Secara keseluruhan, terang Mayke, bermain pada bayi disebut sensory motor play karena perkembangan kognisinya masih pada tahap sensori motorik, yaitu mengandalkan semua indranya, baik penglihatan, pendengaran, peraba, pengecap, penciuman, dan geraknya. Tahap ini disebut juga bermain bebas dan spontan. Cirinya: aktivitas bebas tanpa tujuan, banyak dilakukan dengan bergerak kian ke mari, dan melakukan "penjelajahan" di lingkungan sekitar.
Di usia ini pun bayi senang menjelajah dan bergerak. Apalagi bila ia mulai merangkak, merambat atau berjalan, akan lebih banyak melakukan eksplorasi di lingkungan sekitarnya dan ingin tahu akan segala hal. Bila ia sudah bisa berlari, misal, ia akan berlari-lari di sekitar ruangan sambil tertawa-tawa, tanpa ada tujuan tertentu. Jika BAK di lantai, ia akan memainkan air seninya karena dorongan rasa ingin tahunya yang besar; o, ternyata ada sesuatu yang dirasakan di tangannya yang mungil. Ia pun akan jejak-jejakkan kakinya di atas air seni itu, "O, ternyata ada cipratan air." Dari kegiatan yang kelihatannya sederhana ini, sebenarnya anak belajar sesuatu mengenai hubungan sebab akibat, merasakan dan mengenal apa yang disebut basah dan lainnya.
ALAT BERMAIN
Dianjurkan, gerakan bermainnya, alat bermain atau permainannya, sebaiknya yang dapat merangsang seluruh indra dan motoriknya, terutama motorik kasar dan nantinya motorik halus.
Umumnya, bayi usia 3-12 bulan lebih menyukai mainan berwarna cerah, bergerak-gerak, dan berbunyi. Dengan demikian, makin banyak indra yang terlibat, lebih menarik, dan lebih mudah terekam di otaknya. Sekaligus melatihnya tanggap terhadap objek-objek/kejadian yang ada di lingkungan sekitarnya, dan lebih mudah menerima informasi.
Untuk usia 3-8 bulan, saran Mayke, berikan mainan berbunyi semisal kerincingan, untuk merangsang indra pendengarannya. Bisa juga mainan teething ring untuk digigit-gigit, karena selain dalam masa pertumbuhan gigi, bayi juga berekplorasi terhadap rasa. Ini berkaitan pula dengan indra pengecapannya.
Untuk merangsang indra penglihatan, berikan alat permainan yang berwarna dan bergerak, semisal mainan yang bergerak memutar. Sedangkan yang berkaitan dengan indra penciuman, kita bisa mengenalkannya dengan berbagai bau, seperti bau bawang goreng, bau nangka, bau jeruk, dan lainnya, meski sebetulnya ia juga belum tahu bahwa itu bawang goreng, misal.
MANFAATKAN LINGKUNGAN
Tentu saja, kita tak harus membeli semua alat bermain/permainan untuk si kecil. Bukankah kita bisa memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar rumah? "Biasanya benda-benda di rumah yang disukai anak adalah cangkir atau botol bekas air minum. Di usia 8-12 bulan, ia sudah bisa menyusun cangkir atau memukul-mukul panci dengan sendok nasi," tutur Mayke. Kita pun bisa mengenalkannya dengan bunyi-bunyian, seperti suara cicak, bunyi jam, dan lainnya.
Biasanya, anak juga sudah punya rasa ingin tahu terhadap anggota tubuh orang tuanya, hingga bisa dikenalkan tentang anggota tubuh. Itu sebab, tak jarang kala melihat mata ibunya berbinar-binar, ia tertarik dan ingin mengoreknya, atau ia ingin tahu, apa, sih, rambut, hingga menarik-narik rambut ibunya. Main ciluk-ba pun berguna untuk melatih anak tentang "giliran" dan urutan, sedangkan bermain menyembunyikan benda berguna untuk anak usia 8-9 bulan. "Permainan ini mengajarkan padanya bahwa jika benda atau orang tuanya tidak terlihat bukan berarti tak ada seterusnya atau ibu pergi akan kembali lagi." Di usia 10-12 bulan bisa diberikan mainan puzzle, tapi yang sederhana, terdiri dari satu bentuk. Misal, puzzle bentuk telur.
PERHATIKAN FAKTOR USIA
Dalam membelikan/memberikan mainan, pesan Mayke, hendaknya kita jangan terpaku hanya memberikan mainan yang mementingkan aspek kognisi atau yang lebih dikenal dengan mainan edukatif, tapi berilah mainan dan kegiatan bermain yang bervariasi. Soalnya, bila anak terlalu dijejali dengan mainan yang menguras pikiran atau hanya aspek kognisinya yang diberikan penekanan, ia akan jenuh. Jadi, aspek fisik-motorik dan sosial-emosi juga perlu mendapat perhatian agar terjadi keseimbangan dalam perkembangan anak.