Kurus pun Berisiko

By nova.id, Senin, 7 Januari 2013 | 23:27 WIB
Kurus pun Berisiko (nova.id)

Kurus pun Berisiko (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Tak dapat dipungkiri, tubuh kurus dan langsing merupakan idaman banyak wanita. Bahkan, tak sedikit yang rela menunda waktu makan atau merogoh saku lebih dalam demi mendapat tubuh yang diidamkan. Pasalnya, ukuran tubuh seperti ini dinilai dapat meningkatkan rasa percaya diri sekaligus menghindarkan diri dari segala risiko penyakit.

Moesijanti Y. E. Soekatri, MCN., Ph.D., Ketua Departemen Publikasi Ilmiah Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), mengemukakan bahwa kasus berat badan kurang banyak dialami oleh perempuan yang umumnya merasa takut gemuk. "Mereka menjalani diet tanpa tahu porsi yang benar dan akibat-akibatnya. Jadi faktor psikologis juga berpengaruh membuat seseorang mengalami berat badan kurang," paparnya.

Kasus berat badan kurang memang jarang disadari sebagai penyakit karena ciri serta dampaknya belum terlalu dikenal masyarakat. Padahal, ia menegaskan, mereka yang kelebihan maupun kekurangan berat badan sama-sama diintai sekian banyak bahaya.

Begitu pula yang dipaparkan oleh Dr. Fiastuti Witjaksono, SpGK., spesialis gizi klinik dari Klinik Seruni Gizi FKUI. "Orang dengan berat badan kurang umumnya mengalami ketidakseimbangan komposisi zat-zat yang diperlukan tubuh. Sehingga daya tahan tubuh berkurang dan membuat seseorang menjadi lebih rentan terkena penyakit," paparnya.

Indeks Massa Tubuh

Berbeda dengan kasus overweight atau obesitas yang mudah dikenali dari tampilan fisik, underweight justru jarang disadari oleh para penderitanya. Fiastuti menegaskan bahwa setiap orang harus mengetahui kondisi berat badannya, agar pola makan dan pola hidup yang sesuai dengannya dapat segera diketahui.

"Untuk menakar, patokannya bisa dengan menghitung Indeks Massa Tubuh atau IMT. IMT itu didapat dengan menghitung berat badan dalam kilogram dibagi tinggi dalam hitungan meter pangkat dua. Apabila angka yang keluar kurang dari 18,5, maka itu sudah termasuk underweight," jelas Fiastuti. Sementara ambang normal IMT, tambahnya, adalah berkisar antara 18,5 - 23.

Sebagai contoh, apabila Anda memiliki berat badan 50 kg dengan tinggi 165 cm, maka cara menghitungnya adalah sebagai berikut:

Cara lain juga dapat dilakukan dengan menghitung tinggi badan dikurangi seratus. Kurangi hasilnya dengan sepuluh persen dari hasil tadi. Apabila berat badan Anda di bawah angka tersebut, berarti Anda termasuk underweight. Kedua cara penghitungan tersebut termasuk cukup akurat dan sederhana karena setiap orang dapat menghitung sendiri dan mengetahui kondisi tubuhnya. Dengan demikian, ia akan menentukan pola makan atau pola olahraga apa yang sesuai untuk kondisi tubuh.

Keluar -Masuk Kalori

Sementara itu, anggapan bahwa seseorang dapat terlahir sebagai Si Kurus atau Si Gemuk, menurut Moesijanti sama sekali tidak tepat. "Karena adanya anggapan itu menjadikan seseorang tidak ingin berusaha untuk mencapai berat badan ideal," pungkasnya.

Maka bila Anda tetap memiliki berat badan kurang meski tubuh telah banyak diasup makanan bergizi, coba perhatikan seberat apa aktivitas Anda. "Jika seseorang memiliki aktivitas banyak sementara asupan makanannya kurang, itu jadinya tidak seimbang. Sama halnya dengan ketika ia makan banyak, namun aktivitasnya lebih banyak lagi. Maka ia tidak gemuk karena makanan yang masuk tidak menjadi lemak, melainkan langsung menjadi otot," tambah Moesijanti.

Namun, yang banyak terjadi pada underweight adalah kebiasaan atau pola makan yang tidak teratur, seperti terbiasa menahan lapar atau memberi asupan makanan yang sedikit untuk tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh hilangnya nafsu makan, terbiasa menunda makan, atau alasan gaya hidup seperti merokok.

"Bukan berarti kandungan rokok itu membuat seseorang menjadi kurus. Melainkan kebiasaan merokok yang justru membuat asupan makanan seseorang menjadi kurang. Bahkan, pada kasus underweight tertentu seseorang bisa saja menahan lapar seharian," urai Fiastuti

Sementara penyebab lain adalah faktor genetik. Pada kasus ini, perubahan bentuk tubuh akan sulit dilakukan. "Memang jika faktor genetik yang menjadi penyebab, maka bentuk tubuh akan sulit diubah. Jadi yang penting ia makan dengan kandungan gizi yang sesuai sehingga kebutuhan otot dan lemak terpenuhi," tutur Fiastuti.

Pola Makan Seimbang

Orang dengan berat badan kurang, bisa jadi terhitung abai pada kandungan bahaya dalam makanan. Pikiran bahwa ia tidak mengalami kegemukan justru membuatnya merasa bebas melahap apa saja dan kapan saja. Padahal, hal ini tentu tak dibenarkan karena setiap kandungan yang diperlukan tubuh memiliki porsi ideal masing-masing.

"Faktanya, penderita kolesterol itu banyak yang kurus. Memang, orang yang gemuk berisiko terkena penyakit tersebut, namun sebenarnya penyumbatan itu tidak pandang bulu. Mereka yang berat badannya kurang tetap dapat terserang jantung, stroke, dan kolesterol," terang Moesijanti.

Dengan demikian, orang dengan berat badan kurang pun memiliki risiko yang sama apabila pola makan tak pernah diperhitungkan. Oleh karena itu, penting untuk tetap mengatur pola makan dan memenuhi komposisi zat yang dibutuhkan tubuh.

"Tubuh kita ini memerlukan komposisi yang sesuai, yaitu lima puluh hingga enam puluh persen karbohidrat, lima belas persen protein, dan tiga puluh persen lemak. Selain itu, untuk camilan ia dapat memilih yang padat kalori," ujar Fiastuti.

Lemahnya Otot

Orang dengan berat badan kurang biasanya memiliki komposisi tubuh yang tidak seimbang, khususnya lemak dan otot. "Mereka cenderung tidak memiliki otot dan lemaknya sangat sedikit. Padahal lemak berfungsi untuk melindungi bagian tubuh yang vital dari benturan. Ibaratnya, lemak adalah bantalan di dalam tubuh," ujar Fiastuti.

Sementara itu, otot berfungsi untuk menciptakan daya tahan tubuh, membantu produksi enzim, dan sistem hormonal lainnya. Apabila kekurangan hormon, ujar Fiastuti, praktis risiko penurunan daya tahan tubuh pun akan mengintai. "Hasilnya, ia mudah sakit dan mudah terkena infeksi. Umumnya orang underweight juga makannya sedikit sehingga rentan terkena anemia," tambahnya. Akibatnya, ia akan sering merasa lemas, tak bertenaga, bahkan dapat pula berdampak pada siklus haid yang tak teratur.

Tak hanya di situ, orang dengan berat badan kurus juga diintai oleh kemungkinan risiko osteoporosis karena kurangnya kandungan mineral dalam tubuh. "Ketika tubuh kekurangan mineral, ia akan menyerap dari tulang. Sehingga tulang menjadi keropos dan dapat menjadi osteoporosis," ujar Moesijanti. "Beban tulang yang kurang menyebabkan ia tidak padat. Tulang menjadi keropos sehingga ia lebih berpotensi mengalami osteoporosis," tambah Fiastuti.

Tetap Harus Olahraga

Mitos lain adalah yang mengatakan bahwa underweight sebaiknya menghindari kebiasaan berolahraga karena akan membuat ia semakin kurus. Hal ini pun tentu tak benar, pasalnya setiap orang tetap membutuhkan olahraga untuk membakar kalori dan mengubahnya menjadi otot.

"Nah, namun untuk yang bertubuh kurus atau underweight, olahraga yang dilakukan tak perlu berlebihan. Cukupkan durasi pada dua puluh hingga tiga puluh menit sekali olahraga dan lakukan tiga kali dalam satu minggu," sebut Fiastuti. Pasalnya, pembakaran kalori yang berlebihan ketika olahraga akan mengakibatkan sumber energi lebih terserap sehingga metabolisme dan daya tahan tubuh pun ikut menurun.

Moesijanti menyebutkan, orang dengan berat badan kurang sebenarnya memiliki pilihan olahraga yang lebih banyak jika dibandingkan dengan mereka yang kelebihan berat badan. "Mereka yang kurus bisa berolahraga seperti lari, jalan kaki, atau olahraga lainnya. Kuncinya, harus diiringi dengan makan yang seimbang dan teratur. Namun ia harus menghindari angkat beban karena dikhawatirkan akan berpengaruh pada tulang dan otot mereka," pungkasnya.

Annelis Brilian