Tahukah Anda, sekitar 0,5% - 1% penduduk dunia menderita skizofrenia. Penyakit jiwa ini juga paling banyak muncul di usia produktif dan merupakan akumulasi dari banyak faktor. Secara statistik, perbandingan jumlah penderita skizofrenia laki-laki dan perempuan adalah 1:1. Sementara itu, jumlah pengidap depresi perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 2:1.
Menurut Dr. Tun Kurniasih Bastaman, MD, Psychiatrist., Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, skizofrenia merupakan penyakit jiwa terberat dan kronis di mana penderita memiliki gangguan dalam memproses pikirannya. Alhasil, timbul halusinasi, delusi, pikiran yang tidak jelas, serta tingkah laku atau bicara yang tidak wajar.
Nah, gejala pertama skizofrenia biasanya muncul di masa remaja atau dewasa muda. Namun, ada pula yang baru muncul saat seseorang berusia di atas 40 tahun. "Gejala-gejala ini dikenal sebagai gejala psikotik yang menyebabkan penderita skizofrenia kesulitan berinteraksi dan menarik diri dari aktivitas sehari-hari dan dunia luar," jelas Tun. Bila periode awal psikosis ini tidak ditangani, gejala negatif akan memburuk. Artinya, intervensi sejak dini akan memberikan hasil yang lebih baik.
Kurang Motivasi
Secara medis, ada beberapa gejala skizofrenia. Pertama, gejala positif seperti delusi dan halusinasi. Delusi misalnya, menganggap diri sebagai utusan Tuhan dan memiliki keyakinan yang tidak sesuai realitas. Dan, halusinasi adalah pengindraan yang tidak sesuai rangsang indra. Misalnya, tidak ada rangsang suara, tapi merasa mendengar suara. Atau, melihat monster, liliput, atau iblis. "Orang dengan skizofrenia biasanya bisa menggambarkan apa yang mereka 'lihat'," jelas Tun.
Gejala kedua adalah gejala negatif yang meliputi anhedonia alias tidak memiliki perasaan nikmat atau senang, afekdatar alias tidak ekspresif atau raut datar, kurangnya motivasi, menarik diri, dan alogia atau kurangnya kemampuan bicara.
Orang dengan skizofrenia juga kurang motivasi, sehingga sering dianggap pemalas. "Orang dengan skizofrenia ibarat lilin yang hampir padam. Mereka tidak kreatif dan logikanya tidak nyambung," jelas Tun.
Gejala lain adalah keterbatasan fungsi yang berhubungan dengan bekerja atau sekolah, hubungan interpersonal, dan kemampuan mengurus diri. Orang dengan skizofrenia juga mengalami defisit kognisi, seperti tidak ada perhatian, hilang memori, kelancaran kosa kata berkurang, dan kemampuan berbahasa yang sangat terbatas. Mereka juga mengalami disharmonisasi dalam hal berbicara dan berperilaku.
Gangguan mood, seperti perasaan sedih, cemas, agresif, dan hasrat untuk bunuh diri adalah gejala berikut. "Biasanya, hasrat untuk bunuh diri ini muncul kepada orang-orang yang memiliki tingkat pendidikan agak tinggi. Mereka merasa sangat terganggu, putus asa dan ingin mati saja," lanjutnya.
Menurut Tun, perasaan cemas bisa dibilang "cikal bakal" skizofrenia. Tentu saja, rasa cemas masih normal jika tidak mengganggu produktivitas dan kehidupan sehari-hari, justru bisa jadi motivasi. Perasaan sedih juga bisa menjadi awal depresi, yang merupakan gejala skizofrenia. Pasalnya, salah satu ciri depresi adalah tidak bisa dihibur. "Contohnya, jika seseorang sedih karena kehilangan uang, sedihnya akan hilang begitu uangnya diganti. Tapi, penderita skizofrenia tetap akan merasa sedih. "
Bisa Diobati