Jeri Novaro Sumual dari Kompartemen 99 Dolphin Therapy mengungkapkan, terapi lumba-lumba (TLL) untuk anak-anak berkebutuhan khusus telah lama diselenggarakan di Amerika. Penelitian di Miami dan Florida menunjukkan adanya dampak positif dari terapi lumba-lumba ini. Salah satunya adalah yang dilakukan psikolog Prof. David Nathanson dan ahli saraf David Cole dari Florida International University.
Dalam situsnya, Nathanson dan Cole mengungkapkan adanya perubahan yang cukup signifikan pada otak manusia sebelum dan sesudah ia berinteraksi dengan lumba-lumba. "Sel-sel saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi lebih relaks ketika mendengar suara lumba-lumba." Kondisi inilah yang membuat TLL dinilai efektif untuk anak berkebutuhan khusus.
Selain itu, gelombang suara yang dikeluarkan lumba-lumba juga cukup berpengaruh terhadap terapi. Lumba-lumba bernapas lewat lubang di atas kepalanya. Di bawah lubang tersebut, terdapat kantung-kantung kecil berisi udara yang fungsinya mirip sonar. Aliran udara yang mengalir dalam kantung-kantung tersebut mampu menghasilkan suara dengan nada tinggi. Kemudian suara ini dikeluarkan secara putus-putus hingga gelombangnya terpantul kembali saat berbenturan dengan berbagai permukaan di sekitarnya.
Nah, dengan kemampuan menghasilkan gelombang sonar itulah lumba-lumba lantas dipercaya oleh Cole bisa mengubah susunan metabolisme tubuh manusia. "Di dalam tubuh, gelombang suara lumba-lumba yang diterima mampu melepaskan hormon endorfin yang berfungsi menghalau ketegangan."
Mengingat anak-anak umumnya merasa senang dan relaks saat bermain dengan hewan yang jinak, bermain air, dan mendengarkan musik/suara yang menyenangkan, maka TLL bisa efektif.
Lumba-lumba memang termasuk hewan yang jinak dan bersahabat. Anak yang baru datang ke kolam akan langsung "disapa" dengan anggukan atau gerakan-gerakan tertentu.
KENALKAN AIR LEWAT HIDROTERAPI
Namun, tentu saja terapi lumba-lumba hanya boleh dilakukan atas rekomendasi ahli. Terutama jika sebelumnya si anak tidak mengenal "dunia air". Alih-alih terapi berjalan efektif, si anak malah bisa trauma dibuatnya. Kalaupun rekomendasi itu diberikan, sebelum mengikuti TLL, anak mesti berkenalan dulu dengan air atau menjalani hidroterapi.
Awalnya, anak diminta menyentuh dan menyiprat-nyipratkan air ke sekelilingnya. Pada tahap berikut anak akan dikenalkan pada air yang diguyurkan. Lewat tahapan-tahapan ini, terapis akan melihat bagaimana respons anak. "Jika anak terlihat senang, bisa dilanjutkan dengan tahap selanjutnya, yakni anak dipegangi lalu diajak ke kolam yang tidak terlalu dalam.
Selain itu, anak juga mesti mengenal baik siapa terapis dan pelatih lumba-lumba yang akan mendampinginya. Dengan begitu, anak tidak canggung lagi ketika berhadapan dengan mereka di tempat terapi. Begitu juga dengan kehadiran si lumba-lumba. Jangan pernah menyuruh anak langsung berenang bersama hewan tersebut. Anak harus mendapat kesempatan mengamati terlebih dulu tingkah laku hewan itu, termasuk bagaimana caranya berenang, menyelam dan muncul di permukaan air. Setelah itu, barulah ajak anak berinteraksi dengan lumba-lumba. Entah cuma dengan memegang, memeluk atau mengusap-usap punggungnya.
Agar hasilnya optimal, sebaiknya libatkan para pakar seperti terapis, psikolog, dokter anak, dan lain-lain. Jangan sampai proses terapi yang membutuhkan biaya tidak sedikit ini lantas sia-sia. Ingat, penanganan masing-masing anak harus bersifat individual.