Sisca Soewitomo 2): "Bintang Panas" Tanpa Gosip

By nova.id, Sabtu, 20 November 2010 | 17:06 WIB
Sisca Soewitomo 2 Bintang Panas Tanpa Gosip (nova.id)

Pernah, dengan disponsori World Food Organization, sebuah lembaga makanan internasional, aku berdemo masak untuk keluarga Kapak Merah, yang konon terkenal karena tindak kriminalnya. Namun, aku tak mau pandang bulu. Bagaimana pun, mereka juga punya anak-anak yang harus diberi makan, bukan? Rupanya, saat datang ke pemukiman mereka yang padat itu, kulihat penuh balita di sana.

Yang mengharukan, Ketua RT setempat mengumumkan agar para ibu yang akan menghadiri demo masak harus mandi terlebih dulu. Rupanya, di sana ketersediaan air jadi masalah tersendiri. Toh, tetap saja mereka banyak yang hadir dan antusias mengikuti jalannya demo masak. Saat itu, aku membawakan resep BCA alias Bubur Ceker Ayam. Masakan ini bergizi tapi murah, sehingga tetap terjangkau mereka.

Usai berdemo, semua perlengkapan yang kubawa diperebutkan mereka, kecuali kompor. Ada yang minta panci, wajan, dan sebagainya. Aku memang bertekad untuk pulang tanpa membawa apa pun, kecuali kompor. Aku justru senang mereka antusias. Lucunya, menjelang pulang, mereka berpesan agar aku melapor kepada mereka jika sewaktu-waktu ada yang menodongku di perempatan lampu merah.

Dokter di Dapur

Selain berdemo, aku juga sempat menjadi kontributor resep secara mingguan di sebuah harian nasional, mengasuh rubrik di sebuah media portal selama dua tahun, menulis buklet dan resep pesanan untuk berbagai perusahaan makanan. Salah satunya antara lain pernah dimuat di Tabloid NOVA selama tiga tahun. Lalu, aku beberapa kali membintangi iklan produk makanan.

Aku juga membagi ilmu lewat buku resep. Sampai kini, sudah 72 seri buku resep yang kutulis dan bisa didapatkan di toko buku. Sebanyak 10 buku di antaranya dibeli hak ciptanya oleh penerbit Malaysia dan diterbitkan di sana dalam bahasa Melayu.

Meski teman-temanku kini banyak yang jadi profesor dan dokter terkenal, aku tak minder. Toh, cita-citaku menjadi 'dokter' juga tetap tercapai. Dokter dapur, maksudku. Ha..ha..ha.. Semua ilmu yang kudapat, tentu menambah wawasanku dalam meramu resep. Ideku mencipta resep kudapatkan dari ilmu dasarnya, yaitu bumbu. Negara kita ini kaya akan bumbu yang bisa diramu menjadi ribuan resep. Yang penting, ada formula balance alias keseimbangan bahan baku dalam satu resep. Indonesia juga kaya akan rempah daun.

Ingat, kan, jauh-jauh Belanda datang menjajah Indonesia di zaman dahulu untuk mendapatkan rempah-rempah? Tak hanya itu, laut Indonesia juga kaya akan hasil lautnya. Semua paduan ini membuatku mudah menciptakan resep dalam waktu singkat. Aku juga beberapa kali mendapat penghargaan di bidang yang sangat kunikmati ini. Namun, aku tak pernah berhenti belajar. Ilmu yang kumiliki sebetulnya belum seberapa.

Itu sebabnya, mottoku adalah aku tak mau sombong. Aku belajar dari siapa saja. Aku justru terharu bila ilmu yang kubagikan bermanfaat bagi orang lain. Tak jarang, ibu-ibu yang datang di demo masakku mengatakan, ia berhasil mendapat penghasilan tambahan dari berjualan makanan berdasarkan resepku. Tak terkira senangnya aku.  

Ditinggal Belahan Jiwa

Dekat dengan para ibu membawa berkah tersendiri. Pernah, saat sedang syuting untuk demo di teve, seorang nenek datang dan memberikan semua koleksi resepnya padaku. Ada pula penggemar yang tiap tahun mengirim sesuatu. Karena aku suka ayam, banyak pajangan ayam dari berbagai tempat, bentuk, dan ukuran yang kudapat dari teman-teman atau kubeli.

Oh ya, saat ulangtahun ke-60 lalu, aku merilis buku lagi. Di acara yang diadakan di hotel berbintang lima dengan banyak sponsor itu, aku mengundang rekan-rekan yang dulu berhubungan dengan pekerjaanku. Sayang, suamiku tak bisa hadir saat itu karena ia sudah meninggal tujuh tahun silam pada usia 59 tahun. Suamiku memang mengidap diabetes, tapi menjelang meninggal ia justru sedang tak sakit. Ia hanya muntah sebentar, setelah itu kesehatannya langsung drop.

Aku yang menungguinya di kamar, tak tega melihatnya sakit seperti itu. Kubisikkan di telinganya, jika ia mau pergi, silakan karena aku sudah bisa menutup jendela. Selama ini, suamiku memang selalu khawatir aku lupa menutup jendela dan pintu rumah setiap aku mau pergi. Setelah mendengar bisikanku, suamiku menutup mata untuk selamanya. Meski sebetulnya ikhlas, tak urung aku sedih luar biasa.

Aku kehilangan suami, sekaligus sahabat yang hangat, kekasih, dan belahan jiwaku selama 30 tahun kami menikah. Apalagi, ia selalu mendukung karierku selama ini, sehingga aku bisa menjadi seperti sekarang. Aku yang sebetulnya harus berdemo untuk NOVA di Bekasi keesokan harinya, membatalkan acara itu. Kini, aku hanya memiliki anak-anak yang dulu kami didik bersama dengan baik.

Untunglah, kini aku punya tiga cucu yang menghiburku dan bisa kuajak main kala senggang. Mereka dan anak-anakku juga senang memasak. Kegiatanku kini, semuanya tetap berjalan, di samping mengadakan kursus masak untuk anak-anak setiap liburan. Aku juga punya warung kecil di food court Mal Kelapa Gading 5. Berikutnya, aku berencana menjadikan rumahku sebagai rumah makan. Doakan segera terwujud, ya.

 Hasuna Daylailatu