jika Anda yakin perkawinan ini berharga untuk dipertahankan, tak ada pekerjaan berat, bukan?

Yang pertama harus Anda gol-kan, keyakinan di dalam benak suami, ia adalah kepala keluarga, yang sangat Anda harapkan bisa menjadi pelindung Anda dan anak. Maka, untuk menjadi keluarga tangguh, keluarga ini harus punya rumah terpisah dengan orang tua.

Berpisah dari orang tua akan membuat Anda punya kebutuhan untuk mengatakan padanya: "Jangan lama-lama di kantor, Pa, aku kan cuma berdua dengan si buyung." Anda dan dia bisa menentukan bersama, bagaimana warna kamar tidur, jenis sofa kamar tamu, dan tetek bengek lain yang terkait dengan istana Anda berdua.

Banyak lagi harus-harus lainnya, yang pelan tapi pasti akan memicu tumbuhnya perasaan tangung jawab sebagai kepala keluarga. Selama ini, hidup sudah nyaman sekali untuknya, sebab berapapun uang yang ia beri ke Anda, toh Anda dan anak tak kelaparan.

Kan, ada mertua? Istri tak apa-apa ditinggal menginap atau pulang malam. Kan aman di rumah mertua? Awalnya, ia pasti merasa dipaksa untuk mandiri dan memikul tanggung jawab, tapi dengan memberinya apresiasi dan rasa hormat atas upayanya, sering memuji dan meyakinkan dia, Anda bahagia karena akhirnya hidup bertiga saja, kebanggaan diri, self pride-nya tumbuh, Jeng, dengan cara sehat. Bukan dengan cara punya cinta maya itu.

Lalu, Anda sendiri, mulailah punya kesibukan untuk menambah keuangan keluarga. Kerja formal mungkin sudah susah, karena Anda sudah cukup lama meninggalkan dunia kerja. Tapi, Anda kan, smart dan punya koneksi luas di level yang cukup tinggi.

Sekarang banyak sekali peluang kerja paruh waktu, atau by project based. Dikerjakan di rumah atau datang 2-3 kali seminggu, yang penting jangan berharap ada pangkat atau gaji tetap. Saya yakin Anda punya peluang untuk ini. Bila tidak, coba peluang wiraswasta. Gali kreativitas Anda, lihat kursus apa yang bisa Anda ambil untuk keterampilan yang kelak bisa jadi uang atau celah apa yang bisa dijual online.

Tetapi, bila Anda tak merasakan manfaat dari kelanjutan perkawinan ini karena sudah lelah dengan penyakit kronis suami, pastikan sebelumnya Anda sudah mengajaknya berdiskusi. Sampaikan perasaan Anda dan rencana untuk mengakhiri semua ini.

Jangan sekali-sekali mengambangkan masalah, karena ini hanya akan membuat Anda jatuh-bangun oleh ulah suami. Terlalu lama begini akan meruntuhkan harga diri, Sayangku, dan saya tak rela bila perempuan secantik dan sepandai Anda, mengalami ini hanya karena tak berani mengambil keputusan!

Oke, kuat ya, Dear? It is your own life, jadi Andalah yang harus jadi penentu utama, mau Anda kemanakan masa depan dan kebahagiaan Anda dan anak semata wayang Anda. Salam sayang.