Selanjutnya?
Selulus SMEA, kami mendirikan usaha batik di rumah ini lalu kami namai "Kreasi Batik Asmiah". Cukup banyak motif yang saya ciptakan. Misalnya Angso Duo, Riang-riang, Durian Pecah. Ini dia
(Asmiah yang tengah membatik, menghentikan kegiatannya, beranjak meraih beberapa lembar kain batik. Satu per satu kain batik ia rentangkan lalu menyebutkan nama motif batik karyanya, yang umumnya bermotif flora dan fauna.)
Bagaimana nasib batik Jambi selanjutnya?
Sejak tahun 2000 batik tulis semakin ditinggalkan. Mereka beralih ke batik cap yang harganya jauh lebih murah dan pengerjaanya lebih cepat dan praktis. Masuknya batik Cina yang menggunakan motif Indonesia dan berharga murah, turut meredam batik Jambi. Jangankan batik Jambi, batik dari Jawa saja kewalahan sekarang.
Apalagi generasi mudanya juga meninggalkan batik, ya?
Iya. Mengerjakan selembar batik tulis, kan, butuh waktu karena rumitnya motif dan teknik pengerjaan. Terlebih mereka beranggapan menjualnya susah karena harganya mahal. Pembelinya hanya dari kalangan tertentu saja.
Itu sebabnya kalangan muda mulai menganggap kegiatan membatik sebagai pekerjaan membosankan. Bukan salah mereka bila lebih tertarik bekerja di mal. Persoalannya, siapa kelak yang akan meneruskan budaya membatik? Pemerintah melalui Deperindag hanya sebatas memberi penyuluhan dan menjadwal kegiatan pameran. Sementara penyediaan modal, kami harus mencari sendiri. Makanya banyak yang gulung tikar.
Berapa lama yang dibutuhkan untuk mengerjakan selembar kain batik?
Antara seminggu sampai sebulan. Tergantung motif dan kerumitannya. Itu belum termasuk proses pewarnaannya. Membuat pewarna juga makan waktu karena dibuat dari pewarna alami. Saya gunakan kayu lampato, kayu merlang, nila hitam, dan sebagainya.
Tumpak Sidabutar / bersambung