Lagu-lagu pilihan dalam program adu bakat tersebut pun diakuinya memang tak lepas dari lagu-lagu hits yang populer dinyanyikan penyanyi dewasa. Untuk itu, pihak SCTV pun mengubah liriknya agar sesuai dengan usia anak. Hal ini dilakukan tentu atas seizin si pencipta lagu tersebut. "Ini penting, mengingat yang membawakan lagu tersebut anak-anak. Tapi, banyak juga lagu-lagu yang di era Bu Kasur dan AT. Mahmud dibawakan dalam ajang ini."
Diwarnai keceriaan khas anak, ada hal-hal menarik di tiap episodenya. Seperti ketika gadis cilik berhijab yang berasal dari Jombang, ia mampu memukau penonton dan dewan juri yang terdiri dari Mama Ira, Kak Gyna, Tante Dewi, Manji (Anji), dan Rian D'Masiv ketika membawakan lagu Insyaallah, yang dipopulerkan oleh Maher Zain.
Mendekati babak final, peserta yang tampil selalu memberikan kejutan-kejutan bagi penontonnya. Adapun tingkat kesulitan lagu yang dibawakan para peserta akan terus bertambah, "Hal ini bertujuan untuk memberikan penampilan yang terbaik bagi para academia," tambah Budi lagi.
Plus Minus Kompetisi
Sebenarnya tak ada yang salah mendorong anak ikut kontes adu bakat selama dilakukan tanpa paksaan dan berdasar kehendak Si Anak. Apalagi, hal itu bisa membuat mereka bangga dan punya rasa percaya diri yang tinggi. Namun, orangtua juga harus cermat memilih jenis perlombaan yang tepat untuk anak. "Jika audisi atau perlombaan itu jadi menuntut dia kehilangan waktu bermain, apalagi kehilangan waktu belajar, dan dipaksa untuk memenuhi tuntutan-tuntutan tertentu sehingga si anak tidak lagi merasa senang menjalaninya dan terbebani, sebaiknya dipikir ulang. Itu pasti mengganggu tumbuh kembangnya sebagai anak di mana pada usia mereka masih banyak bermain," kata psikolog anak, Vera Itabiliana, Psi.
Di sisi lain sebagai program teve, ajang pencarian bakat yang melibatkan peserta anak-anak juga pasti mengejar rating tinggi. Tak jarang, upaya itu diraih lewat komentar-komentar dewan juri yang lucu, bijaksana, atau bahkan tajam dan sadis. "Misalnya komentarnya tajam, lalu dampak komentar itu ke anak bagaimana? Itu yang harus diperhatikan. Yang dikhawatirkan, setelah mendapat komentar yang tak diharapkan, Si Anak justru jadi kapok. Karena anak itu melakukan sesuatu atas dasar senang. Begitu sudah tahu banyak tuntutan, ada nilai-nilai, 'Oh, kamu mainnya gini, jelek, atau kurang bagus'. Kalau tidak suka dinilai seperti itu, mereka jadi merasa 'Ya udah, deh, mendingan enggak usah aja'. Dia jadi kehilangan minat," urai Vera lagi.
Namun, Vera juga melihat banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik anak kala mengikuti kompetisi pencarian bakat. "Kalau dia gagal bisa menjadi pembelajaran bahwa dalam perlombaan ada menang dan kalah, supaya dia punya sportivitas, belajar menerima kekalahan sebagai sesuatu yang wajar. Tapi semua itu tergantung bagaimana lingkungan membantu dan mengarahkan dia."
Sebab akan sangat disayangkan jika saat anak gagal, justru orangtua yang merasa sangat kecewa malah menumpahkannya pada si anak. "Misalnya orangtua jadi ikutan bête. Anaknya pasti merasa down banget bahkan mungkin dia jadi kapok ikut lomba. Makanya orangtua jangan terlalu bernafsu, anaknya harus memenangkan kompetisi itu," pungkasnya.
Vera pun memberi tips untuk para orangtua yang melihat si buah hati menaruh minat atau menunjukkan bakat tertentu. "Kembangkan saja terus, dalam arti tidak harus selalu diikutkan lomba. Misalnya bakat musik, beri anak stimulasi sederhana dengan memperdengarkan musik, main alat musik bareng," sarannya.
Titiek Puspa Etika Pada Lirik
Ajang pencarian bakat anak di bidang tarik suara memang masih mengundang minat para pesertanya. Titiek Puspa yang turut mengamati maraknya program tersebut berpendapat, sejauh ini pihak teve pasti telah memahami mana hal yang layak dan tidak untuk peserta anak. "Ya, ajang tersebut menurut saya, sih, bagus-bagus saja. Ikut mengembangkan bakat menyanyi dan prestasi anak yang tak didapat di sekolah formal," ujar Titiek saat dihubungi Kamis (9/10). Sayangnya, nyaris dua dekade lagu-lagu anak (seperti ciptaan Bu Kasur dan AT. Mahmud) berkurang drastis. Titiek prihatin, anak-anak yang usianya belum juga remaja banyak yang lebih senang membawakan lagu-lagu orang dewasa. Hal itupun tak jarang terlihat di layar kaca. Untuk itu, Titiek berharap pihak penyelenggara lebih memperhatikan isi lirik lagu tersebut.
Anak-anak sekarang, menurut Titiek, cukup cepat mengikuti tren dan perkembangan zaman yang memang tak bisa dibendung. Teknologi telah begitu maju, "Mereka bisa melihat dan mendengar lagu-lagu dari seluruh penjuru dunia. Saya setuju kalau melodinya ceria khas lagu-lagu anak, tapi etikanya juga terlihat pada liriknya," tegas Titiek yang berharap ke depannya banyak lagu-lagu anak dengan beragam tema, seperti sosial, kecintaan terhadap orangtua dan Tuhan, serta lingkungan. "Dan kalau bisa mengedepankan rasa cinta yang begitu besar terhadadap tanah air dan bangsa. Ada rasa nasionalisme yang tinggi. Karena mereka generasi muda Indonesia," kata Titiek yang setelah lama vakum, ia mulai kembali mengarang lagu-lagu anak sejak Januari lalu.
M.Nizar, Sri Isnaeni