Lebaran tahun lalu pun terpaksa kulalui di RS. Di hari besar itu, aku memilih tidur siang karena Mama harus mengunjungi para saudara. Saat bangun, aku kaget setengah mati mendapati rambutku rontok. Dipegang sedikit saja, sudah rontok segenggaman tangan. Sedih sekali. Padahal, waktu itu rambutku sepinggang.
Belakangan, aku tahu, leukositku turun menjadi 600/mm3 dan harus masuk ruang isolasi sekitar dua minggu. Terpaksa tidak keramas sampai rambutku seperti gimbal. Karena tak tahan, dikeramas. Rontoknya sampai satu kantung plastik besar, yang kemudian dikubur Mama. Belum sampai rontok semua, kucukur habis saja sekalian.
Kondisiku naik-turun terus. Jika sedang stres berat, langsung sesak nafas. Kalau demam, sampai 40,7 derajat Celcius dan tidak bisa bertemu Al. Bayangkan, dalam sehari, bisa tujuh kali demam. Saking tingginya suhu tubuh, aku dalam kondisi antara sadar dan tidak. Kalau suhuku 38- 39 derajat, badan menggigil dan gemetar. Air mata keluar, bibir panas, mau dikompres enggak bisa, dan sehari bisa sampai enam kali kejang. Demam itu, kata dokter, kemungkinan karena kankernya sudah mencapai batang otak. Atau bisa juga karena kekurangan oksigen sehingga kejang-kejang.
Rupanya penyakit ini kudapat dari kakek dan om dari pihak Papa yang menderita kanker dan leukeumia. Sepanjang hidup, aku enggak pernah membayangkan bakal seperti ini. Dulu, di awal-awal, aku stres dan lelah memikirkan penyakit ini. Tapi sekarang, aku merasakan keyakinan dan kekuatan. Bahkan optimis bisa sembuh! Allah akan memberikan kesembuhan asal menghindari stres. Yang penting, pikirkan yang enak-enak saja, cari kesibukan, dan mencoba melakukan semuanya sendiri.
Noverita K. Waldan