Suatu hari Meira mengeluh pada ibunya, "Dadaku kayaknya bengkak deh, Ma!" ujarnya. Dalam hati, Ibu Meira deg-degan tak karuan. Bukan karena cemas, melainkan ia tak menyangka anak perempuannya sudah mulai beranjak dewasa.
Di lain tempat, Ernest yang berusia 10 tahun menyadari perubahan pada testikelnya. Namun, ia segan bertanya pada ayah ataupun ibunya. Iseng-iseng ia bertanya pada temannya, jawaban yang didapat juga tak memuaskan.
Apa yang dialami oleh Meira dan Ernest, bukan tak mungkin pernah dialami oleh Anda dan buah hati di rumah. Sayangnya, masih banyak orang tua yang kebingungan menjelaskan perubahan fisik dan mental bernama pubertas ini pada anaknya. Anak juga jarang proaktif menanyakan perubahan pada dirinya, karena ia sendiri pun masih bingung. Yuk, kita pahami bersama!
Semua Berubah
Nah, sebenarnya apa, sih, pubertas itu? Menurut dr Weny Tjiali SpA, dari Rumah Sakit Siloam Hospitals Lippo Village (SHLV) Karawaci Tangerang, pubertas adalah masa dimana seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis dan pematangan fungsi seksual, sehingga mampu melakukan reproduksi. Masa ini pada umumnya dimulai antara umur 8-10 tahun. Pada wanita, pubertas terjadi lebih cepat dibandingkan laki-laki (wanita di usia 8 tahun, lelaki 9 tahun).
Pubertas sendiri dicetuskan oleh sinyal hormonal dari otak ke kelenjar kelamin, yaitu ovarium dan testes (biasa dikenal dengan nama testis). Kemudian, kelenjar kelamin akan menghasilkan berbagai macam hormon untuk merangsang pertumbuhan tulang, otot, kulit, rambut, kelenjar susu, dan organ kelamin.
Pada wanita, pubertas ditandai dengan penonjolan puting susu (breast budding) yang diikuti perkembangan kelenjar susu, pertumbuhan rambut di kemaluan, ketiak, dan terjadinya menarche (menstruasi pertama kali). Sedangkan pada anak laki-laki, ada penambahan volume testes yang diikuti dengan pertumbuhan alat kelamin, pertumbuhan rambut di daerah pubis dan ketiak
Ada yang Terlambat
Lantas bagaimana dengan anak perempuan yang belum mengalami menstruasi hingga jelang usia dewasanya? Apakah itu pertanda mereka belum mengalami pubertas?
Menstruasi bukanlah tanda awal terjadinya pubertas. Breast budding-lah yang menjadi tanda pertama menstruasi pada anak perempuan. Sementara, rata-rata menarche terjadi pada usia 12 tahun.
Ada keadaan di mana terjadi keterlambatan pada pertumbuhan tapi masih dalam batas normal, yaitu constitutional growth delay (CGD), dimana terjadi keterlambatan menyeluruh yang mengenai hampir semua organ baik fisik maupun seksual. Dikatakan normal, karena ini bukanlah penyakit tetapi variasi normal dari pertumbuhan. Hal lain yang menyebabkan keterlambatan pubertas (delay of puberty) adalah faktor nutrisi, infeksi kronis (sering sakit-sakitan), atau riwayat trauma kepala.
Kepala vs Pubertas
Di dalam kepala kita, ada kelenjar yang bernama hipotalamus dan hipofisis. Awal pubertas dimulai dari hipotalamus mengeluarkan hormon yang merangsang hipofisis, kemudian hipofisis mengeluarkan hormon yang merangsang organ target, salah satunya adalah kelenjar kelamin (gonad) yaitu ovarium pada wanita dan testes pada laki-laki.
Hormon-hormon itulah yang kemudian menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan, fungsi atau transformasi dari otak, tulang, otot, kulit, payudara, menstruasi dan organ-organ reproduksi lainnya, seperti organ genitalia (penis dan vagina) dan organ seksual sekunder lainnya, seperti rambut pubis (kemaluan, ketiak, wajah, dan tubuh).
Ada juga lelaki yang sudah di usia dewasa, suaranya masih seperti anak kecil. Itu terjadi karena adanya kekurangan atau pelemahan dari sistem kelenjar kelaminnya yang tidak berfungsi secara normal. Ini biasa dinamakan hipogonadisme.
Testosteron memang dapat menimbulkan efek suara yang maskulin pada anak lelaki, tapi pada beberapa orang dewasa ada juga yang suaranya tidak membesar. "Memang ada beberapa efek hormonal yang mempengaruhi warna suara, tapi itu tidak otomatis menjadikan suara menjadi rendah, melengking, atau halus. Variasi itu normal saja," papar dr. Weny.
Orang tua Harus Bijak
Paska pubertas, pola pikir anak tentang diri dan lingkungannya sudah pasti berubah dan ini menurut dr. Rose Mini AP M.Psi, tergantung dari peranan orang tuanya.
"Seperti apa pola pikir anak paska puber, ada dua kemungkinan. Pertama, mereka mampu beradaptasi dengan karakter tubuh mereka yang baru (dewasa) meski usia mereka masih 10 tahun, misalnya. Atau kemungkinan kedua, mereka benar-benar menganggap dirinya sudah dewasa dan bertingkah layaknya orang dewasa, padahal di usianya itu dia masih suka main kejar-kejaran," ujar wanita yang kerap disapa Bunda Romi ini.
Karena itulah orang tua harus menyikapi perubahan fisik dan karakter anak dengan bijak. Berusahalah memahami apa yang sedang dirasakan atau dialaminya. Bantu mereka agar bisa melewati perubahan itu dengan baik dan tidak merasa takut. Jangan sekali-kali menganggap atau mengatakan kepada anak, "Kamu, kan, masih kecil", misalnya. Atau, ketika anak tidak mau lagi orang tua mencium keningnya usai mengantarnya ke sekolah karena malu dikatai "anak mami" oleh teman-temannya. Coba hargai keinginannya. Untuk tetap menjaga kedekatan, ganti kecupan kening dengan cium tangan.
Tak kalah penting, biarkan anak berkembang sesuai usianya. Jangan mentang-mentang ia sudah mengalami pubertas, lantas orang tua menyuguhinya dengan barang-barang orang dewasa. Misalnya, membiarkan anak perempuannya yang masih berusia 11 tahun memakai lipstik atau melengkapinya dengan smartphone. Berikan dan ajarkan kepada anak apa yang mereka butuhkan sesuai dengan usianya, bukan untuk pamer kepada kepada teman-temannya.
Ester Sondang / bersambung