Jika anak diduga telah mengalami suatu peristiwa yang traumatis dan ditangani oleh pihak berwajib, ketika diwawancara forensik kebanyakan anak yang mengalami kekerasan akan mengaku. "Dalam hal ini teknik memaksa dan menekan dalam wawancara tak diperlukan."
Ketika anak terpengaruh dengan pertanyaan sugestif, tidak berarti anak sedang "berbohong" melainkan mengikuti tekanan orang dewasa yang kemungkinan bertujuan baik namun sesat. "Laporan palsu bukan karena anak-anak memiliki niat jahat, melainkan karena kesalahan penanganan dari orang dewasa."
Ketika melaporkan sesuatu yang ternyata palsu, anak bisa menjadi sangat tergambar secara grafis, termasuk rincian dari sebuah peristiwa yang bisa jadi tak pernah terjadi.
Setelah memberi jawaban, seorang anak cenderung akan terus memberikan jawaban yang sama selama ditanya oleh orang yang berbeda-beda. Maka, pertanyaan yang diajukan pertama kali kepada anak sangatlah penting. Jika teknik sugestif yang digunakan untuk mendapatkan pengungkapan, maka laporan yang dihasilkan jadi tak dapat diandalkan.
Penelitian perkembangan menunjukkan, kata Kamala, jawaban yang dibuat dengan adanya pernyataan palsu, sebenarnya memiliki detail dan kualitas narasi yang lebih baik dari jawaban yang benar itu sendiri.
"Oleh karena itu, jika anak mengalami peristiwa yang traumatis, baik kekerasan maupun kekerasan seksual, untuk mendapatkan jawaban yang benar tanpa tercemar memori palsu yang muncul dari jawaban anak akibat pertanyaan sugestif dari orang dewasa, sebaiknya anak diwawancara melalui prosedur wawancara forensik yang tepat," kata Kamala.
Intan Y. Septiani