Beda itu sah dan indah. Dengan prinsip itu, ST 12 yang berlatar belakang rock dan jazz tak malu-malu mengaku memilih jalur Melayu. Tapi jangan ditanya bagaimana beratnya perjuangan mereka sebelum memetik buah manis sekarang ini.
Lagu berbau Melayu? Rasa-rasanya mana ada anak muda yang sudi mendengarnya? Tapi Sabtu (2/8) malam, kelompok ST12 disambut dengan hangat di pelataran parkir Mal Margo City, Depok. Padahal, gerimis turun sejak sore.
Usai menyapa penonton, Ilham Febry alias Pepep (drum), Dedy Sudrajat alias Pepeng (Gitar), Muhammad Charly van Houten alias Charly (vokalis), mulai berdendang. Penonton pun ikut bernyanyi bersama kelompok musik asal Bandung ini. Antara lain, lagu Rasa Yang Tertinggal, yang sempat membuat juri Indonesian Idol, Titi DJ, menangis dan merinding ketika mengaudisi Aris "Idol". Juga lagu Putuskan Saja Pacarmu (Puspa) yang video klipnya dibintangi Luna Maya. Sukses ST 12 lumayan berliku. Yang jelas, mereka serius menekuni kariernya. bahkan sampai melakukan riset segala. Kelompok ini lahir 20 Januari 2005 meski para personelnya sudah cukup lama berkecimpung di dunia musik. Ada yang menjadi penyanyi kafe, ada pula yang pengamen. "Sebelumnya kami tak saling kenal. Semua terjadi begitu saja karena tanpa disengaja kami sering bertemu di studio milik Pepep," ungkap Charly. Yang dimaksud adalah studio rental di Jalan Stasiun Timur 12, Bandung, merangkap rumah Pepep. Dari situ pula nama ST12 berasal, kependekan dari (Jalan) Stasiun Timur 12. "Nama itu pemberian almarhum ayah saya, Helmi Azis," ujar Pepep.
RESEP NADA MINOR Dari hasil riset yang mereka lakukan, Pepep dan Imam akhirnya memutuskan memilih aliran Melayu. Charly dan Pepeng setuju bergabung. "Dari hasil riset kami, sukses lagu-lagu Peterpan, Sheila on 7, The Rock, bahkan Kangen Band, terletak pada pilihan nada-nada minor khas pop Melayu. Lagu-lagu jenis itu cenderung gampang dimainkan dan mudah dicerna." | Masih kata Pepep, ia dibuat kagum melihat reaksi masyarakat terhadap lagu Munajat Cinta milik Ahmad Dhani. "Yang paling nyata juga adalah Kangen Band, yang meskipun dinista, tetap laris karena musik mereka mudah dicerna. Ya, kami akan membuat lagu seperti itu," katanya.
Soal lagu yang berlaliran Melayu, keempat orang ini mengaku harus saling kompromi. Maklum, Charly menggemari jazz, Pepep suka jazz dan juga rock, sementara Pepeng tumbuh bersama musik rock. "Tapi kami sadar ada di musik industri. Bagaimana mau masuk industri kalau musik kami tidak bisa dijual?" tanya Pepep. Lagipula, dengan membawa aliran Melayu, ST12 ingin menembus dunia musik tanpa bersaing dengan yang sudah mapan. "Kalau kami bikin yang pop standar, sudah ada Ungu, mau buat dengan syair yang indah-indah sudah ada Dewa, dengan gaya cuek-cuekan sudah ada Slank. Kami benar-benar kerja keras untuk mencari pop Melayu ini," tambah Pepep dengan nada serius Jangan tanya bagaimana pusingnya mereka ketika harus mulai menjual lagu Melayu. "Di sebuah label besar, lagu demo kami dilempar padahal belum didengarkan." Kecewa dengan situasi itu, ST12 memilih jalur independen atau indie. "Kami sadar, cara itu memerlukan modal besar. Tapi Bismillah saja, konsep kami memang pop Melayu," kisah Pepep.
Belakangan, ST12 menemukan "jalur sutera" untuk mengenalkan sekaligus memasarkan karya mereka. Caranya, dengan titip edar di berbagai stasiun radio dan toko kaset. "Karena bujet kecil, akhirnya kami kerja rodi dengan mengunjungi berbagai stasiun radio dari satu kota ke kota lainnya. Setelah nyanyi, lalu wawancara. Begitu seterusnya selama beberapa bulan, lalu istirahat selama beberapa hari."
BERKAH COBAAN Cobaan mereka masih belum selesai. Saat road show dari Solo menuju Tasikmalaya melalui Semarang, Iman Rush mendapat serangan darah tinggi dan meninggal di Semarang. "Di malam hari sebetulnya Imam sudah mengeluhkan dadanya sakit. Ia pun tetap puasa, karena saat itu bulan Ramadan. Tak tahunya pagi hari Imam tidak sadarkan diri. Nyawanya tak terlong meski sudah dibawa ke rumah sakit. Imam mengalami pecah pembuluh darah otak. Dia meninggal karena kecapean," cerita Pepep. Hari itu juga mereka membawa jenazah Imam ke Bandung. Suasana duka menyelimuti perjlanan itu. Road show dihentikan.
Di saat mereka sedang mengumpulkan kekuatan untuk bangkit, sekitar tiga bulan kemudian Helmi Azis menyusul Iman. Seperti Iman, Helmi meninggal karena penyakit darah tinggi.
Ini jadi "pukulan" kedua buat ST 12, sebab selama ini Helmi jadi pendukung mereka di saat dalam segala. Ide titip edar ke stasiun radio datang dari Helmi, pun modal pembuatan album perdana yang mencapai Rp 500 juta. Kepergian dua orang yang berpengaruh di ST12 itu sempat membuat personel yang lain kehilangan semangat. "Tapi kami secara perlahan akhirnya bangkit kembali. Kami bertekad agar perjuangan Iman dan Helmi Azis tidak sia-sia begitu saja," ucap Pepep.Tanpa sengaja, ST12 menemukan cara titip edar yang baru, yakni lewat stasiun yang mengkhususkan pada musik dangdut karena di radio sebelumnya mereka selalu dipandang sebelah mata. "Ini jalan yang diberikan Tuhan. Radio dangdut justru memiliki rating lebih tinggi dibanding radio-radio segmen. Pendengarnya yang berada di pelosok jadi pangsa ST12. Makanya, ketika kami melakukan promosi album pertama, enggak ada di teve. Kami lebih banyak show di daerah. Banyak band-band terkenal kalau show di kota kecil tidak seramai show ST12," kata Charly bangga.
Sukses di album perdana, Jalan Terbaik, membuat mayor label Trinity menggaet ST12. Kini ST12 sudah menjelajah nusantara. Album pertamanya ditaksir terjual sampai 400 ribu keping. Bahkan untuk versi ring back tone (RBT), lebih laku lagi. Lagu Puspa yang kini sering terdengar di mana-mana pun, kini mengiringi keberhasilan album kedua ST12 yang didedikasikan buat almarhum Iman.
Mereka telah menuai buah manis dari bibit yang disemai di tanah tandus.Tumpak Sidabutar
Foto : Ahmad Fadillah