Veny Lie Piano & Cinta untuk Anak Berkebutuhan Khusus

By nova.id, Sabtu, 22 Juni 2013 | 00:24 WIB
Veny Lie Piano Cinta untuk Anak Berkebutuhan Khusus (nova.id)

Lama-kelamaan, murid saya kian bertambah. Usai kuliah, saya memberi privat di kawasan Green Garden, kawasan Jakarta Kota, dan sebagainya. Ke mana-mana, saya naik angkutan umum. Sehari bisa pindah ke tiga tempat. Biasanya sampai rumah sudah jam 21.00 malam. Capek, sih, tapi saya senang.

Lalu tahun 1997, saya berhasil menyelesaikan pendidikan. Sempat jadi guru musik juga di lembaga kursus musik, tapi kemudian mengundurkan diri dan memutuskan konsentrasi mengajar kursus sendiri sejak 1999. Kebetulan, sebagian besar murid saya yang berjumlah 50-an, tinggal di kawasan Kelapa Gading. Saya pun konsentrasi mengajar di Kelapa Gading sampai akhirnya punya rumah di sana.

Berapa usia murid-murid Anda?

Beragam, mulai dari TK sampai ibu-ibu. Namun untuk ibu-ibu tak sampai kuti ujian. Untuk anak-anak dan remaja, ada ujiannya. Saya bekerja sama dengan salah satu lembaga internasional. Ketika membuka kursus, saya sudah punya mimpi bikin konser. Awalnya, konser mini di rumah orangtua murid, kemudian saya berhasil menyelenggarakan konser di gedung.

Seiring waktu, jumlah murid saya makin banyak. Capek juga kalau harus mendatangi rumah mereka. Setelah menikah tahun 2002, saya memutuskan buka privat di rumah. Ternyata, animo masyarakat tak berkurang. Bahkan, murid saya mencapai lebih 100 orang. Tentu saya tak bisa lagi sendiri. Saya merekrut asisten yang saya ambil dari murid berbakat saya. Ternyata terus berjalan lancar, sampai sekarang saya punya 15 asisten. Saya juga menambah kursus biola dan gitar.

Sejak kapan mulai menerima murid berkebutuhan khusus?

Awalnya tak sengaja. Tahun 2003, salah satu orangtua murid mengatakan, "Mau enggak menerima anak autis? Menurut dokter, salah satu terapi untuk anak autis adalah menggunakan musik," ujarnya. Ternyata, ibu ini punya anak umur 3 tahunan yang autis. Tanpa pikir panjang saya jawab, "Silakan, ajak ke sini." Saat itu, saya belum paham apa itu autis.

Saya baru tahu, ternyata anak bernama Riko itu tak bisa diam. Panjat sana, panjat sini. Saya sempat bingung, kok, Riko enggak bisa diam. Jangankan latihan piano, duduk saja dia enggak bisa. Mamanya menjelaskan, begitulah kebiasaan anaknya. Di hari pertama, dia enggak bisa duduk sama sekali. Bukannya memberi kursus, saya malah jagain dia seharian.

Henry Ismono