Sosok Ivan Gunawan (1)

By nova.id, Jumat, 9 Mei 2008 | 10:13 WIB
Sosok Ivan Gunawan 1 (nova.id)

Salah satu teman dekatku di Hongkong bernama Prita. Dia tetangga kami di apartemen itu. Kedekatan aku dengan Prita karena aku bisa dengan mudahnya meminjam mainan boneka Barbie miliknya. Aku menyukai Barbie karena baju dan penampilanya.

Barbie milik Prita itu sering jadi sasaranku untuk bereksperimen. Aku acak-acak rambut dan bajunya. Terkadang rambutnya aku gunting-gunting atau dicelupkan ke air. Wah seru banget, meski terkadang Prita enggak suka.

Sementara untuk urusan sekolah aku malas belajar. Seingatku, pelajaran yang nyantol ke otak hanya pelajaran agama. Itu pun karena aku sering dihukum guru agama lantaran susah menghafalkan ayat-ayat Al Quran. Jadinya, aku mati-matian menghapal ayat-ayat itu, walaupun lama.

Di kelas 3 SD aku kembali ke Jakarta, tapi sifat malasku tak berubah. Sehingga aku sempat tidak naik kelas. Selain itu aku dianggap stres dengan sistem pendidikan di Jakarta. Oleh Papa dan Mama aku akhirnya diikutkan berbagai les. Setiap pulang sekolah, aku harus berangkat lagi untuk ikut les. Capek memang, tapi hasilnya aku tidak mengecewakan orangtua. Lambat laun aku bisa mengejar pelajaran di sekolah.

Selain les aku juga aktif di pelajaran ekstrakulikuler drumband. Aku sempat menjadi mayoretnya, lho. Suatu ketika, aku terkagum-kagum dengan alat musik baru, yakni terompet. Aku suka memainkanya. Saking bersemangatnya bibirku bengkak-bengkak. Di rumah, Mama bertanya. Aku bilang habis meniup terompet. Akibatnya aku disuruh berhenti mengikuti aktivitas tersebut.

Sebagai pelarian aku ikut kegiatan bola voli. Bersama timku, aku sering menjadi juara pertama. Tubuhku yang tinggi besar memang memberikan keuntungan buat timku. Aku sering memberikan bola-bola yang mematikan buat lawan. Di bidang seni aku sering mengikuti lomba-lomba modeling untuk anak-anak. Berjalan di catwalk, di mal-mal sering aku lakukan. Bahkan, aku sempat menjadi model iklan minuman.

Hidup Sendiri Di tahun 1993 Papa berdinas di Kiev, Ukraina. Saat itu aku sudah lulus SD. Nah, lantaran di Kiev tak ada sekolah Indonesia, aku akhirnya disekolahkan di sekolah Indonesia di Moskow, Rusia. Jarak Kiev-Moskow cukup jauh, seperti Jakarta-Yogyakarta. Untuk itu aku menyewa apartemen sendiri. Walaupun begitu orantuaku tak terlalu khawatir, sebab kepela sekolahku tinggal di apartemen yang sama. Jadi dia bisa mengawasiku

Hidup tanpa orangtua membuat aku lebih mandiri. Ngurus apa-apa ya sendiri. Mengelola keuangan pun sendiri. Cukup atau tidak cukup, aku hanya diberi oleh Papa uang saku 15 dolar AS per pekan. Uang itu memang hanya untuk jajan dan ongkos bersekolah. Kalau untuk makan, aku sudah dititipkan oleh Papa dan Mama lewat kepala sekolah. Yah, di sanalah aku mendapat pendewasaan hidup. (Bersambung)

Di Moskow Ivan aktif dalam berbagai pentas seni. Berbgaia tarian Indonesia dikuasai. Dalam seni peran, Ivan sanggup melakoni tokoh apa saja dan sering membuat penonton berdecak kagum. Uniknya, ia sering mendapat peran menjadi wanita. ERNI KOESWORINI

Foto : Dok. Nova, Dok pribadi