Oleh karena itulah, lanjut Spesialis Anak-Konsultan Gizi Anak dari Subbagian Gizi dan Penyakit Metabolik, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM ini, pemberian makanan semipadat tak boleh ditunda atau jangan lebih dari usia 6 bulan. "Anak yang terlambat diberi makanan semipadat, untuk selanjutnya akan mengalami kesulitan makan, karena keterampilan makannya terlambat dilatih. Contoh, di usia 1 tahun, saat seharusnya anak mulai bisa makan makanan padat, ia maunya malah makan yang cair dan lembut karena malas mengunyah."
Nah, yang dimaksud makanan semipadat pada dasarnya adalah makanan padat, tapi dibuat dalam bentuk lebih lembut. Nasi misalnya, untuk bayi 6 bulan diberikan dalam bentuk bubur yang kemudian ditingkatkan kepadatannya menjadi tim. Untuk buah, diberikan dalam bentuk jus ataupun buah lumat.
MEMILAH SUMBER ALERGI
DALAM mengenalkan makanan semipadat, diperlukan ketelitian dan kehatian-hatian. Bagaimanapun juga, inilah makanan pertama yang sumbernya dari "luar", berbeda dari ASI yang diproduksi di dalam tubuh ibunya sendiri. "Nah, karena makanan ini berasal dari luar, maka ada zat-zat atau bahan pembuatnya yang berpotensi menimbulkan alergi pada si kecil. Tak demikian dengan ASI, sampai sekarang tak ada laporan tentang bayi menderita alergi karena menyusu ASI."
Oleh karena itulah, dalam mengenalkan makanan semipadat, perlu dites lebih dulu untuk melihat apakah menimbulkan reaksi alergi pada si bayi atau tidak. Caranya, berikan secara bertahap:
* Untuk pertama kali, kenalkan bubur tepung beras. Tepung beras dianggap lebih aman karena kadar alerginya rendah jika dibandingkan dengan biskuit atau bubur susu. "Biskuit mengandung gluten dan susu mengandung protein, yang keduanya potensial menyebabkan alergi."
* Berikutnya, bayi boleh mencoba makanan berbagai jenis dan rasa, termasuk buah. Sediakan waktu seminggu untuk setiap rasa. Misalnya, setelah tepung beras terbukti aman, kita boleh mengenalkan bubur susu, selanjutnya biskuit, begitu seterusnya sampai semua rasa dan bahan diperkenalkan. Buah-buahan begitu juga. Catatlah makanan apa yang menimbulkan alergi untuk tidak diberikan lagi di waktu yang akan datang.
* Jika setelah semua bahan makanan dikenalkan, ternyata tak ada reaksi alergi, selanjutnya kita boleh menyajikannya secara bervariasi setiap hari. Contoh, pagi bubur kacang, lalu siangnya bubur susu, dilanjutkan blender pepaya, dan malamnya biskuit yang dilembutkan dengan susu.
* Kemudian saat makan nasi tim, sayur sebaiknya diganti-ganti. Dengan begitu, anak jadi mengenal berbagai rasa; ada yang manis, gurih, sedikit asam, dan lainnya.
Jika beberapa rasa diberikan sekaligus, bayi akan sulit mengenali rasa manis, asin, gurih, dan asam. Begitu pula jika bahan makanannya langsung dicampur atau diselang-seling dalam satu hari, maka akan sulit menandai bahan makanan yang merupakan sumber alergi sekiranya hal itu terjadi.
Risikonya, bisa terjadi salah asumsi. Pikir kita, "Oh, tadi si kecil makan bubur beras merah, pisang, dan gandum." Lantas tiga-tiganya tidak diberikan karena kita bingung menentukan mana yang sebenarnya menjadi sumber alergi bagi si kecil. Sayang kan, bayi bisa mengalami malnutrisi untuk sesuatu yang sebetulnya bisa ia makan. Pun, pemberian satu per satu memungkinkan kita untuk tidak justru terus memberikan bahan makanan yang menjadi sumber alerginya.