Berburu Songket Palembang, Makin Tua Makin Mahal Harganya

By nova.id, Jumat, 22 Mei 2015 | 09:29 WIB
Berburu Songket Palembang Makin Tua Makin Mahal Harganya (nova.id)

Berburu Songket Palembang Makin Tua Makin Mahal Harganya (nova.id)
Berburu Songket Palembang Makin Tua Makin Mahal Harganya (nova.id)

"Foto: Hasuna / NOVA "

Fikri KoleksiBERDAYAKAN PEREMPUAN DAN ANAK PUTUS SEKOLAH

Dari luar, toko Fikri Koleksi (FK) yang terletak di Jalan Kiranggo Wiro Sentiko No 500 30 Ilir Palembang, terlihat kecil. Beberapa manekin yang mengenakan busana songket terlihat dari luar. Pengunjung akan menjumpai deretan baju songket yang dibuat dengan mesin dan beragam suvenir yang terbuat dari songket, misalnya blongsong, gantungan kunci, tas, dompet, topi, kipas, dan sebagainya. Namun, begitu masuk ke dalam, barulah pengunjung akan menyadari toko ini sangat luas dan memanjang ke belakang.

Toko yang berdiri sejak 1997 ini pada mulanya hanya menjual kerajinan khas Palembang buatan orang lain, seperti songket, jumputan, dan suvenir kecil. Prospek yang bagus membuat KGS. Bahsen Fikri, si pemilik toko, memutuskan memproduksi songket sendiri.

Usaha yang makin maju membuat Fikri membeli lahan secara bertahap di bagian belakang dan samping tokonya. Penenun songketnya pun kini sudah lebih dari 30 orang. Meski demikian, FK juga membantu para perajin yang menitipkan produknya di toko tersebut. "Kami juga memiliki sekitar 20 perajin tenun binaan di Desa Tanjung Lago, Kab. Musi Banyuasin," ujar Muhammad Hasan, kakak ipar Fikri yang dipercaya mengelola FK.

Motif songket FK bermacam-macam, semuanya merupakan sebagian dari ratusan motif songket yang sudah berkembang sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, tapi dikombinasikan. Misalnya motif Bunga Cina, Bintang Berantai, Limar, dan sebagainya. Pembuatan songket FK menggunakan bahan baku berkualitas bagus, sehingga menghasilkan songket yang bagus pula. Harga tenun songket Palembang yang ia jual bervariasi, mulai dari Rp1,8 juta-Rp50 juta. Yang harganya Rp50 juta, menurutnya, usianya sudah lebih dari seratus tahun.

Harga tenun songket Palembang dipengaruhi beberapa faktor, antara lain history atau sejarah dan bahan bakunya, termasuk benang sutera dan benang emas. Benang emas yang paling mahal adalah benang emas jantung, yang kini tak lagi diproduksi.

Konon, benang emas jantung memang menggunakan emas dan biasanya diimpor dari luar negeri. Harga tenun songket Palembang yang menggunakan benang emas jantung berkisar antara Rp10 juta-Rp30 juta per lembar.

Yang juga memengaruhi harga tenun songket Palembang adalah proses pembuatannya. Pembuatan songket sendiri memakan waktu sekitar tiga bulan, dimulai dari pencucian dan pewarnaan benang, pembuatan motif, hingga menenun.

"Orang Palembang biasanya mengenakan songket untuk acara pernikahan keluarga dekat. Sementara, orang Medan menggunakan songket untuk berbagai acara, termasuk kematian, pernikahan, arisan, dan pesta lainnya," tuturnya sambil menambahkan, pada zaman dulu songket merupakan suvenir bagi tamu-tamu kerajaan. Tidak untuk diperjualbelikan. Yang mengerjakan pun orang-orang khusus seperti permaisuri dan dayang-dayangnya, tidak boleh sembarang orang.

FK sendiri, selain menyediakan kain dan selendang, juga menyediakan baju untuk perempuan dan laki-laki, baik dewasa maupun anak-anak. "Sekarang mulai banyak kain songket yang dibuat dengan mesin atau kain print bermotif songket, sehingga harganya lebih terjangkau. Harga baju yang terbuat dari songket asli rata-rata di atas Rp1 juta, sedangkan yang dibuat dengan mesin harganya sekitar Rp 85.000," papar Hasan.

Asmi AstariINGIN PERTAHANKAN TRADISI

Sentra kerajinan tenun songket Palembang di Kawasan Tangga Buntung sudah sejak lama dikenal. Puluhan toko songket tersebar di kawasan itu. Beberapa di antaranya sudah memiliki nama besar dan dikenal hingga Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia. Antara lain, Zainal Songket, Cek Ipah, Fikri Koleksi, dan sebagainya.

Di sentra kerajinan tenun songket Palembang itu, tak sedikit toko yang bagian belakangnya menjadi tempat produksi tenun songket. Namun, banyak pula yang berproduksi di tempat lain atau dikerjakan di rumah para penenunnya. Salah satunya adalah toko Asmi Astari (AA). Toko yang namanya sama dengan nama pemiliknya ini terletak di Jalan Kiranggo Wiro Sentiko.

Sejak Aisyah Asmi Astari (27), anak keduanya belum lahir, Asmi Astari (50) sudah membuat songket.

Keterbatasan modal menjadikan Asmi hanya bisa menenun songket bila ada pesanan datang. Tahun 1996, Asmi mulai memiliki toko sendiri di tempat yang kini ia tempati dan punya karyawan. Kualitasnya yang bagus membuat songket hasil tenunan Asmi banyak disukai wisatawan, termasuk yang berasal dari Hongkong, Amerika, dan Brunei. Sebanyak 25 persen dari pembelinya merupakan wisman.

Biasanya, para pembeli menggunakan kain songketnya untuk berbagai acara, mulai dari pernikahan, wisuda, kematian, perpisahan sekolah, dan sebagainya. "Penggunaannya tidak lagi hanya untuk acara adat, melainkan sudah berkembang sesuai zaman," ujar Dede yang kini meneruskan usaha ibunya. Di tokonya, Dede menjual songket dengan harga berkisar mulai Rp900.000-Rp7,5 juta.

Untuk songket yang menggunakan mesin, harganya antara Rp350.000-Rp800.000. Sementara, harga tanjak (ikat kepala) untuk pengantin yang juga terbuat dari songket mulai Rp25.000-Rp750.000. Toko AA khusus menyediakan songket dalam bentuk kain, meski ada pula busana dari songket yang dicampur dengan kain lain yang dipajang. Namun, jumlahnya tidak banyak. "Nah, sejak dulu songket, kan, dipakai sebagai kain kebaya, bukan dibuat baju. Kami ingin mempertahankan tradisi itu, kecuali ada pesanan," tutur Dede.

Banyak motif songket yang dibuat AA, antara lain Naga Besaung, Cantik Manis, Limar, dan Durian Pecah. Selain memiliki 10 pegawai yang menenun di bagian belakang toko, AA juga mempekerjakan lebih dari 20 orang yang menenun di rumah.

Hasuna Daylailatu