Priskilla Smith Jully, Ibu Bagi Orang Terbuang (1)

By nova.id, Kamis, 21 Oktober 2010 | 17:22 WIB
Priskilla Smith Jully Ibu Bagi Orang Terbuang 1 (nova.id)

Setelah menjadi aktivis gereja saya hidup merantau. Dari Jambi kota kelahiran saya kemudian ke berbagai kota dan terakhir ke Semarang.

Lalu, bagaimana kisah di balik berdirinya School of Life (SoL)?

Awalnya saya mengikuti pendidikan karakter di Ungaran (Jateng) pada 2004. Salah satu pembicaranya seorang dosen dari Amerika Serikat. Dia bercerita tentang bagaimana mengelola Dream Center. Dream Center adalah "rumah" bagi orang-orang terbuang dan merasa tak punya harapan hidup lagi.

Di Dream Center mereka ditampung, diberi pendidikan dan harapan, hingga akhirnya mereka mampu mandiri dan percaya diri. Mendengar tentang Dream Center, hati saya tergugah. Tapi, saya pikir enggak mungkin saya membuatnya. Itu butuh biaya banyak. Saya tidak bekerja dan di Semarang saya enggak punya siapa-siapa.

Lantas?

Tak lama berselang, saya diterima bekerja sebagai penyiar di radio rohani (Rhema). Sebelumnya saya harus mengikuti sebuah training dan berkompetisi dengan orang-orang normal. Nah, dari penghasilan saya sebagai pemnyiar radio, saya bisa membayar kamar kos di Semarang.

Tanpa disengaja, di penghujung 2005 saya bertemu Merry, wanita lumpuh yang baru saja menjadi yatim piatu. Inilah awal saya mulai menampung orang. Saya tak tega melihat Merry hidup sebatang kara. Tanpa pikir panjang, saya langsung mengajaknya tinggal bersama di kamar kos saya. Risikonya, saya harus mengeluarkan biaya hidup tambahan.

Diizinkan oleh pemilik kos? 

Ibu kos saya tidak mengizinkan kamar untuk 1 orang diisi 2 orang, jika tak ada tambahan uang. Lalu, saya berjualan kebutuhan anak kos di depan kamar. Misalnya, sampo, sabun. Merry lah yang menjaga "warung" itu. Setelah Merry, saya menampung wanita buta akibat gagal operasi, ditinggal tunangannya, dan dikucilkan keluarganya. Selanjutnya ada 2 wanita lagi, sehingga saya harus berjualan juga di kantor radio.

Ahmad Tarmizi / bersambung