Suksesnya Cangkok Hati untuk Hafidz

By nova.id, Senin, 17 Maret 2014 | 07:23 WIB
Suksesnya Cangkok Hati untuk Hafidz (nova.id)

Suksesnya Cangkok Hati untuk Hafidz (nova.id)
Suksesnya Cangkok Hati untuk Hafidz (nova.id)
Suksesnya Cangkok Hati untuk Hafidz (nova.id)

"dr Dyah mengatakan hafidz akan tumbuh besar layaknya, anak normal. (Foto: Daniel Supriyono / NOVA) "

Kebahagiaan tampak di wajah pasangan suami-istri Maria Ulfa (45) dan Sugeng Haryadi (45). Perjalanan panjang mereka menemukan jalan kesembuhan bagi putra tercinta, Muhammad Sayid Hafidz (8) menemukan ujung menggembirakan.

"Lega rasanya Hafidz sudah berhasil operasi transplantasi hati. Setelah beberapa hari seusai operasi, dirawat di ruang ICU. Sekarang Hafidz sudah dirawat di ruang isolasi. Mudah-mudahan kondisi Hafidz makin membaik," tutur Maria.

Kini Hafidz masih dalam penanganan khusus tim medis Rumah Sakit Pertamedika Sentul City. Tanggal 24 Februari lalu, tim dokter di bawah supervisi ahli cangkok hati dari Jepang, Prof Koichi Tanaka berhasil melakukan operasi terhadap Hafidz. "Kami sekeluarga tak menyangka, Hafidz akan ditangani para ahli. Rasanya seperti mimpi. Doa-doa yang selama delapan tahun ini kami panjatkan, dijawab oleh Allah," lanjut Maria dengan wajah berbinar.

Ya, Hafidz telah mengalami kelainan bawaan sejak lahir pada tanggal 22 Desember 2007 di RS Harapan Kita, Jakarta. Bahkan, semasa dalam kandungan, "Ia sudah terdeteksi ada kelainan jantung," imbuh Maria yang berdomisili tak jauh dari RS tempatnya melahirkan. "Waktu lahir, Hafidz sudah terdeteksi ada kelainan. BAB-nya berwarna putih. Menurut dokter, warna putih ini disebabkan ada kelainan pada organ hati."

Kelahiran Hafidz yang sudah dinantikan kehadirannya ini pun membuahkan kegalauan. Sejak itu, Maria dan Sugeng mencoba mencari jalan kesembuhan bagi putranya. "Kami membawa Hafidz rutin berobat ke RS Harapan Kita. Tapi belum begitu jelas apa sebenarnya penyakit Hafidz," ujar Maria yang kemudian pindah ke rumah kerabatnya di Bekasi.

Meski begitu, Maria terus melanjutkan upaya penyembuhan dengan konsultasi ke dokter. "Pemeriksaan lebih detail berlanjut termasuk ke kedokteran nuklir. Sampai suatu ketika seorang profesor yang sudah sepuh, merujuk Hafidz berobat ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Saya disarankan menemui dr Hanifah Osfari, ahli Gastro Hepatologi. Saya melaporkan semua hasil pemeriksaan. Setelah memeriksa Hafidz, dokter Hanifah mengatakan, Hafidz mengalami Allegile Syndrome Pro Tranplantasi Liver," jelas Maria.

Selalu Garuk-garuk

Dari penjelasan dokter dan literatur yang dibacanya, Maria pun paham, penyakit Hafidz tergolong sangat langka. Allegile Syndrome hanya terjadi 1 di antara 1 juta kasus yang ada di seluruh dunia. "Hafidz mengalami kelainan pada liver dan jantung. Lantaran ada kerusakan liver, Hafidz juga mengalami kerapuhan tulang," kata Maria.

Semua indikasi yang dikatakan dokter memang terjadi pada Hafidz. "Di matanya juga ada lingkaran cincin, kayak mata orang tua. Ada bintil-bintil yang merupakan penimbunan kolesterol di kulit." Akibat kelainan ini, imbuh Maria, tumbuh-kembang Hafidz menjadi terganggu.

"Dibandingkan anak-anak sebayanya, pertumbuhan Hafidz jauh sekali. Jika anak lain dalam sebulan berat badannya paling tidak bertambah setengah kilo, Hafidz paling banyak 1 ons. Atas anjuran dokter, Hafidz saya kasih susu khusus. Hasilnya lumayan. Sebulan bisa bertambah 3 ons. Dalam setahun, tubuh Hafidz sudah mulai berisi. Wah, kalau tidak, tubuh Hafidz pasti hanya kulit dan tulang saja," ujar Maria yang tak pernah putus membawa Hafidz berobat.

Ketika Hafidz berumur 11 bulan. Dokter memutuskan melakukan operasi jantung. "Fungsi jantung Hafidz hanya tinggal 20 persen. Napasnya pendek-pendek. Hafidz dua kali menjalani operasi. Pertama, operasi kateter, tapi enggak bisa. Sebulan berikutnya operasi by pass. Saya bersyukur, operasi berjalan sukses. Napas Hafidz jadi lancar," papar Maria.

Kendati begitu, penderitaan Hafidz belum berakhir. Yang paling menyedihkan bagi Maria, Hafidz tak pernah bisa nyenyak tidur. Sejak bayi, Hafidz selalu menangis dan baru bisa tidur saat dini hari, lantaran kecapekan menangis. Semula Maria dan Sang Suami tak tahu penyebabnya. Belakangan Maria paham, akibat kelainan itu Hafidz merasa gatal di sekujur tubuhnya. Tahun-tahun berikutnya, "Hafidz selalu menggaruk-garuk seluruh tubuhnya. Misalnya saja, ia mencabuti bulu matanya. Bahkan, ia menggaruk kepalanya sampai rambutnya pitak. Dia juga menggaruk sampai kulitnya luka."

Jika sudah begitu, Maria hanya bisa menenangkan Hafidz. Terkadang ia mengompres bagian tubuh buah hatinya yang gatal untuk mengurangi penderitaan Hafidz. "Ketika Hafidz sudah memasuki usia TK, saya tahu dia hobi sekali memasak. Awalnya, dia suka sekali melihat saya membuat kue, lalu ikut-ikutan membantu saya. Sejak itu, kalau dia sudah mulai garuk-garuk, saya ajak dia bikin kue. Salah satunya, saya minta Hafidz membuat adonan. Kalau sudah begitu, dia suka lupa dengan gatal-gatalnya," papar Maria seraya mengatakan, suaminya harus berhenti bekerja demi menemani Hafidz.

Tak Bisa Jalan

Waktu terus berlalu, Maria dan Sugeng tak lelah mengantar Hafidz berobat. Saat Hafidz berumur 3-4 tahun, sebenarnya dokter sudah memutuskan untuk dilakukan cangkok hati. Hafidz termasuk salah satu kandidat untuk mendapatkan cangkok hati di RSCM. "Waktu itu, ada tiga kandidat. Namun anak lain yang menjalani transplantasi hati, karena dokter memilih pasien yang kondisinya paling parah. Menurut dokter, Hafidz masih bisa bertahan."

Maria dan Sugeng tak kecewa. Ia mengaku, mentalnya juga belum siap. "Saya masih berharap, kondisi Hafidz bisa membaik tanpa operasi. Menurut dokter, masih ada kemungkinan Hafidz sembuh tanpa operasi."

Akan tetapi, dalam pemeriksaan di waktu berikutnya, Hafidz tak mungkin sembuh tanpa cangkok hati. Bahkan, usianya sempat diprediksi hanya bertahan lima tahun. Maria dan Sugeng hanya bisa pasrah. Dalam setiap kesempatan, mereka berdoa demi kesembuhan Hafidz, termasuk rajin salat tahajud. Kehendak Allah telah memberi Hafidz umur panjang.

"Ketika Hafidz berusia 6 tahun, dokter mengatakan agar Hafidz sesegera mungkin operasi. Hafidz juga sudah siap. Kami diminta untuk mencari sponsor. Kami sempat kebingungan, dari mana dananya? Biaya operasi, kan, 1 miliar lebih."

Mulailah Sugeng mencari dana ke mana-mana, termasuk mengurus surat KJS dan Jamkesmas. Namun semua fasilitas pengobatan itu belum menjangkau untuk operasi cangkok hati. "KTP suami, kan, DKI Jakarta. Di masa Pemerintahan Pak Jokowi ini, kami dapat bantuan pengobatan. Lumayan, untuk tambah biaya berobat meski masih harus menombok. Soalnya, ada obat dan vitamin yang tak ditanggung KJS," kata Maria yang mendapat bantuan dana dari sahabat dan kerabat.

Sayangnya, di usia 6 tahun itu Hafidz masih harus mengalami cobaan. Sebenarnya, meski kondisinya rapuh, Hafidz sudah bisa berjalan seperti anak-anak lain. Maria juga selalu menjaga buah hatinya dengan ekstra ketat. "Mengingat kondisi Hafidz seperti itu, saya hanya bisa menyekolahkan Hafidz di tempat semacam bimbingan belajar yang waktunya paling lama setengah jam. Dia tak saya masukkan ke TK yang waktu belajarnya sampai beberapa jam. Tapi di usianya 6 tahun itu, kami kecolongan. Hafidz sempat jatuh."

Akibatnya cukup fatal. Tulang Hafidz yang rapuh membuatnya tak bisa berjalan sampai sekarang. Tak ada yang bisa dilakukan untuk mengobati penyakit tulangnya. "Sebab kalau dilakukan, fungsi hati Hafidz tidak kuat. Saya mesti menggendong Hafidz ke mana-mana. Supaya bisa bersosialisasi dengan teman-temannya, saya ajak Hafidz bermain. Selain itu, saya juga mengajari dia baca-tulis dan mengaji. Dia sudah pintar mengaji, lo," kata Maria dengan bersemangat.

Seperti Mimpi

Sampai akhirnya pada tahun lalu, keponakan Sugeng yang seorang jurnalis, dalam suatu liputan bertemu Menteri BUMN Dahlan Iskan. Sang keponakan menceritakan kondisi Hafidz kepada sang menteri. Singkat cerita, "Seminggu setelah Lebaran, kami bertemu Pak Dahlan di kantornya. Beliau bersedia membantu, bahkan menjanjikan Hafidz akan ditangani Prof Tanaka, ahli transplantasi hati dari Jepang."

Maria merasa seperti sedang bermimpi. Doa-doanya telah dijawab Allah dan Hafidz pun berhasil menjalani operasi. Sugeng menambahkan, "Saya sendiri yang minta agar hati saya didonorkan untuk Hafidz. Sekarang, hati saya sudah menyatu dengan Hafidz," papar Sugeng yang kini sudah merasa segar. "Setelah operasi enggak terasa apa-apa, kok."

Kebahagiaan Hafidz usai operasi pun dirasakan Maria. "Ma, saya sudah operasi, ya. Kok, enggak terasa, ya? Saya ingin sehat dan bisa belajar seperti teman-teman," ujar Hafidz seperti ditirukan Maria. Maria melanjutkan, "Dia sama sekali tak takut jelang operasi. Saya memang selalu membesarkan hatinya. Saya minta dia semangat."

Maria dan Sugeng pun sama sekali tak menyangka, kisah Hafidz menyentuh banyak orang. Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar pun berkenan menjenguk Hafidz di rumah sakit. "Saya bersyukur banyak orang yang memperhatikan Hafidz," ujar Maria seraya mengatakan, semua biaya pengobatan Hafidz gratis berkat dukungan banyak pihak.

Ya, delapan tahun penantian akhirnya berujung bahagia. "Memang waktu yang sangat panjang. Sejujurnya sebagai manusia, kami pernah merasa putus asa. Kini, kami sudah lega. Satu fase penyembuhan Hafidz sudah terlampaui. Proses berikutnya masih panjang. Semoga kami akan bisa membesarkan Hafidz sampai ia bisa seperti anak-anak lainnya," ujar Maria yang ingin menuliskan kisah perjuangan Hafidz.

Bagi Maria, kehadiran Hafidz sangat luar biasa dalam hidupnya. "Ia memberi banyak manfaat bagi kami. Ia mengajari kami bersabar. Ia mengajar kami untuk selalu dekat dengan Allah."

Kondisi Hafidz Kian Membaik

Kebahagiaan keluarga Hafidz juga dirasakan oleh tim dokter yang menanganinya. Dikatakan Dr. Danny Amrul Ichdan, SE, MSc, Presiden Direktur RS Pertamedika Sentul City, "Pak Dahlan Iskan menelepon saya untuk merujuk Hafidz sebagai pasien liver transplant pertama di rumah sakit kami. Kami pun menjalankan transplantasi pertama di RS Pertamedika Sentul City bersama ahlinya, Prof Koichi Tanaka," ujar Danny seraya menjelaskan, rumah sakit yang dikelolanya memiliki keunggulan dalam pengobatan liver dan jantung.

Dan DR. dr. Dyah Yarlitasari, Sp.An, KNA-NCC, Kepala ICU RS setempat mengatakan, tim medis melakukan operasi tanggal 24 Februari. "Lama operasi sekitar 13 jam. Masa perawatan di ICU berlangsung 7-8 hari. Sejak Jumat (7/3), Hafidz sudah dipindahkan ke ruang isolasi. Fungsi hati Hafidz sudah membaik, tapi daya tahan tubuhnya masih lemah. Itu sebabnya, dia masih tetap dalam pengawasan yang ketat."

Menurut Dyah, Hafidz juga sudah tidak lagi mengalami gatal-gatal. "Livernya juga sudah bekerja dengan baik. Ini terlihat, dia sudah bisa makan meski belum maksimal. Dia juga sudah bisa BAB dan buang angin. Hafidz akan tumbuh menjadi besar, tulangnya pun akan memanjang seperti anak normal. Memang butuh waktu, karena selama delapan tahun terhambat akibat hatinya rusak," papar Dyah.

Rambut Hafidz pun sudah mulai panjang, bulu mata yang dicabuti sudah mulai tumbuh. "Bekas luka di kulit akibat digaruk sudah mulai mulus lagi. Kulitnya yang mengitam pun sudah kelihatan lebih putih.

Henry Ismono