Sejak Anda memenangkan lomba Internasional, biaya jasa semakin mahal tidak?
Enggak lah. Soalnya, pada dasarnya saya memang senang membuat orang jadi senang dengan apa yang saya lakukan dan berikan. Kepuasan ketika mendapat pujian atau menerima rasa terimakasih dari pelanggan tak bisa digantikan dengan uang. Melihat pancaran kebahagiaan pelanggan, benar-benar membuat saya senang.
Bagaimana dengan usaha bridal Anda sekarang?
Masih tetap berjalan dan semakin berkembang. Sekarang saya dituntut untuk semakin kreatif dalam menghadirkan busana-busana pengantin. Diantaranya, membuat busana berbahan kapas, sabut kelapa, serabut besi, daun, dan lainnya. Saya senang membuat busana kreatif seperti itu, sudah hobi sejak kecil. Kebetulan baru sekarang saya menemukan wadah dan orang-orang yang memiliki pikiran yang sama.
Banyak sekali usaha yang Anda tekuni, ya?
Iya. Usaha itu bukan warisan, lho. Saya memulai semuanya dari nol. Keluarga saya bukan keluarga kaya raya. Saya anak ke enam dari sembilan bersaudara, sehingga harus berusaha mencari uang sendiri untuk jajan. Enggak enak kalau harus selalu minta ke orangtua.
Ketika duduk di bangku SMA tahun 1995-an, saya sudah bawa nasi uduk dan kue ke sekolah untuk dijual ke teman-teman. Saya tidak gengsi atau malu melakoninya, toh nilai-nilai saya di sekolah juga tetap baik dan dapat ranking. Yang penting enggak banyak mengeluh, enggak menyusahkan orang, bisa nolong orang dan enggak bikin malu orang.
Untungnya, saya kemudian mendapatkan suami yang sangat mendukung setiap langkah yang saya ambil. Saya menikah dengannya ketika masih berumur 19 tahun.
Wah, muda sekali ya?
Ketika berkenalan dengan suami, saya langsung merasa cocok. Dua hari berkenalan, kami langsung menikah. Gerak cepat semuanya. Sampai keluarga kami berdua heran, dan mengira saya sudah hamil duluan. Ha ha ha. Akhirnya hanya menikah di Kantor Catatan Sipil karena kedua orang tua kami takut, kalau diadakan pesta akan menjadi bahan gunjingan karena terlalu cepat memutuskan untuk menikah. Setahun kemudian, kami baru mengadakan pesta pernikahan.
(Dari pernikahannya, Novi dan suami kini dikaruniai dua putra, Hizkia Peter Wijaya Tanata dan Mario Ivan Wijaya Tanata. Selain usaha bridal dan salon, saat ini Novi mulai menekuni bisnis tas. Tanpa disangka, usaha ini pun sama berkembangnya dengan usaha-usaha lain miliknya.)
Di tengah kesibukan, bagaimana cara Anda membagi waktu untuk anak-anak?
Sabtu dan Minggu justru menjadi hari tersibuk saya. Tapi, saya dan suami sepakat menjadikan hari Jumat sebagai hari keluarga kami. Di hari itu, kami melakukan semuanya bersama-sama. Enggak perlu ke tempat mahal, di pinggir jalan pun bisa. Yang penting kebersamaannya, kan? Kalau bisa, sih, setiap hari bersama mereka. Terkadang kalau pulang ke rumah dan anak-anak sudah tidur, saya merasa bersalah karena kehilangan moment bersama mereka.
Bagaimana dengan waktu pribadi?
Gampang. Saya paling suka ke toko buku atau tempat penjualan buku bekas. Saya suka membaca buku, tapi bukan novel. Saya suka buku-buku yang merangsang saya untuk membuat sesuatu yang kreatif seperti buku-buku keterampilan.
Apa rencana Anda selanjutnya?
Saya ingin membuka tempat grosir yang isinya barang-barang kecantikan. Sudah ada tawaran untuk membuat buku juga, tapi belum ada waktunya saja. Sejauh ini hanya membantu teman dalam menerbitkan buku. Salah satunya buku berjudul Sanggul Elegan, yang juga memakai jasa make up saya.
EDWIN YUSMAN F.
Foto Repro: Fadoli Barbathully/Nova