Main Balok Membuat Anak Kreatif

By nova.id, Kamis, 7 Juli 2011 | 17:01 WIB
Main Balok Membuat Anak Kreatif (nova.id)

Makin berkembang imajinasinya, ia makin kreatif dalam mencipta sesuatu dari permainan ini. Ia pun belajar mengenali sebatas mana kemampuannya dan melatih keterampilan tangannya.

Main balok termasuk jenis bermain konstruktif, yaitu membuat/memanipulasi objek/benda menjadi sesuatu bentuk atau benda baru yang mungkin berbeda sama sekali dari bentuk asalnya. Namun, kemampuan anak untuk bisa membuat sesuatu bentuk, semisal menyusun balok-balok menjadi sebuah menara atau istana, berlangsung secara bertahap. Soalnya, jenis bermain ini berkaitan erat dengan kemampuan intelektual dan koordinasi motorik.

Di awal usia batita, kala menyusun balok, si kecil belum bisa menentukan mau berbuat apa dari balok-balok tersebut. Yang ia tahu hanyalah menyusunnya tanpa mengerti maknanya. "Awalnya anak batita masih pada tahap sensori motor, dia baru belajar keseimbangan atau menyeimbangkan balok-balok yang ia susun," jelas Evi Sukmaningrum, S.Psi. Jadi, tak masalah bila si kecil yang berusia setahun menyusun balok-baloknya tak beraturan, semisal yang kecil di bawah dan yang besar di atas, karena ia memang belum menangkap konsep keteraturan dan urutan, ia pun belum bisa membedakan balok besar dan kecil atau benda mana yang harus disusun lebih dulu.

Barulah di usia 2-2,5 tahun, si kecil mulai mengenal konsep besar-kecil, hingga ia bisa diajarkan untuk menyusun secara berurutan, dari yang besar di bagian bawah hingga ke atas makin mengecil. Selanjutnya, di atas usia 3 tahun, seiring kemampuan kognitifnya yang berkembang, ia mulai tahu akan membuat apa dengan balok-balok tersebut, entah gedung, jembatan, rumah, dan lainnya. "Jadi, ia tak lagi asal-asalan mengkonstruksikan sesuatu, tapi sudah memakai proses berpikir," kata pengajar di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta, ini.

MENGEMBANGKAN KREATIVITAS

Mengingat si batita belum maksimal kemampuan motorik halusnya, maka balok-balok yang diberikan hendaknya berukuran besar-besar. Soalnya, untuk memegang balok/benda kecil dibutuhkan akurasi motorik halus yang tinggi. Selain, balok/benda kecil itu bisa membahayakan dirinya semisal tertelan. Bukankah tak sedikit batita yang masih suka memasukkan segala sesuatu ke mulutnya? Jadi, makin kecil usia anak, makin besar balok/benda yang digunakannya.

Tentunya si kecil pun perlu diawasi selagi bermain, hingga bisa mencegah terjadinya hal-hal yang tak diinginkan. Misal, kala bermain balok dengan temannya, tiba-tiba ia memukul si teman dengan balok. Celaka, kan? Namun, tugas kita bukan semata-semata hanya sebagai pengawas, lo, melainkan lebih sebagai teman bermain. Jadi, kala ia tengah "menciptakan" sesuatu dari balok, kita pun menciptakan sesuatu dari balok lain. Meski begitu, kita jangan cuma menemaninya secara fisik, melainkan juga secara emosional, "Adek bikin apa? Bagus, ya, bentuknya," misal. Dengan kata lain, ada interaksi antara orang tua dan anak. "Jangan sampai orang tua menemani anak tapi enggak tahu anaknya sedang membuat apa."

Bukan berarti kita lantas boleh melakukan intervensi, lo. Misal, "Bukan begitu, Dek, bikinnya. Harusnya balok yang kuning di bawah dan balok yang merah di atas, baru yang hijau disusun di atas yang merah." Akan tetapi, biarkan ia main tumpuk sesuka hatinya. Justru dari situ ia belajar mereka-reka bentuk konstruksi yang sesuai dengannya. Jadi, beri kesempatan seluas mungkin pada anak untuk mencoba mengerjakannya dan membuat keputusan sendiri. Dengan begitu, imajinasinya makin berkembang dan ia pun jadi kreatif. Kelak, ia mampu mencipta bentuk tertentu secara orisinal yang tak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, semisal membuat kendaraan istimewa untuk menyeberangi lautan atau menciptakan robot sebagai teman bermainnya.

Jangan pula kita mengkritik ataupun mencela hasil karyanya, "Bentuk apa, tuh, Dek? Kok, bikin rumah kayak gitu? Itu, sih, kotak sabun!" Komentar begini cuma akan membunuh kreativitasnya. Justru kita harus memberi respon positif dan mendukungnya, "Bagus, ya, Dek. Nah, sekarang coba Adek bikin bentuk lain lagi," misal. "Ingat, bermain adalah ekspresi kesenangan anak tanpa tuntutan hasil akhir. Jadi, apa pun hasilnya, hargailah," bilang Evi.

MELATIH KESABARAN

Dengan bermain balok, selain melatih kemampuan motorik halusnya hingga makin terampil dan mengembangkan imajinasinya, juga bisa menjadi sarana pendidikan buatnya. Kita bisa mengenalkan konsep warna dan bentuk, serta tekstur. Hingga, si kecil lama-lama akan tahu, "O, ini bentuknya lebih besar ketimbang yang ini. Jadi, biar enggak jatuh, yang besar di bawah, yang kecil aku taruh di atas," atau, "Balok yang ini warnanya merah, yang ini hijau," misal.

Lewat permainan ini juga akan melatih kesabaran si kecil. Bukankah untuk menyusun balok agar dapat berdiri tinggi dibutuhkan pengendalian diri? Nah, si kecil dapat melatih kesabarannya dan memotivasi diri dalam meraih sesuatu. Kala ia marah-marah karena baloknya rubuh, kita perlu memberikan pengarahan, "Kenapa baloknya cepat rubuh, Dek? Karena Adek terlalu buru-buru. Sekarang coba pelan-pelan. Nah, bisa, kan!", misal. "Dari sini anak memiliki kesadaran bahwa ia harus sabar atau pelan-pelan agar berhasil menyusun balok."