Mengapa Anak Bisa Menggambarkan Secara Detail Sesuatu yang Belum Tentu Terjadi?

By nova.id, Jumat, 13 Maret 2015 | 12:34 WIB
Mengapa Anak Bisa Menggambarkan Secara Detail Sesuatu yang Belum Tentu Terjadi (nova.id)

TabloidNova.com - Apakah Anda tipe orangtua yang selalu bertanya kepada anak apa yang dialaminya sepanjang hari di sekolah? Lantas apa jawaban si kecil?

Jika anak menjawab dengan kata "Ya, biasa saja", mungkin Anda akan merasa sedikit jengkel sekaligus penasaran. Sebab, Anda ingin tahu apa yang dialami anak selama  di sekolah namun ia tak mau menceritakannya pada Anda.

Dalam keadaan setengah jengkel, kebanyakan orangtua tak akan menyerah begitu saja. Biasanya mereka akan cenderung lebih mendesak jika merasa belum mendapatkan jawaban yang memuaskan dari anaknya.

Menurut Kamala London Newton, PhD, dari Universitas Toledo, Ohio, AS, jika orangtua mendesak anak hanya untuk mendapatkan jawaban yang diharapkan, anak akan memunculkan false memory atau memori palsu dalam jawabannya.

"Anak memiliki intuisi untuk selalu memberikan jawaban kepada orang yang bertanya. Dengan pertanyaan yang mendesak apalagi mengarahkan atau sugestif, maka jawaban anak biasanya akan tercemar dengan jawaban yang sesuai arahan atau sugesti yang muncul dari pertanyaan yang diajukan kepadanya," papar psikolog perkembangan (developmental psychologist) dengan kekhususan di bidang daya ingat (memori) anak pada kejadian dan sugestibilitas ini, beberapa waktu lalu di Jakarta.

Misalnya, Kamala memberi contoh, "Anak di sekolah tak bertemu siapa-siapa. Namun orangtuanya bertanya, 'Apakah kamu bertemu seseorang yang berkumis?' Bisa saja si anak menjawab, 'Ya, mungkin.' Padahal belum tentu. Lalu, jika didesak lagi dengan pertanyaan, 'Apakah pria berkumis itu menyentuhmu?' Si anak mungkin akan menjawab demi memuaskan si penanya, 'Sepertinya iya.' Jawaban itu bisa jadi berasal dari memori palsu anak mengenai sesuatu."  

Penting dicatat, kata Kamala, anak-anak dapat memberikan gambaran yang akurat dan detail mengenai sesuatu peristiwa, termasuk peristiwa traumatis, bahkan setelah ada penundaan. Untuk menguji kualitas jawaban anak, ujar Kamala, sangat penting untuk menentukan apakah jawaban pertama anak dibuat secara spontan atau disebabkan oleh orang lain (penanya) yang memiliki keyakinan yang sudah terbentuk mengenai terjadinya suatu pristiwa.

"Memiliki keyakinan yang sudah terbentuk akan membentuk cara orang dewasa dalam bertanya kepada anak. Bias yang terjadi akibat pernyataan yang ditanamkan dalam ingatan pada anak-anak oleh orang dewasa ini merupakan kekuatan dalam membentuk laporan yang disampaikan anak."

Kamala mengatakan, anak-anak tentu dapat menjawab pertanyaan orang dewasa mengenai suatu peristiwa yang dialaminya. "Namun penelitian menunjukkan, anak-anak merasa harus menjawabnya dengan bahasanya sendiri. Tak jarang apa yang disampaikan anak sangat meyakinkan sehingga orang dewasa menjadi yakin dan percaya apa yang disampaikannya, kendati belum tentu terjadi."  

Ada sejumlah poin yang Kamala susun dalam tinjuan literatur terkait psikologi perkembangan terkait mengapa anak bisa membuat gambaran detail mengenai suatu peristiwa:

Anak akan membuat jawaban yang akurat ketika mereka melakukannya dengan bahasanya sendiri.Jika anak diduga telah mengalami suatu peristiwa yang traumatis dan ditangani oleh pihak berwajib, ketika diwawancara forensik kebanyakan anak yang mengalami kekerasan akan mengaku. "Dalam hal ini teknik memaksa dan menekan dalam wawancara tak diperlukan."Ketika anak terpengaruh dengan pertanyaan sugestif, tidak berarti anak sedang "berbohong" melainkan mengikuti tekanan orang dewasa yang kemungkinan bertujuan baik namun sesat. "Laporan palsu bukan karena anak-anak memiliki niat jahat, melainkan karena kesalahan penanganan dari orang dewasa."Ketika melaporkan sesuatu yang ternyata palsu, anak bisa menjadi sangat tergambar secara grafis, termasuk rincian dari sebuah peristiwa yang bisa jadi tak pernah terjadi. Setelah memberi jawaban, seorang anak cenderung akan terus memberikan jawaban yang sama selama ditanya oleh orang yang berbeda-beda. Maka, pertanyaan yang diajukan pertama kali kepada anak sangatlah penting. Jika teknik sugestif yang digunakan untuk mendapatkan pengungkapan, maka laporan yang dihasilkan jadi tak dapat diandalkan.

Anak akan membuat jawaban yang akurat ketika mereka melakukannya dengan bahasanya sendiri.