Bolehkah Bayi Diberi Obat Bebas

By nova.id, Minggu, 23 Januari 2011 | 17:00 WIB
Bolehkah Bayi Diberi Obat Bebas (nova.id)

OBAT TELAN

Untuk obat telan, yang paling pas buat bayi tentulah berupa sirup. Selain lebih mudah menakarnya, cara menyimpannya juga tak sulit; biasanya tak perlu disimpan di lemari es, cukup dalam suhu kamar. Jangan lupa, tutup rapat agar isinya tak dirubung semut. Bila kita ke dokter, mungkin masih ada beberapa dokter yang memberikan obat dalam bentuk puyer untuk bayi. Namun jenis obat bebas telan yang dapat diberikan pada bayi amat terbatas. Umumnya obat pereda panas, obat batuk dan pilek, serta larutan rehidrasi.

Penting diketahui, obat bebas ditandai lingkaran hijau pada kemasannya. Dalam banyak buku petunjuk penggunaan obat, jenis ini diklasifikasikan sebagai jenis B, hampir terdapat pada semua obat pereda panas. Ada pula beberapa obat yang ditandai lingkaran biru, artinya obat ini masih boleh diperoleh dengan bebas tapi dalam jumlah terbatas. Kebanyakan obat bebas untuk pereda batuk/pilek termasuk dalam golongan ini. Jadi, Bu-Pak, bila tak ada tanda lingkaran hijau atau biru, berarti obat tersebut bukan obat bebas, melainkan harus ditebus dengan resep dokter.

Yang bikin bingung, saat ini banyak obat bebas dengan berbagai merek ditawarkan. Nah, mana yang harus dipilih? Menurut Waldi, sesuaikan yang rasanya disukai si kecil. Jadi, kita bisa pilih merek apa saja asalkan sesuai selera si kecil; entah dengan rasa stroberi, jeruk, anggur, atau lainnya. Yang penting diperhatikan, selain obat itu memang benar obat bebas dalam arti ada tanda lingkaran hijau atau biru di kemasannya, juga obat itu memang boleh diberikan untuk usia bayi/anak. Jangan lupa, lihat tanggal kadaluarsanya. Setelah obat diperoleh, selalu baca lebih dulu catatan penjelasan yang terlampir dalam kemasan. Di situ tertera antara lain dosis dan jadwal pemberian serta efek sampingnya.

Bila si kecil tak jua sembuh setelah diberi obat, "jangan langsung ganti obat karena tak ada obat bebas yang bisa menghilangkan penyakit dengan seketika." Bukankah semua obat butuh proses untuk menyembuhkan? Misal, si kecil panas. Sudah dua kali diberi obat A tapi belum juga turun, lalu diganti obat B ternyata langsung turun. Jangan buru-buru bilang obat B manjur sementara obat A tak manjur. Pasalnya, kebetulan panas si kecil memang sudah waktunya turun ketika diberikan obat B. Jadi, Bu-Pak, jika si kecil tak langsung sembuh, jangan cepat-cepat ambil kesimpulan, obat itu kurang manjur.

Lagi pula, bisa terjadi si kecil tak kunjung sembuh lantaran obatnya diberikan dengan dosis yang salah. Misal, si kecil yang baru berusia 5 bulan punya badan agak besar untuk anak seusianya. Berarti, dosis yang tertera di brosur dengan kalimat "untuk bayi di bawah 6 bulan" tentu enggak pas bila diberikan kepadanya. Nah, untuk tahu dosis yang tepat, si kecil mau tak mau perlu dibawa ke dokter.

Tak hanya itu, untuk pemberian obat telan harus pula memperhatikan sendok takar yang tersedia dalam kemasannya. Soalnya, ukuran sendok takar berbeda dengan sendok teh yang ada di rumah. Memang, di brosur penjelasan selalu ditulis "tiga kali sehari satu sendok teh". Pengertian satu sendok teh dalam brosur berasal dari bahasa Latin yang artinya satu sendok dengan volume 5 ml. Tentu bukan salah kita, ya, Bu-Pak, jika akhirnya kita gunakan sendok teh rumah tangga karena kita umumnya, kan, nggak ngerti beda sendok teh rumah tangga dengan sendok takar. Namun setelah membaca penjelasan ini, hendaknya kita tak salah lagi. Jadi, gunakan selalu sendok takar. Jika dalam kemasan tak terdapat sendok takar, kita bisa mendapatkannya di apotik.

JADWAL DAN LAMA PEMBERIAN

Perhatikan pula jadwal pemberian obat; sesuaikan dengan yang tertera di brosur. Maksimal pemberian biasanya 4 kali sehari. Dengan demikian, jarak pemberiannya 6 jam. Jangan lupa, satu hari sama dengan 24 jam. "Namun sering orang tak menghitung seperti itu. Banyak yang menghitung satu hari hanya 12 jam hingga jadwal pemberian obat bila dibagi 4 hanya 3 jam sekali. Ini jelas salah," tutur Waldi. Apalagi bila obat hanya diberikan waktu siang, sedangkan malamnya tak diberi. Ini, kan, enggak efektif.

Namun, bukan berarti jadwal pemberiannya harus persis sekali, lo. Misal, harus setiap 6 jam teng. Tak sekaku itu, kok, Bu-Pak. Jadi, jadwalnya bisa ditawar. Misal, jadi 5 atau 7 jam. Bukankah sering terjadi jadwal pemberian obat pas ketika si kecil sedang tidur nyenyak tengah malam? Nah, kalau sudah begini, si kecil enggak perlu dibangunkan tapi ketika ia bangun untuk minta minum, berikan obatnya.

Lazimnya diperkenankan mencoba memberikan obat bebas selama 2-3 hari saja. Selebihnya, sebaiknya segera menghubungi tenaga kesehatan untuk memastikan apa penyakit dan pengobatannya. Tentu ada kasus yang tak perlu menunggu 2-3 hari dan dicoba-coba dengan obat, seperti bila si kecil muntah terus-menerus, kejang, atau tampak tak sadar.

Nah, sekarang sudah enggak takut lagi, kan, memberi obat bebas pada si kecil?