Setiap hari, akting dan wajah Dinda menghias layar kaca lewat sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda (AMAP). Sinetron ini diadaptasi dari film layar lebar berjudul sama yang dibintangi Dinda. Ia pun kembali berperan sebagai Angel, gadis tuna rungu yang kerap mendapat perlakuan tak mengenakkan dari teman-teman sekolahnya. Gara-gara akting ciamiknya, banyak penonton yang mengira Dinda memang benar-benar tak bisa mendengar dan harus menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Padahal, kata Si Bungsu dari empat bersudara ini, semua berkat hasil kerja kerasnya mempelajari bahasa isyarat. "Setiap hari ada guru di lokasi syuting untuk mengajariku kata-kata baru. Sebelumnya, waktu bermain di film layar lebar AMAP, aku juga sudah pernah observasi ke yayasan tuna rungu."
Di sana, Dinda mengobrol dan memerhatikan cara para penyandang tuna rungu berinteraksi, menatap orang, dan berkomunikasi. "Sekarang, banyak di antara mereka yang sudah menjadi temanku dan suka mendatangiku ke lokasi syuting," cerita Dinda yang lahir di Palembang, 14 November 1996 ini.
Setiap hari harus belajar beradegan dengan bahasa isyarat, tak pelak berpengaruh juga pada kehidupan Dinda. Kadang tanpa sengaja, Dinda berkomunikasi dengan orang sekitarnya menggunakan bahasa isyarat. "Iya, jadi terbawa ke dunia nyata. Kadang kalau mama menyiapkan aku makan, aku bilang terima kasih tapi pakai bahasa isyarat. Atau, ada yang mengajak bicara, aku bilang 'iya' pakai gerakan tangan ha ha ha," papar dara berdarah Tionghoa - Palembang ini.
Dinda tak merasa terganggu dengan hal itu. Justru, putri pasangan Kemas Herman dan Hulwati Husna ini mengaku bangga. Menurutnya, tidak semua orang punya keahlian berbahasa isyarat. "Aku senang, karena menurutku itu sama seperti belajar. Enggak rugi, kok, mempelajari bahasa isyarat karena enggak semua orang bisa dan aku senang bisa mempelajari hal-hal baru serta langka."
Rezeki Muka Sendu
Bukan kali ini saja Dinda mendapat peran tak biasa. Di flm pertamanya, Surat Kecil Untuk Tuhan (SKUT), Dinda berperan sebagai Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke. Remaja yang mengidap penyakit langka dan baru pertama kali terjadi di Indonesia, Rhabdomyosarcoma alias kanker jaringan lunak. Demi film yang diangkat dari kisah nyata itu, Dinda rela menggunduli rambutnya untuk menggambarkan betapa parahnya penyakit yang diderita Keke.
Dalam film keduanya, AMAP, ia berperan sebagai Angel, gadis tuna rungu ber-IQ tinggi. Di film Seandainya, Dinda berperan sebagai Cinta, pengidap leukemia. Menurut Dinda, meski mendapat peran sebagai orang sakit, satu peran dengan peran lainnya tidaklah sama. "Semua karakter berbeda dan punya tantangan. Memerankannya pun tidak gampang."
Dinda memiliki teori mengapa ia sering mendapat karakter orang sakit atau berkebutuhan khusus. "Banyak yang bilang mukaku kayak orang sakit. Atau, mukaku sedih. Aku diam aja dikira mau nangis. Padahal, aku cuek, jutek, agak ketus, dan blakblakan," kata Dinda yang bangga selalu mendapat lawan main aktor-aktor kawakan seperti Alex Komang (SKUT), Surya Saputra (AMAP), dan Lukman Sardi (Semesta Mendukung).
Kendati demikian, Dinda berharap bisa mengembangkan lagi bakat beraktingnya. Ia ingin bermain di luar karakter yang selama ini ia perankan. "Kemarin aku dapat tawaran film action, tapi belum cocok jadwalnya. Aku pengin memerankan tokoh yang beda banget seperti psikopat. Supaya orang-orang bisa menilai bahwa aku bisa menjiwai karakter lain, enggak cuma peran sakit-sakitan aja," kata Dinda yang tak keberatan kepalanya kembali digunduli jika memang mendapat peran yang cocok.
Kalahkan Ribuan Pesaing
Perkenalan Dinda dengan dunia seni peran sebenarnya tidak direncanakan. Ketika masih duduk di kelas 6 SD, ia ikut mama yang mengantarkan kakaknya syuting FTV. Di lokasi syuting, kelincahan Dinda menarik perhatian sutradara. "Aku disuruh nyanyi. Untung, aku enggak malu-malu dan langsung berani nyanyi. Dari situ, aku mulai main sinetron. Sinetron pertamaku, Satu Cincin Dua Cinta. Aku main sebagai anaknya Irgi Ahmad Fahrezi dan Vonny Cornelia. Selanjutnya, aku rajin ikut casting," kenang Dinda.
Tahun 2010, Dinda mendapat tawaran casting untuk film SKUT. Pesaingnya pun berat dan banyak. Dinda masuk ke dalam 50 orang yang lolos casting, lalu digabungkan dengan peserta online casting yang berjumlah sekitar 3 - 5 ribu orang. Jumlah ini lalu mengerucut menjadi 450 orang dan diperkecil lagi menjadi 55 besar. "Sisa 2 orang dan langsung dibawa menemui keluarga almarhumah Keke. Ternyata mereka memilihku. Sejak saat itu, aku main film, FTV, dan sinetron."
Menemukan dunia baru, Dinda pun melupakan cita-citanya menjadi dokter, psikolog atau desainer. "Kata mama, enggak boleh tanggung-tanggung kalau kerja, harus pilih salah satu. Makanya selagi masih muda, aku pilih yang aku mau. Aku maunya berkarier di dunia seni peran dulu. Nanti baru terusin kuliah. Apalagi sekarang setiap hari bermunculan artis-artis baru. Sekarang ini, kesempatan aku lagi bagus makanya enggak aku sia-siakan," imbuh Dinda yang sudah lulus SMA sejak tahun 2012 silam.
Sri Isnaeni