Wah, Si Kakak Sudah Puber! (2)

By nova.id, Kamis, 10 Februari 2011 | 17:04 WIB
Wah Si Kakak Sudah Puber! 2 (nova.id)

Pendidikan Seks

Pendidikan seks untuk anak harus dimulai sejak anak balita. Misalnya, pengenalan tentang anggota tubuh, bagaimana anak merawat alat vitalnya (misalnya, cebok setelah buang air besar/kecil), dan beritahu anak kalau di tubuh mereka terdapat bagian sensitif di mana bagian itu tidak boleh disentuh terutama oleh orang lain.

Anda juga harus mengajarkan anak untuk menghargai dirinya sendiri. Misalnya, jika anak kerap menjadi bahan ledekan karena wajahnya berjerawat atau karena tubuhnya yang terbilang gemuk, sehingga ia merasa minder dan malu dengan tubuhnya. Ini bukti kalau lingkungan juga bisa mempengaruhi cara pandang anak.

Bagaimana cara mengajarkan anak untuk menghargai dirinya sendiri? Ajarkan anak untuk melihat kelebihannya, jangan kekurangannya saja. Dan, jika anak tak mahir dalam hal tertentu, seperti tidak rangking di sekolah, eksplor kelebihan mereka di bidang lain.

Terakhir, hargai privasi anak. Gambarannya seperti ini, jika orang tua rajin membekali (belajar) dirinya tentang bagaimana merawat anak bayi/balita sebelum anaknya lahir, yang sering terlupakan oleh orang tua adalah belajar bagaimana membimbing anak remaja. Menyikapi kebutuhan anak remaja dengan anak bayi/balita sangatlah berbeda. Oleh karena itu, perlakuan dan cara bicaranya juga beda.

Anak yang sudah puber biasa sudah mulai menuntut "ruang pribadi". Inilah yang harus orang tua hargai. Jangan lagi orang tua tiba-tiba masuk kamar anak, duduk-duduk, dan membuka buka tas anak seenaknya. Ketika mereka masih kecil, tindakan ini bisa saja dilakukan orang tua, tapi ketika mereka beranjak remaja, mereka sudah mulai merasa harus mempunyai daerah pribadi yang tidak boleh disentuh orang lain, tidak terkecuali orang tua.

Nah, sudah siap mengawal buah hati menyongsong masa pubernya?

Jauhkan dari Fast Food

Pada anak-anak yang pubertas, biasanya volume makannya bertambah menjadi dua kali lipat dari biasanya. Pasalnya aktivitas mereka meningkat dan terjadi perubahan pada kebutuhan hormonal yang tinggi. Makanya, anak membutuhkan protein, karbohidrat, dan lemak yang lebih tinggi.

Tapi, dalam pemilihan bahan baku, jangan sampai asal-asalan. Jauhkan anak dari makanan yang mengandung hormon tinggi seperti daging atau ayam cepat saji yang menerima suntikan hormon (supaya cepat besar), karena hormon itu, jika masuk ke tubuh anak, dapat memicu pubertas dini pada anak.

Simak dampak pubertas dini pada anak berikut ini:1.  Pertumbuhan tinggi anak terhenti karena terjadinya penutupan lempeng pertumbuhan tulang.2. Berisiko tinggi terkena kanker payudara karena paparan estrogennya lebih lama juga.

Psikis dan Psikososial pun Berubah

Selain perubahan fungsi seksual, anak-anak yang sedang puber biasanya juga mengalami perubahan psikis dan psikososial. Biasanya, perubahan ini juga diiringi dengan perubahan karakter. Di antaranya:

Anak merasa dirinya tidak normal.

 "Tubuhku ini normal enggak, ya?" pertanyaan ini biasa dilontarkan anak saat mereka melihat perubahan fisik pada dirinya.

Banyak anak yang tidak bisa menerima perubahan itu dan mulai mengurung diri dan menjauhkan diri dari teman-temannya.

Usia 10-14 tahun: mulai merasa malu diantar sekolah, pikiran seksualnya juga sudah mulai kuat (tergantung negara dan cultural), mulai berani mencoba beberapa hal berbahaya (misalnya, suka ngebut saat bawa motor).

Usia 15-17 tahun: mulai memisahkan diri dengan orang tua dan berusaha ingin mandiri.

Menutup diri dari orang tua atau menolak keberadaan orang tuanya.

Sesibuk-sibuknya orang tua dengan pekerjaan dan aktivitasnya, cobalah untuk tetap meluangkan waktu dengan anak. Agar jangan sampai anak mencari pelarian ke tempat lain.

Ketika orang tua tidak memiliki waktu dengan anak, Si Anak akan mencari pelarian ke tempat lain. Masa-masa ini merupakan masa-masanya mereka berkelompok dengan teman-teman seusianya (mencari jati diri). Dalam kelompok ini biasanya terjadi kedekatan yang sangat kuat. Jika aktivitas kelompoknya positif, anaknya bisa menjadi baik, tapi jika aktivitas kelompoknya negatif, besar kemungkinan Si Anak menjadi nakal.

Keterbukaan antara orang tua dan anak dengan cara orang tua memberikan pendidikan seks kepada anak.

Sebisa mungkin, lakukan hal ini sejak dini.

Jangan berpikir kalau pendidikan seks hanya melulu bersifat pornografi.

Orang tua harus menjelaskan perubahan apa yang akan terjadi ketika anak-anaknya mengalami pubertas agar anak dapat mengatasinya. Jangan sampai anak tidak diberi tahu dan menjadi kaget dengan perubahan itu.

Gunakan bahasa yang mudah dicerna anak (jika sulit menjelaskannya secara detail) dengan dengan gambaran analogi. Misalnya, "Nanti akan keluar cairan (darah) pada kemaluan ketika kamu mengalami menstruasi. Itu normal saja. Mama juga mengalaminya, kok", "Akan tumbuh rambut pada ketiak kamu, seperti Papa, nih (sambil menunjukkan ketiaknya)", dan lain-lain.

 Ester Sondang