Tradisi Unik Jelang Paskah: Memandikan Patung dan Salib Peninggalan Portugis

By nova.id, Sabtu, 4 April 2015 | 06:05 WIB
Tradisi Unik Jelang Paskah Memandikan Patung dan Salib Peninggalan Portugis (nova.id)

TabloidNova.com - Hari Raya Paskah jatuh pada Minggu (5/4). Namun perayaan Paskah sudah berlangsung mulai hari ini, Sabtu (4/4). Apa saja tradisi unik menjelang Paskah yang dilakukan masyarakat Indonesia?

Taniu Uisneno atau kegiatan memandikan patung-patung dan salib suci serta benda kudus lainnya yang berasal dari Portugis merupakan ritual pembersihan dan penyerahan diri kepada Sang Khalik sekaligus ungkapan rasa syukur atas nikmat dan berkat yang diperoleh dalam satu tahun perjalanan hidup.

Tradisi unik menjelang Paskah ini masih tetap dilakukan oleh umat Katolik di Kote, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT). Kegiatan ini dilakukan pada Kamis Putih atau memasuki Tri Hari Suci menjelang Paskah untuk mengenang wafatnya Yesus Kristus.

Tradisi unik menjelang Paskah yang mungkin menjadi satu-satunya kegiatan keagamaan dan wisata rohani di NTT ini sudah berlangsung lama sejak abad ke-19, dan digelar secara turun temurun oleh warga setempat yang masih memiliki hubungan kekerabatan yang kental.

Letak Kampung Kote sendiri sekitar 180 kilometer sebelah Timur Kota Kupang atau 17 kilometer arah Selatan Kefamenanu, ibukota Kabupaten TTU. Kurang lebih jaraknya 1,5 kilometer arah Barat dari kantor Camat Noemuti yang berada persis di jalan Trans Internasional, Kupang, menuju Timor Leste.  Untuk mendatangi Kote dan mengikuti secara langsung perayaan Taniu Uisneno, Kamis (2/4/2015) pagi, Kompas.com dan rekan bergerak dari Kefamenanu dengan menggunakan kendaraan roda menuju Kote. Sebelum sampai ke Kote, Kompas.com bersama pengendara kendaraan bermotor lainnya harus melewati jalan beraspal dan berlubang serta menyeberang sungai Noemuti yang memiliki arus cukup deras.

Di sini, pengendara harus ekstra berhati-hati. Sebenarnya, terdapat jembatan permanen yang menghubungkan Fatumuti-Kote sudah dibangun sejak lima tahun lalu. Namun, hingga kini, yang ada hanya tiang-tiang beton dan belum semua sambungan badan jembatan di atasnya yang sudah terpasang, praktis jembatan itu pun nyaris menjadi mubazir.

Setelah susah payah menyeberang Sungai Noemuti, Kompas.com akhirnya sampai ke Kote dan bertemu dengan Apao Ume Ken Uf, Viktor Manbait. Di Kote, terdapat 29 Ume Mnasi Ume Uisneno atau rumah Tuhan tempat disimpannya benda-benda kudus, salah satunya adalah Ume Ken Uf.

Proses Taniu Uis Neno di Ume Mnasi atau memandikan benda-benda kudus di rumah Tuhan  diawali dari pukul 07.00 Wita saat petugas membunyikan lonceng sebagai tanda persiapan acara dimulai. Selanjutnya, seluruh petugas berdiri di depan gereja, kemudian "omong" adat oleh para tokoh adat, dilanjutkan pemberkatan oleh Pastur.

Selanjutnya, para petugas pengambil air lalu turun ke kali untuk mengambil air dan kembali ke gereja agar air itu diberkati oleh Pastor. Kemudian, mereka kembali ke Ume Mnasi untuk memandikan semua benda suci. Air dari hasil pembersihan patung-patung religi itu digunakan untuk membasuh wajah, badan, kaki dan tangan anggota Ume Mnasi sebagai lambang pembersihan diri dan membawa kedamaian.

"Cara membersihkan benda-benda suci itu dengan memakai air dan minyak serta alat yang digunakan untuk membersihkan yakni ampas dari tebu dan kapas. Kemudian sisa air yang digunakan untuk membersihkan benda suci dipakai untuk membasuh wajah, tangan dan kaki, tiap anggota suku," kata Viktor Manbait, Kamis siang.

Setelah prosesi Taniu Uisneno, dilanjutkan dengan kegiatan lainnya yakni pengumpulan persembahan hasil usaha berupa buah-buahan di Ume Mnasi oleh tiap anggota suku Ume Mnasi atau dalam bahasa setempat disebut "Bua Pa" dan pengumpulan buah-buahan ke Ume Mnasi lainnya yang memiliki ikatan kekerabatan (Bua Loet).

Setelah semua proses ritual Taniu Uisneno selesai, semua anggota suku mempersiapkan diri untuk mengikuti misa perayaan kamis putih di gereja setempat yang berlangsung pada malam hari.

Penempatan benda kudus itu diikuti pula dengan sebuah tradisi penumbuhan iman melalui doa bergilir dari satu rumah adat ke rumah adat Ume Mnasi. Itulah yang disebut Kure. Sampai saat ini, tradisi Kure masih dipertahankan oleh anak cucu dari suku-suku yang ada di Kote.

Berdasarkan sejarah Kote, pada masa penjajahan, Kote adalah wilayah jajahan Belanda, sebelum akhirnya diduduki Portugal yang dibarterkan dengan Pulau Mautakar, salah satu daerah di Timor Leste sekarang.

Tentara Portugal (Topasis) yang datang bersama Imam Katolik Dominikan, kemudian memperkenalkan dan menyebarkan agama Katolik yang mereka anut ke penduduk Kote. Salah satu peninggalan para imam Dominikan dalam misi penyebaran imam Katolik adalah menempatkan patung-patung kudus dan benda-benda devosional di Ume Mnasi yang kemudian disimpan oleh semua anak suku Ume Mnasi hingga sekarang dan diperingati setiap tahun dengan nama Kure.

Kompas.com/Sigiranus Marutho Bere