Dulu sempat diberitakan soal hubungan dekat Bapak dengan Mbak Tutut?Sebatas dalam konteks pekerjaan, Insya Allah dan alhamdulillah, tidak lebih dari itu. Mbak Tutut, kan, waktu itu Ketua PMI Pusat, sementara saya Ketua PMI DKI Jakarta. Karena Mbak Tutut sebagai anak presiden dan Bapak ajudannya presiden, jadi kedekatannya hanya selaku hamba Allah. Saya sangat percaya pada Bapak.
Tapi Bapak romantis?Wah, romantis banget. Tiap ulang tahun perkawinan kami, 22 Februari, jam 00.00 pasti Bapak mengucapkan selamat. Itulah perhatian yang dia berikan.
Bapak bisa juga marah?Bapak marah ketika saya bandel tidak mau memikirkan kesehatan. Kadang jam 03.00 saya masih rapat. Paginya saya sudah pergi ke Pasar Blok M melakukan kegiatan sosial. Sampai-sampai saya belum makan karena ingin menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tuntas. Dulu, ketika dicalonkan jadi capres, jika Bapak hanya kampanye di 3-4 titik dalam sehari, saya bisa di 11 titik dalam sehari.
Tampaknya Ibu gampang terharu, ya?Saya banyak menangis daripada tertawa bukan karena sedih, tapi dalam kegembiraan saya pun menangis. (Uga sempat menangis ketika melakukan acara sosial di Pasar Blok M. Seorang bocah kecil mendekati dan menangis karena tidak punya kesempatan belajar sejak sang ayah meninggal dunia. Itu mengingatkan Uga yang juga kehilangan sang ayah di saat ingin meraih cita-cita.)
Apa yang membuat Ibu bahagia?Satu hal yang membahagiakan adalah kehidupan anak-anak kami. Putri pertama, di usia muda pendalaman agamanya sudah jauh. Yang membuat saya terharu dan tidak pernah saya lakukan saat dia kecil, tiap kali menyusui dia selalu mengambil air wudhu dulu.
Putri kedua, ketika SMP sudah memutuskan memakai jilbab. Awalnya memang tidak saya kasih karena takut hanya terbawa arus saja. Bayangan saya dulu, karena badannya tinggi dan pintar berenang, dia bisa jadi peragawati. Saat dia memilih berjilbab, saya menangis. Kenapa saya yang setua ini tidak terpanggil? Akhirnya saya terpanggil memakai jilbab.Noverita K Waldan