Sosok Ivan Gunawan (1)

By nova.id, Jumat, 9 Mei 2008 | 10:13 WIB
Sosok Ivan Gunawan 1 (nova.id)

Keberhasilan desainer dan penghibur ini sedikit banyak ditempa pengalaman hidupnya di luar negeri. Berikut perjalanan hidup Ivan Gunawan hingga bisa seperti sekarang ini.

Aku lahir di penghujung tahun, tepatnya di Jakarta pada 31 Desember 1981. Unik ya, karena di tanggal itu orang sedang ramai-ramainya menunggu pergantian tahun

Aku adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Tak hanya aku, kedua kakakku, Eman Sadiani dan Indra Gunawan memang ketururunan bongsor, montok-montok. Penyebabnya sudah jelas, karena kedua orangtuaku, Bambang Cahyo Gunawan dan Erna Gunawan berperawakan tinggi besar

Oleh orangtuaku aku diberi nama lengkap Ivan Gunawan Putra. Akan tetapi, entah kenapa, sejak kecil aku enggak suka ada Putra di nama panjangku. Aku merasa cukup dipanggil Ivan Gunawan. Maka dari itu, untuk urusan surat-surat penting hingga KTP, aku enggak pakai tuh, kata Putra. Orangtuaku sih, enggak marah dengan tindakakanku itu, tapi kedua kakakku sering memanggilku "Katro" gara-gara itu. Hahaha..

Seingatku, di masa kecil, Papa belum sempat punya rumah sendiri. Kami tinggal ramai-ramai dengan saudara yang lain di rumah di kawasan Kebayoran Baru (Jakarta Selatan), tepatnya di Jalan Mendawai 1 N0 92. Pokoknya rumah itu ditempati banyak orang. Di lantai bawah ada butiknya Om Adjie (desainer Adjie Notonegoro). Di lantai atas ada para penjahit yang bekerja untuk Om Adjie. Lalu, masih di rumah itu, keluarga besar kami juga membuka restoran. Wah, bisa dibayangkan seru dan ramianya rumah itu!

Seperti kebanyakan etnis keturunan Tionghoa, tempat tinggal kami memang menjadi satu dengan tempat usaha. Istilahnya, rumah toko. Jadi, sejak kecil aku memang sudah terbiasa melihat kehidupan berdagang atau berbisnis. Makanya tak heran jika aku kini senang berbisnis, bukan bekerja kantoran.

Selain berumah di Jakarta, keluargaku juga punya rumah di kawasan Puncak, Jawa Barat. Nenekku yang menetap di sana. Sehingga kami sering bolak-balik Jakarta-Puncak. Oh ya, dalam setiap aktivitasku di masa kecil itu, aku selalu ditemani oleh susterku, namanya Ci Sin

Aku ingat susterku itu pernah merekam di video acara drama Ande-Ande Lumut di TVRI. Sebab aku kecil suka banget dengan cerita Ande-Ande Lumut. Susterku sering memutarkan video itu untukku berulang-ulang. Kalau enggak salah, rekaman itu masih ada.

Soal permainan di masa kecil, aku tak suka mainan videogame atau robot-robotan. Aku lebih suka mainan yang langsung bisa diperagakan, separti skateboard, sepatu roda dan berenang. Ada satu boneka yang menjadi teman mainku, yakni sepasang boneka monyet. Aku sudah lupa namanya. Bersama boneka itu aku sering berkhayal. Pernah aku berkhayal boneka itu sakit, lalu aku beri balsam dan ramuan obat lainnya. Pokoknya kasihan deh tuh boneka, sampai akhirnya hancur.

Selain permainan itu, aku juga suka menari. Kadang aku menari di depan kakekku yang sedang mendengarkan gending jawa. Wah, kakeku senang sekali melihat aku menari. Nah, jika ada orang yang mengatakan Ivan Gunawan kemayu, aku bisa mengatakan memang sudah dari sananya. Bawaan badanku sudah seperti ini adanya. Itu hanya kemasannya saja, jiwaku tetap lelaki sehat, lho.

Sempat Malas Sekolah Saat memasuki usia sekolah, TK dan SD, aku bersekolah di Singapura. Karena Papaku yang diplomat berdinas di sana. Negara itu tempat dinas pertama Papa. Kami tinggal di sebuah apartemen yang penghuninya banyak dari Indonesia. Di sana pun, aku bersekolah Indonesia yang ada di Hongkong. Jadi soal bahasa enggak terlalu banyak masalah. Selain itu, aku termasuk orang yang mudah beradaptasi dengan suatu lingkungan.

Tapi ada juga yang membuatku sedih saat harus pindah ke Hongkong, sebab susterku tak diajak serta. Padahal, Ci Sin yang sering menemaniku jalan-jalan di taman atau menonton televisi.