Main Balok Membuat Anak Kreatif

By nova.id, Kamis, 7 Juli 2011 | 17:01 WIB
Main Balok Membuat Anak Kreatif (nova.id)

Jangan sampai yang terjadi malah sebaliknya, ketika si kecil marah-marah dan mengatakan, "Adek enggak bisa main ini!", kita mendiamkan saja. Meskipun ia sedang kesal, saran Evi, coba dekati lagi, "Adek pasti kesal, ya? Tapi coba lagi, yuk! Tadi baloknya rubuh kenapa, ya?", misal. "Jadi, orang tua berusaha agar anak tak hanya berhenti pada rasa kesalnya, tapi juga harus mencari penyebab kegagalannya dan berusaha mencari penyelesaiannya." Dengan demikian, anak pun menyadari, bahwa dalam bermain, kadang ia akan menemukan masalah.

ANEKA MANFAAT

Tak hanya itu, lewat permainan ini, si kecil juga bisa mengenal nilai-nilai moral, antara lain ada peraturan yang tak boleh dilanggar. Misal, ia tak boleh merebut balok milik temannya jika baloknya sudah habis sementara ia masih membutuhkannya, "Adek harus bilang dulu, ya, kalau mau pinjam balok teman, tak boleh main rebut."

Dari sini pun, kita bisa mengembangkan sikap prososial pada si kecil, yakni dengan melatih kepekaannya untuk berbagi kepada teman yang membutuhkan. "Biasanya, kemampuan berbagi baru dimiliki anak di usia 3 tahun ke atas," jelas Evi. Nah, pada saat itu, kala melihat temannya masih membutuhkan balok sementara baloknya sudah habis, ia spontan akan memberikan, "Si Reza mau bikin jembatan, tapi baloknya kurang satu, aku pinjemin, ah!", misal.

Selain itu, lewat permainan ini pula kita bisa mengajarkan si kecil mengenali kemampuan dirinya. Misal, "Dek, lihat, tuh, si Dina bisa nyusun baloknya sampai tinggi. Adek juga bisa, kok. Yuk, Adek coba bikin." Hingga, seiring usia bertambah, biasanya di usia prasekolah, si kecil pun akan tahu sebatas mana ia mampu dan sebatas mana tidak, "O, ternyata aku bisa bikin rumah-rumahan," misal, atau kala hasil karya temannya lebih bagus, ia pun bisa menilai, "O, ternyata rumah-rumahan yang kubuat lebih jelek dari Susi. Aku masih harus banyak belajar, nih." Intinya, bilang Evi, makin besar anak, ia akan lebih tahu, apa yang menjadi kelebihan dan kekurangannya.

Bisa terjadi, kala bermain balok dengan teman, tiba-tiba ia merubuhkan susunan balok si teman. Biasanya lebih karena si batita kesal pada dirinya sendiri yang tak bisa menyusun balok seperti yang dilakukan si teman. Nah, kita bisa beri pengertian, "Adek enggak boleh begitu. Adek juga bisa, kok, menyusun balok sampai tinggi seperti yang disusun Dina. Coba, deh, Adek susun lagi," misal. Dari sini, ia pun sekaligus belajar mengenali sebatas mana kemampuannya.

Manfaat lain, permainan ini memiliki nilai terapeutik. Maksudnya, si kecil bisa mengekspresikan emosinya atau perasaan yang ia tekan selama ini dengan sebebas-bebasnya. Coba saja perhatikan, tak jarang si kecil merubuhkan susunan baloknya, lalu disusunnya lagi untuk kemudian dirubuhkannya lagi, sampai berulang-ulang. Bisa jadi, kala itu ia tengah melampiaskan amarahnya. "Kadang, anak, kan, tak bisa mengungkapkan emosinya secara verbal, apalagi pada anak tertutup atau pendiam. Nah, dengan menghancurkan kembali balok yang sudah disusunnya, ia bermaksud melampiaskan emosinya hingga merasa lega. Selanjutnya, tugas orang tualah untuk mencari tahu masalah yang dihadapi si anak," tutur Evi.

Nah, mengingat manfaatnya yang banyak, jangan lupa menyediakan mainan balok-balok ini buat si kecil, ya, Bu-Pak.

 Bila Ingin Mengenalkan Lilin

Selain susun balok, bermain konstruktif juga bisa dilakukan dengan menggunakan lilin. Namun, permainan lilin biasanya baru bisa dilakukan setelah si kecil masuk TK, karena kemampuan kognitif dan motorik halusnya sudah lebih baik. Bukankah untuk membentuk lilin, anak harus menekan-nekannya, menggulung, dan lainnya, yang membutuhkan keterampilan tangan? Nah, pada batita, khususnya usia 2 tahun ke bawah, menurut Evi, masih memfokuskan pada kemampuan motorik kasar. "Jadi, yang sesuai, ya, permainan susun balok karena relatif mudah," katanya.

Namun begitu, tak ada salahnya bila kita ingin mengenalkan lilin pada si batita. Hanya, perlu disadari, si batita umumnya belum tahu lilin tersebut akan digunakan untuk apa. Itu sebab, ia harus diberi contoh dengan cara kita menciptakan bentuk yang mudah dulu, semisal bola, "Dek, kita buat bola dari lilin ini, yuk." Awalnya, mungkin hasil yang dibuat si kecil masih gepeng-gepeng, enggak apa-apa, kok. Toh, lama-kelamaan, seiring meningkatnya kemampuan motorik halus si kecil, ia pun bisa membuat bentuk bola dengan sempurna.

  Faras Handayani/nakita