Sebagian besar waktu bayi, di antara makan dan tidur, digunakan untuk bermain. Orang tua merupakan teman bermain sekaligus alat permainan buat bayi.
Bermain pada bayi, terang Dra. Mayke S. Tedjasaputra, tak memiliki tujuan atau sasaran yang ingin dicapai semisal harus bisa sesuatu. "Tujuan utamanya adalah rasa senang. Ini harus diketahui orang tua bahwa anak bermain demi rasa senang. Jadi, segala hal atau aktivitas yang membuat dirinya atau suasana hatinya senang, harus diperhatikan. Kalau anak dipaksa dan anak tak merasa senang, walaupun orang tua bermaksud mengajaknya bermain, namanya bukan lagi bermain, melainkan bekerja atau pemaksaan," tutur psikolog pada Lembaga Psikologi Terapan UI ini.
Umumnya, bermain pada bayi dimulai usia 3 atau 4 bulan hingga 12 bulan. Sebelum usia 3-4 bulan, gerakan bayi lebih banyak dipengaruhi oleh refleks, terutama refleks mengisap dan menggenggam. Jadi, kala ia mendapatkan jempol tangannya secara tak sengaja lalu diisapnya, ini menimbulkan rasa nikmat dan kelihatannya memang bermain, tapi sebenarnya lebih dipengaruhi refleksnya, yaitu mengisap.
Setelah refleks-refleks itu menghilang, barulah dikatakan ada kegiatan bermain dalam arti sesungguhnya, yaitu ada dorongan mencari kesenangan, hingga ia akan melakukan penggulangan gerakan. Jadi, bermain pada bayi dilakukan lewat pengalamannya, lalu dilakukan pengulangan-pengulangan. Misal, tanpa sengaja ia menendang tempat tidur dan mainan di atasnya bergoyang. Baginya, itu hal menarik. Dari sini ia belajar, "O, kalau saya tendang, mainannya bergoyang." Nah, ia akan lakukan itu berulang-ulang.
TAHAPAN MINAT BERMAIN
Bermain pada bayi dilakukan sesuai tahap perkembangan kognisinya, yaitu:
* Usia 3-4 bulan (tahap primary circular reactions) Kegiatan bermainnya lebih banyak dengan melakukan gerakan yang diulang-ulang dan sifatnya primer, yaitu lebih menyangkut anggota tubuhnya. Kadang ia bermain ludah atau mengamati tangannya sendiri dan tersenyum-senyum.
* Usia 4-8 bulan (tahap secondary circular reactions) Bayi mulai mulai tertarik dengan objek-objek di luar dirinya. Kegiatannya pun dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan kesenangan. Misal, pada awalnya secara tak sengaja ia meraih, mengenggam, dan menggerakkan benda hingga benda itu berbunyi, maka ia akan ulang-ulang kembali dengan tujuan memperoleh kesenangan.
Di usia sekitar 7-8 bulan, bayi mulai tertarik pada TV, diawali dengan iklan. Soalnya, jelas Mayke, iklan berlangsung singkat, suara dan warnanya dominan, serta gerakannya berubah-ubah, hingga membuat anak tertarik. Meskipun menonton acara tertentu di TV juga merupakan kegiatan bermain karena efeknya menimbulkan rasa senang, tapi sebaiknya jangan dijadikan kebiasaan sejak dini, entah dijadikan sebagai "babysitter" agar anak makannya lahap atau supaya bisa duduk diam.
Pasalnya, terang Mayke, meski di satu sisi banyak hal yang bisa dipelajari dari TV, tapi kalau diberikan dalam porsi berlebihan, nantinya anak akan merasa ada sesuatu yang hilang tanpa TV. Hal ini bisa berdampak buruk bila anak sudah memasuki usia sekolah karena ia tak bisa membagi waktu antara menonton TV dan kegiatan lainnya, belum lagi bila anak menonton acara yang tak pantas untuk usianya.
* Usia 8-12 bulan (tahap coordination of secondary schemata) Kegiatan bermainnya sudah dilakukan secara sengaja (ada intensi), disertai gerakan lebih majemuk lagi. Misal, ia akan mencoba meniadakan penghalang guna meraih mainan yang jadi sasarannya atau mencoba melakukan gerakan memukul untuk menggerakkan benda yang bisa bergoyang.
TAHAP SENSORI MOTORIK
Secara keseluruhan, terang Mayke, bermain pada bayi disebut sensory motor play karena perkembangan kognisinya masih pada tahap sensori motorik, yaitu mengandalkan semua indranya, baik penglihatan, pendengaran, peraba, pengecap, penciuman, dan geraknya. Tahap ini disebut juga bermain bebas dan spontan. Cirinya: aktivitas bebas tanpa tujuan, banyak dilakukan dengan bergerak kian ke mari, dan melakukan "penjelajahan" di lingkungan sekitar.
Di usia ini pun bayi senang menjelajah dan bergerak. Apalagi bila ia mulai merangkak, merambat atau berjalan, akan lebih banyak melakukan eksplorasi di lingkungan sekitarnya dan ingin tahu akan segala hal. Bila ia sudah bisa berlari, misal, ia akan berlari-lari di sekitar ruangan sambil tertawa-tawa, tanpa ada tujuan tertentu. Jika BAK di lantai, ia akan memainkan air seninya karena dorongan rasa ingin tahunya yang besar; o, ternyata ada sesuatu yang dirasakan di tangannya yang mungil. Ia pun akan jejak-jejakkan kakinya di atas air seni itu, "O, ternyata ada cipratan air." Dari kegiatan yang kelihatannya sederhana ini, sebenarnya anak belajar sesuatu mengenai hubungan sebab akibat, merasakan dan mengenal apa yang disebut basah dan lainnya.
ALAT BERMAIN
Dianjurkan, gerakan bermainnya, alat bermain atau permainannya, sebaiknya yang dapat merangsang seluruh indra dan motoriknya, terutama motorik kasar dan nantinya motorik halus.
Umumnya, bayi usia 3-12 bulan lebih menyukai mainan berwarna cerah, bergerak-gerak, dan berbunyi. Dengan demikian, makin banyak indra yang terlibat, lebih menarik, dan lebih mudah terekam di otaknya. Sekaligus melatihnya tanggap terhadap objek-objek/kejadian yang ada di lingkungan sekitarnya, dan lebih mudah menerima informasi.
Untuk usia 3-8 bulan, saran Mayke, berikan mainan berbunyi semisal kerincingan, untuk merangsang indra pendengarannya. Bisa juga mainan teething ring untuk digigit-gigit, karena selain dalam masa pertumbuhan gigi, bayi juga berekplorasi terhadap rasa. Ini berkaitan pula dengan indra pengecapannya.
Untuk merangsang indra penglihatan, berikan alat permainan yang berwarna dan bergerak, semisal mainan yang bergerak memutar. Sedangkan yang berkaitan dengan indra penciuman, kita bisa mengenalkannya dengan berbagai bau, seperti bau bawang goreng, bau nangka, bau jeruk, dan lainnya, meski sebetulnya ia juga belum tahu bahwa itu bawang goreng, misal.
MANFAATKAN LINGKUNGAN
Tentu saja, kita tak harus membeli semua alat bermain/permainan untuk si kecil. Bukankah kita bisa memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar rumah? "Biasanya benda-benda di rumah yang disukai anak adalah cangkir atau botol bekas air minum. Di usia 8-12 bulan, ia sudah bisa menyusun cangkir atau memukul-mukul panci dengan sendok nasi," tutur Mayke. Kita pun bisa mengenalkannya dengan bunyi-bunyian, seperti suara cicak, bunyi jam, dan lainnya.
Biasanya, anak juga sudah punya rasa ingin tahu terhadap anggota tubuh orang tuanya, hingga bisa dikenalkan tentang anggota tubuh. Itu sebab, tak jarang kala melihat mata ibunya berbinar-binar, ia tertarik dan ingin mengoreknya, atau ia ingin tahu, apa, sih, rambut, hingga menarik-narik rambut ibunya. Main ciluk-ba pun berguna untuk melatih anak tentang "giliran" dan urutan, sedangkan bermain menyembunyikan benda berguna untuk anak usia 8-9 bulan. "Permainan ini mengajarkan padanya bahwa jika benda atau orang tuanya tidak terlihat bukan berarti tak ada seterusnya atau ibu pergi akan kembali lagi." Di usia 10-12 bulan bisa diberikan mainan puzzle, tapi yang sederhana, terdiri dari satu bentuk. Misal, puzzle bentuk telur.
PERHATIKAN FAKTOR USIA
Dalam membelikan/memberikan mainan, pesan Mayke, hendaknya kita jangan terpaku hanya memberikan mainan yang mementingkan aspek kognisi atau yang lebih dikenal dengan mainan edukatif, tapi berilah mainan dan kegiatan bermain yang bervariasi. Soalnya, bila anak terlalu dijejali dengan mainan yang menguras pikiran atau hanya aspek kognisinya yang diberikan penekanan, ia akan jenuh. Jadi, aspek fisik-motorik dan sosial-emosi juga perlu mendapat perhatian agar terjadi keseimbangan dalam perkembangan anak.
Selain itu, kita pun harus memperhatikan faktor usia dan kognisi anak dalam bermain. Faktor usia berhubungan dengan kematangan motorik anak, sejauh mana gerakan-gerakan atau otot-otot tubuh siap melakukan gerakan tertentu. Sedangkan faktor kognisi berkaitan dengan sejauh mana anak mampu memahami permainan itu. Dalam kaitan ini, jumlah mainan yang diberikan pun harus diperhatikan. "Sebaiknya tak memberikan sekaligus dalam jumlah banyak mengingat rentang perhatiannya masih singkat. Cukup 2-3 macam saja sekali main. Kalau ia bosan, simpan lagi dan tukar dengan mainan lain. Dengan begitu, perhatiannya juga lebih terfokus." Itu sebab, lama bermain pun harus diperhatikan, umumnya sekitar 10-30 menit.
Tak kalah penting, perhatikan faktor keamanan alat bermain. Apalagi bayi sudah tertarik pada objek-objek di luar dirinya. "Beri mainan yang tidak mudah pecah dan terurai seperti manik-manik, karena dikhawatirkan dapat masuk ke mulut, lubang hidung atau telinga." Jangan pula berikan mainan yang permukaannya tajam, menggunakan alat listrik, dan yang menggunakan cat-cat beracun. "Jadi, biarkan anak bermain dengan segala hal, sejauh itu aman dan alat bermainnya bersih, serta lingkungannya bersih, nyaman, dan tenang."
PERAN ORANG TUA
Buat bayi, jelas Mayke, peran orang tua sebagai teman bermain sekaligus alat permainannya. Itu sebab, orang tua harus peka dan tanggap. Peka, artinya tahu kapan anak masih mau bermain dan tidak. Misal, anak sudah bosan atau mengantuk, sebaiknya jangan dipaksa. Sementara tanggap, maksudnya, bila anak masih ingin bermain, orang tua memberikan respon.
Kita pun harus tahu karakteristik anak, karena ada anak yang aktif dan diam. Pada anak yang sangat aktif, tentu kita tak bisa memaksanya untuk main yang diam di tempat saja. Misal, memaksanya melihat buku bergambar. Untuk anak aktif, mau memandang bukunya 1-2 menit saja sudah bagus. Itu sebab, lama bermain pun harus disesuaikan karakter anak.
Namun demikian, kita tetap harus menyeimbangkan kegiatan bermainnya. Jadi, meski si kecil suka kegiatan bermain yang tenang, kita tetap harus mengajaknya bermain aktif secara fisik, semisal main petak-umpet atau mengajaknya jalan-jalan ke luar. "Setidaknya anak bergerak, agar dia berminat pada suatu kegiatan yang tak hanya dilakukan di tempat." Selain itu, dengan mengajaknya ke luar ruangan, ia akan melihat lingkungan sekitarnya, melihat sesuatu yang berbeda dari di rumah, semisal melihat tumbuh-tumbuhan, aneka macam binatang, dan bertemu orang-orang asing. Hal ini akan menambah pengetahuannya mengenai apa yang ada di sekitarnya. Kegiatan ini bisa dilakukan mulai sekitar 6 bulan.
CARA BERMAIN
Kita bisa memberikan contoh, lalu diulang-ulang. Namun ingat, tidak memaksa, lo! Bila anak tak bisa melakukannya pun, jangan pernah mengatakan ia bodoh ataupun melecehkan semisal, "Masa begitu saja enggak bisa?" Melainkan, kita harus membesarkan hatinya, misal, "O, belum bisa, ya. Yuk, kita coba lagi."
Bila anak menjadikan ibu sebagai alat permainan, misal, dengan menarik-narik rambut ibu, saran Mayke, sebaiknya memegang tangan si kecil dan mengajarinya gerakan mengelus rambur,"Rambut Ibu bukan untuk ditarik, tapi untuk dielus-elus," misal.
Bermain Bebas Dan Spontan
Jenis bermain ini merupakan kegiatan bermain yang semata-mata ditujukan untuk kesenangan. Jadi, tak ada tujuan akhir yang ingin dicapai, juga bukan untuk meraih prestasi tertentu. Aktivitas ini berlangsung mulai usia 3 bulan sampai sekitar 1,6 atau 2 tahun.
Menurut Mayke, dalam bermain, tampak antusiasme anak saat mengamati atau bermain dengan benda-benda di sekelilingnya. Segala sesuatu yang menarik perhatian anak dapat menjadi mainan. Antusiasme juga tampak saat ia melakukan eksplorasi terhadap anggota tubuhnya, seperti saat menikmati jari-jemarinya di dalam mulut atau kala mengamati tangannya.
Kegiatan bermain ini berkaitan erat dengan awal pembentukkan konsep diri. Saat ia bereksplorasi terhadap anggota tubuhnya, misal, ia jadi sadar bahwa bagian tubuhnya adalah miliknya sendiri. Selain itu, dengan menjelajah lingkungan, ia mendapatkan berbagai pengalaman baru berdasarkan tekstur, bentuk, ukuran, dan warna. Ia pun memperoleh pengetahuan mengenai sebab-akibat. Misal, tanpa sengaja ia menggelindingkan bola, maka tahulah dia bahwa bola bisa menggelinding bila dilakukan "sesuatu" terhadap bola itu.
Orang tua harus mengawasi keamanan dan keselamatan anak, tapi tak sembarangan melarang anak melainkan memberi kesempatan anak berkembang menjadi anak aktif, dinamis, dan serba ingin tahu terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungannya.
Manfaat Bermain
Menurut Mayke, banyak sekali manfaat bermain untuk anak dan selalu menyangkut 3 ranah, yaitu fisik-motorik, sosial-emosional, dan kognisi (berhubungan dengan berpikir/kecerdasan).
Secara fisik motorik, anak akan terlatih motorik kasar-halusnya. "Dengan bergerak, anak akan memiliki otot-otot tubuh yang terbentuk baik dan lebih sehat." Sementara dari segi sosial-emosional, anak merasa senang karena ada teman bermainnya. Itu sebab, di tahun-tahun pertama, teman bermain yang utama bagi anak adalah orang tua, karena ia akan merasa disayang dan ada kelekatan dengan orang tuanya. Selain juga belajar komunikasi dua arah.
Dari segi kognisi, anak belajar mengenal atau mempunyai pengalaman mengenai objek-objek tertentu seperti: benda dengan permukaan kasar-halus, rasa asam, manis, dan asin. Ia pun belajar perbendaharaan kata, bahasa, dan berkomunikasi timbal-balik. Makin usianya bertambah, ia mulai tertarik memperhatikan sesuatu, memusatkan perhatian, dan mengamati, semisal ketika diperlihatkan buku-buku bergambar.
Pada anak-anak yang mengalami gangguan semisal autisme atau hiperaktif, lewat media bermain juga melatihnya konsentrasi, mengenal warna atau bentuk, dan sebagainya. Bagi anak autis, mereka dilatih untuk bisa melakukan kontak dengan orang lain. Sedangkan untuk anak hiperaktif atau gangguan atensi, mereka dilatih memperhatikan dengan lebih sabar dan mau mencoba untuk meyelesaikan tugasnya. Dedeh Kurniasih/nakita