Nova.ID - Di Indonesia, sebagian besar orang punya pola pikiran yang sama tentang nasi dan rasa kenyang. Rasanya belum kenyang kalau belum makan nasi, seperti yang disebutkan oleh kebanyakan orang Indonesia.
Pada dasarnya, perasaan belum kenyang kalau belum makan nasi adalah tanda bahwa seseorang sudah ketergantungan. Apa yang membuat nasi bisa seperti itu?
Penjelasan secara ilmiah pernah diungkapkan oleh para peneliti dari Boston Children’s Hospital di Amerika pada 2013.
Menurut temuan tim, makanan yang memiliki indeks glikemik—zat karbohidrat dalam gula darah—tinggi berpotensi menimbulkan adiksi.
Di antara makanan yang masuk dalam kriteria tersebut ada nasi, roti putih, kentang, dan gula konsentrat.
(BACA: Ini Dia Resep Praktis, Nasi Kuning untuk Keluarga)
Dijelaskan bahwa terlalu banyak mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi dapat menyebabkan rasa lapar berlebihan dan merangsang area otak yang berkaitan dengan rasa ketagihan.
Khusus nasi, penjelasan ilmiah lain datang dari juru bicara yang menjadi representasi ahli diet dari American Dietetic Association (ADA), Christine Gerbstadt.
“Manis adalah cita rasa pertama yang cenderung dipilih manusia sejak lahir,” ujar Gerbstadt.
Di sisi lain, karbohidrat dengan rasanya yang cenderung manis merangsang pelepasan serotonin—zat kimia otak yang dapat memperbaiki suasana hati dan dipercaya dapat mengurangi kesedihan dan depresi—sehingga yang mengonsumsinya bisa merasakan bahagia.
Ditambah lagi, rasa manis juga bisa melepaskan zat endorfin, senyawa kimia yang membuat seseorang merasa senang selain berguna juga untuk kekebalan tubuh.
Masalahnya, ada dampak yang dihasilkan di luar adanya zat-zat tersebut.
Sayangnya, yang terjadi bukan karena dua zat yang ditimbulkan saat mengonsumsi karbohidrat itu bisa membuat diri merasa lebih baik, melainkan bayang-bayang akan dampak penyakit yang dibawa.
Dalam artikel “Guides Food Addiction” yang ditayangkan oleh psychguides.com disebutkan bahwa imbas jangka panjang mengonsumsi—apalagi secara berlebihan sehingga bisa dikatakan ketergantungan pada nasi—bisa menyebabkan diabetes tipe 2.
Untuk menghilangkan rasa ketergantungan, orang perlu membatasi konsumsi nasi. Akan tetapi, beberapa hasil riset menunjukkan, mengurangi takaran konsumsi biasanya bisa jadi sulit.
(BACA:: Bau Mulut, Salah Satu dari 5 Tanda Tubuh Kekurangan Karbohidrat)
Buku Human Psysiology: From Cell to Systems yang disusun Lauralee Sherwood memberi penjelasan hubungan antara makanan yang dikonsumsi dan volume perut.
Tertulis di sana bahwa perut memiliki volume sekitar 50 mililiter (ml) saat kosong. Akan tetapi, volume bisa membesar 20 kali lipat saat terisi atau ketika seseorang sedang mengonsumsi makanan.
Bahkan, volume bisa terus bertambah ketika makanan—termasuk nasi—yang masuk lebih dari satu liter.
Maka dari itu, perlu upaya untuk mengendalikannya.
Dalam penelitian yang dilakukan Boston Children’s Hospital seperti dikutip dalam nationalpost.com, dikatakan bahwa untuk mengendalikan keinginan makan berlebihan, seseorang perlu membuat dirinya untuk mampu membatasi makanan yang dikonsumsi, terutama karbohidrat dengan kadar tinggi.
Terlebih lagi, orang Indonesia dan nasi terikat dengan riwayat yang panjang.
Nasi disebut sebagai salah satu makanan yang ada dari zaman ke zaman sejak masa Paleolitikum (50.000 hingga 10.000 tahun lalu) di wilayah yang kemudian disebut Indonesia ini.
Tak mudah
Data International Diabetes Federation (IDF) pada 2015 menyebutkan, di Indonesia sudah ada lebih dari 10 juta penduduk berusia 20 tahun hingga 79 tahun yang menderita diabetes.
Pada tahun itu, tercatat hampir 185.000 orang Indonesia meninggal karena diabetes. Itu pun diperkirakan masih ada lebih dari 5 juta penderita diabetes yang tak terdata di luar sana karena belum memeriksakan diri.
(BACA:: Meski Sehat, Tidak Semua Buah Bisa Dikonsumsi untuk Penderita Diabetes)
Meskipun tak mudah, langkah untuk mengendalikan diri dalam mengonsumsi karbohidrat demi kesehatan tubuh mutlak perlu dilakukan.
Dalam artikel "13 Ways to Fight Sugar Cravings" di Webmd.com, ada sejumlah tips yang bisa dilakukan sesegera mungkin. Di antaranya, makanlah sedikit makanan manis—termasuk nasi sebagai karbohidrat—saat Anda mengidam-idamkannya.
“Cobalah jaga konsumsi makanan manis maksimal 150 kalori per hari,” ujar juru bicara lain dari ADA, Kerry Neville.
Lalu, cara lainnya ialah mengombinasikannya dengan makanan sehat. Saat ini, ada banyak kudapan ringan yang praktis dan bisa dibawa dalam tas kecil atau saku sekalipun. Camilan seperti Soy Joy yang berbahan kedelai, misalnya.
Dengan ngemil snack tersebut dua jam sebelum makan makanan utama, Anda bisa merasa kenyang sehingga bisa mengurangi jatah konsumsi karbohidrat, seperti nasi, tanpa harus merasa lapar terus-menerus. Dengan begitu, perasaan belum kenyang kalau belum makan nasi pun tinggal mitos.
(Sri Noviyanti/Kompas.com)