Asmara di Kubikel

By nova.id, Selasa, 12 April 2011 | 07:37 WIB
Asmara di Kubikel (nova.id)

Asmara di Kubikel (nova.id)

"Foto: Agus Dwianto "

Diana sudah setahun ini men-jomblo. Menjelang 29 tahun, dia merasa sudah saatnya mencari jodoh. Saking sibuknya, satu-satunya tempat pencarian adalah tempat kerja. Selain lebih mudah bertemu, lingkungan kerja sudah dikenal luar dalam sehingga rasa cemburu bisa diminimalisir. Namun, semuanya itu tidak semudah yang dibayangkan Diana. Setelah menjalin hubungan beberapa bulan dengan kekasihnya, Diana justru mengalami beberapa rangkaian masalah dengan atasan dan beberapa rekan kerjanya.

Komentar Negatif

Masalah yang dialami Diana ini selaras dengan yang disebutkan dalam survei careerbuilder.com (2009). Meski mayoritas pekerja (76 persen) berpikir, office romance sudah bisa diterima atau menjadi hal yang biasa jika dibandingkan 10 tahun lalu. Namun, dalam survei yang lebih mendetail, sebanyak 75 persen responden mengaku masih sulit menerima jika office romance terjadi antara atasan dan bawahan.

Secara afeksi, memang tidak ada yang salah jika seorang CEO atau salah satu direksi jatuh cinta kepada bawahannya. Namun secara profesional, ada hal-hal yang harus dipertimbangkan terkait apakah jalinan hubungan tersebut akan dilakukan secara terbuka atau tidak.

Harus disadari juga bahwa interaksi tersebut membuka peluang rumor dan hal negatif lain. Misalnya, ketika bawahan mendapat tugas menangani proyek bernilai besar dari atasannya (yang notabene kekasihnya), tanggapan negatif dari dari rekan kerja dipastikan akan muncul. Padahal sebenarnya Sang Bawahan memang memiliki kemampuan untuk menangani proyek tersebut. Atau, kalau proyek itu gagal dan mengalami kendala, orang sekitarnya pasti akan berkata, "Makanya jangan pilih orang karena kedekatan saja."

Oleh karena itu, pengelolaan emosi menjadi tantangan tersendiri. Interaksi sosial yang intensif seringkali seperti pedang bermata dua, karenanya keduanya perlu menyikapinya secara bijak. Pasalnya, dalam lingkungan kerja setiap orang berharap kinerjanya yang dinilai, bukan lainnya.

Tak Perlu Sembunyi

Ardiningtiyas Pitaloka dari www.konsultankarir.com menambahkan, interaksi antar individu di kantor memang mengandung derajat dan intensitas afeksi yang lebih dari interaksi lain (persahabatan, misalnya). Uniknya dari sekian banyak konsultasi yang diterima situs ini, masalah justru datang dari atasan yang kebingungan "mendamaikan" kedua anak buahnya yang berpacaran. Akhirnya atasan harus melakukan intervensi dan pendekatan secara personal.

Nah, sebelum atasan "terpaksa" terlibat dalam urusan asmara, sebenarnya yang harus Anda lakukan ketika menjalin hubungan spesial dengan sejawat itu mudah. Yaitu, "membiarkan" hubungan tersebut berjalan apa adanya. Tak perlu membuat "pengumuman khusus" namun juga jangan mengingkari ketika ada yang mengetahui dan menanyakannya. Kecuali, jika keduanya memang memilih untuk menutupinya hingga ke jenjang pernikahan yang sebaiknya berdasarkan pertimbangan kepribadian (menyangkut pola interpersonal tiap pasangan) dan lingkungan kerja.

Tetap Profesional

Nah, ketika office romance sudah terjadi, Anda harus ingat bahwa pertukaran informasi profesional antar rekan kerja dan atasan menjadi kebutuhan utama. Di luar informasi itu, semuanya menjadi tanggung jawab personal, baik itu soal pertemanan, persahabatan, maupun percintaan.

Jadi, selama menjalani hubungan tersebut, bekerjalah dengan tetap menjaga profesionalitas. Caranya, posisikan diri dan pasangan sebagai rekan kerja dan kedua pihak harus menyadari dan saling mengingatkan akan posisi mereka sebagai pasangan kekasih dan rekan profesional.

Dengan berhubungan secara profesional, keterbukaan bisa diraih. Misalnya, mendapatkan kritik yang jujur dari pasangan terkait pekerjaan yang bisa didiskusikan di balik layar. Sayangnya yang terjadi pada awal hubungan justru kritik sangat minim dan gencar pujian. Padahal jika ingin hubungan profesional tetap terjaga, Anda bersama pasangan harus tetap terbuka.

Kenali Karakter

Mengenal karakter pasangan lebih dalam sangatlah penting. Misalnya begini, Si Pria merupakan tipe lelaki yang senang bersosialisasi dengan teman kantornya. Sedangkan Si Wanita lebih senang dengan lingkungan sosial yang terbatas. Selama mereka berteman, kebiasaan keduanya tidak menjadi masalah satu sama lain.

Namun setelah berpacaran, hal ini bisa menjadi persoalan bagi Si Wanita yang tidak suka pasangannya terlalu dekat dengan orang lain. Jika tidak segera diatasi dan dikomunikasikan, hal ini bisa menjadi sumber konflik baik di antara pasangan maupun rekan kerja. Kesalahpahaman ini bisa merambat pada mood dan nuansa kerja, bahkan bisa juga memengaruhi produktivitas atau penurunan performa kerja. Jika ini yang terjadi, ingat poin awal yaitu sikapi dengan tepat, proporsional, juga profesional. Jika ketiga poin ini diikuti, tidak masalah berpacaran dengan rekan kerja atau atasan. Good luck with your office romance, ladies!

 Ester Sondang