Mencicipi Kuliner Pontianak

By nova.id, Selasa, 11 Agustus 2015 | 03:00 WIB
Kwetiau Legendaris (Foto: Edwin / NOVA) (nova.id)

Kwetiau Legendaris Kelembutan Daging dan Kikil

Selain Kota Medan di Sumatera Utara, Pontianak juga menyimpan banyak resep asal Tiongkok yang mampu menggoyang lidah. Salah satu di antaranya adalah olahan mi bernama kwetiau alias guotiaw atau mietiaw. Mi berbentuk lebar dan pipih berwarna putih itu terbuat dari tepung beras, sebagian ada yang dicampur tepung sagu atau kanji. Mi jenis ini dapat digoreng ataupun direbus dengan beragam daging seperti ayam, ikan atau sapi. Khusus di Pontianak, kwetiau yang kerap dijajakan berisi campuran daging, babat dan kikil sapi.

Ada beberapa tempat kuliner di Pontianak yang masing-masing memiliki penggemar setia. Dua di antaranya sudah memiliki nama melegenda sehingga untuk mencapai tempat ini sudah dapat dipastikan pelanggan tidak akan kehilangan arah. Pasalnya, hampir setiap warga asli Pontianak pasti tahu letak persis tempat makan tersebut.

Yang pertama adalah Kuetiaw Apollo di Jl. Pattimura. Uniknya, persis di sebelah kiri tempat makan ini berdiri sebuah tempat makan yang juga menyajikan kwetiau dengan nama Polo. Di depan kedua rumah makan ini terdapat tulisan yang cukup provokatif yang bisa membuat kita tersenyum saat membacanya. Tak heran jika “permusuhan” di antara keduanya sudah lama menjadi buah bibir warga sekitar.

Mengenai tulisan tersebut, Hermanto (30) yang kini mengelola Apollo tersenyum dan menjelaskan bahwa tulisan tersebut hanya bercanda. “Kami masih saudara, pemilik Polo sepupu ayah saya. Persaingan kami sehat kok, masing-masing sudah punya pelanggan setia. Toh rezeki sudah ada yang mengatur,” tukas Hermanto.

Mengenai usaha turun temurun yang kini ia kelola, Hermanto mengatakan bahwa usaha ini dimulai tahun 1968 lalu oleh seorang pamannya. Karena sang paman memutuskan tinggal di Jakarta, usaha ini dikelola oleh ayah dan sepupunya yang kemudian memulai usaha sendiri dengan nama Polo.

Kwetiau yang disajikan ayah dua anak ini memiliki porsi yang cukup besar dengan isian campuran daging serta jeroan sapi. Mi yang digunakan Hermanto murni dibuat dari tepung beras sehingga tidak liat. Begitu masuk mulut, mi langsung meleleh dan meninggalkan rasa gurih dari bumbu yang digunakan. Daging dan jeroan sapi pun sudah melewati proses perebusan terlebih dahulu. Hasilnya, daging, jeroan sapi, dan kikil terasa sangat lembut.

Kecap digunakan secukupnya sehingga tidak mendominasi seluruh rasa masakan. “Kami menyajikan kwetiau goreng, rebus, telur, dan bun. Bun biasa disebut nyemek, alias sedikit berair namun tidak seperti mi rebus, sehingga membuat mi jadi sedikit lebih lembut,” tukas lulusan sebuah universitas swasta di Jakarta itu.

Berbicara harga, Hermanto tetap menjaga harga pada kisaran Rp20.000 per porsi. Harga yang tidak terlalu mahal namun tidak melupakan kualitas serta porsinya. “Kami ingin semua lapisan masyarakat dapat mencoba salah satu makanan legendaris ini kapan pun,” imbuh sulung dari empat bersaudara ini.

Selain Apollo dan Polo, di Jalan Pangeran Antasari juga terdapat sebuah tempat makan kwetiau yang dinamakan sesuai nama jalan yakni Kwetiaw Antasari. Ketenaran Kuetiaw Antasari dapat dibuktikan dari puluhan foto tokoh dan selebritas dalam negeri yang pernah mengunjungi tempat makan ini. “Hampir 80 persen artis yang datang ke Pontianak pasti mampir ke sini,” tukas Chrissanty, pengelola rumah makan ini.

Dari semua menu yang ditawarkan, “Yang jadi favorit kwetiau goreng, karena kalau dengar dari orang-orang, kwetiau kita rasanya beda dengan yang lain. Apa yang membedakan, saya sendiri enggak terlalu tahu, tapi mungkin dari bumbunya yang lebih berani,” terang perempuan yang rata-rata dalam sehari bisa menjual sekitar 23 kilogram kwetiau, dan dua kali lipatnya di hari libur.

“Kalau sedang ramai, masaknya enggak putus-putus. Ramai itu biasanya pada akhir pekan dan hari besar seperti Lebaran dan tahun baruan,” lanjut sulung dari tiga bersaudara yang menjual kwetiau mulai dari harga Rp25.000 sampai Rp45.000.