TabloidNova.com - Banyak anak, terutama yang sudah memasuki usia remaja, cenderung enggan bercerita mengenai kesehariannya pada orangtua. Di usia remaja, anak memang cenderung memilih pertemanan sebagai lingkungan yang membuatnya lebih nyaman.
Psikolog anak dari Resourceful Parenting Indonesia dan Kementerian Sosial, Avin Yusro, SPsi, MKes, mengatakan, "Oleh karena remaja menganggap teman sebayanya lebih mengerti dirinya, maka ia akan lebih nyaman bercerita atau mencari informasi mengenai apa pun dengan temannya daripada orangtuanya."
Padahal, lanjut Avin, bercerita atau mencari informasi kepada teman sebaya bisa sangat membahayakan diri anak jika jawaban dan informasi yang didapat sangat keliru. Sebab bagaimana pun ketika terjadi sesuatu pada anak, yang pertama merasakan akibatnya tentu orangtuanya.
"Ada kisah nyata pengalaman seorang anak SD, laki-laki. Di usia dininya, anak ini termasuk cerdas dan suka bertanya kepada orangtuanya. Sayangnya orangtuanya kerap mengabaikan segala pertanyaannya dan menganggap anaknya cerewet karena bertanya terus. Akibatnya anak ini mencari jawaban kepada tetangganya yang sudah SMP, juga laki-laki," papar Avin.
Suatu ketika, lanjut Avin, anak SD ini bertanya mengenai dari mana asal mula hadirnya bayi. Oleh karena ia merasa tidak akan mendapatkan jawaban dari orangtuanya, ia pun akhirnya menanyakan hal yang berkaitan dengan seksualitas ini kepada tetangganya yang sudah remaja.
"Apa yang kemudian terjadi? Anak SD ini akhirnya menjadi korban tindakan kekerasan seksual dari tetangganya yang sudah SMP itu. Anak ini diimingi-imingi permen dan makanan ringan agar mau memerosotkan celananya dan ia pun menjadi korban sodomi," paparnya.
Sementara itu, kata Avin, "Waktu yang sudah berlalu tak bisa diputar kembali. Orangtua si anak SD tentu sangat terpukul menerima kenyataan itu. Nah, jadi intinya, setiap orangtua harus selalu bersedia mendengar, apa yang ditanyakan anak," ujar Avin.
Memiliki anak, kata Avin, merupakan pilihan setiap orangtua. Sehingga ketika anak sudah lahir ke dunia, orangtua harus bertanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan anak. "Usia 2-7 tahun merupakan masa di mana anak akan banyak bertanya. Itulah masa anak sedang mengembangkan kemampuan berpikirnya," katanya.
Dengan banyak bertanya, Avin mengatakan, anak akan menjadi pintar dan banyak tahu ketika orangtuanya memberikan jawaban. Ketika anak bertanya soal dari mana bayi berasal, dengan kata lain ia mulai mempertanyakan soal masalah reproduksi dan seksualitas, beri jawaban sesuai usianya.
"Misalnya, mulai memperkenalkan sejak dini jenis kelamin sesuai jender dan menyebutkan nama ilmiahnya. Setelah mulai beranjak remaja, jelaskan mengapa perempuan mengalami haid dan laki-laki mengalami akil balik."
Lebih lanjut, Avin mengatakan, ingatkan selalu dengan suara yang lembut kepada anak bahwa tidak boleh ada satu pun orang selain orangtuanya, terutama ibunya, yang boleh menyentuh tubuhnya, apalagi bagian tubuh yang harus ditutupi.
Sehingga intinya, lanjut Avin, agar dapat bicara terbuka dengan anak, yang pertama perlu dilakukan para orangtua adalah lebih banyak mendengarkan apa yang dikatakan dan ditanyakan anak, ketimbang mengabaikannya. "Menyesal hanya akan datang belakangan, bukan? Jadi mulai sekarang, jadilah pendengar yang baik untuk anak-anak Anda," tandas Avin.
Intan Y. Septiani
KOMENTAR