Wahyu Aditya, Animasi Tanpa Batas

By nova.id, Selasa, 30 Maret 2010 | 09:15 WIB
Wahyu Aditya Animasi Tanpa Batas (nova.id)

Wahyu Aditya Animasi Tanpa Batas (nova.id)

""

Kenapa Anda tertarik dengan animasi?

Awalnya, sejak SD di Malang, Jawa Timur, saya suka menggambar, membuat karakter, lalu ketagihan dan ikut lomba. Saya juga bikin cerpen, bikin komik Doracemot, plesetan dari Doraemon. Waktu SMP, saya juga sering ikut kompetisi. Pertama kali ikut lomba, saya langsung juara I, dari situ jadi ketagihan.

Saat itu saya juga pernah bikin komik khusus untuk perempuan yang saya taksir, tapi ditolak. Komiknya saya minta balik. Sayang, kan, sudah capek-capek bikinnya. Sekarang dia pasti menyesal karena pernah menolak saya. Ha ha ha.

Di SMA, saya mulai terjun ke desain. Desain pertama saya dihargai Rp 20 ribu. Lumayan, lah.

Orangtua setuju?

Ya, sempat bingung juga, sih. Orangtua, kan, dokter. Pasti ingin anaknya jadi dokter juga. Tapi karena dari awal saya memang takut darah, mereka menyerah. Yang penting, kan, enggak ngerepotin orangtua dan tetap bisa berprestasi.

Apa alasan Anda memilih mendirikan sekolah animasi?

Sebenarnya sudah terinspirasi sejak masih sekolah animasi di Sydney. Waktu itu sebenarnya punya cita-cita ingin bikin film animasi layar lebar. Tapi, saya lalu berpikir, pasti susah mencari orang-orang yang sesuai dengan keinginan. Jadi, saya pikir seharusnya bikin sekolah dengan kurikulum yang saya buat dan sesuai dengan yang saya mau.

Dari sana, saya mulai mencicil membuat kurikulum berdasarkan pengalaman yang saya dapat saat bekerja di Trans TV sebagai creative design dan animator. Dengan menciptakan sekolah, orang yang bisa membuat animasi akan semakin banyak, dan suatu saat animasi pasti akan makin terdengar. Daripada cuma saya yang bikin, nanti yang terdengar cuma nama saya saja.

Modalnya dari mana?

Tadinya, saya mau pinjam modal ke orangtua karena saya enggak punya uang dan enggak berani ambil risiko. Mereka juga ingin melatih saya supaya enggak terus bergantung, jadi tetap meminjam ke bank atas nama orangtua, tapi saya yang mencicil. Itu pun sebenarnya masih kurang karena uang itu habis untuk beli peralatan dan gedung. Saya masih butuh biaya untuk promosi. Akhirnya, saya memanfaatkan promosi lewat dunia maya. Sekali waktu saya ikut pameran pendidikan, alhamdulillah ada yang daftar, langsung untuk 3 kelas. Padahal, waktu itu gedungnya masih dibangun. Tapi, saya cuek saja. Rezeki, kok, ditolak? Jadi, saya langsung nyemplung saja.

Kenapa akhirnya memutuskan mendirikan sekolah di Jakarta?

Soalnya, 4 tahun sebelumnya saya kerja di Jakarta. Kalau di Malang, terlalu gambling, karena saya belum tahu jaringannya dan secara statistik, animasi memang hidupnya di kota-kota metropolitan. Dan berdasarkan data statistik juga, perputaran uang di industri animasi itu pusatnya ya di Jakarta.

Berencana untuk mendirikan sekolah ini di kota-kota lainnya?

Insya Allah, kalau memang sanggup. Kalau pakai sistem franchise seperti yang banyak teman-teman lakukan, mungkin enggak semudah seperti franchise nasi goreng atau hamburger. Jadi, mungkin awalnya akan saya kelola sendiri dulu untuk beberapa cabang.

HelloMotion Academy saat ini sudah punya berapa kelas?

Sekarang jalan lima kelas, setiap kelas ada 9 orang, paling sedikit 6 orang, sengaja supaya lebih mudah menangkap pelajaran, apalagi kelasnya juga kecil. Usianya 18 tahun ke atas, tapi kalau kelas pagi sampai sore ada yang untuk usia Sekolah Dasar, biasanya untuk usia 10 tahun ke atas.

Bedanya?

Bedanya ada di pendekatan materinya. Animasi, kan, ada yang sederhana, ada yang kompleks. Rata-rata animasi yang kami ajarkan itu multidisiplin, jadi kalau untuk usia SD, saya ajarin sedikit-sedikit, tidak terlalu dipusingkan dengan banyak teknik.

Program untuk usia SD baru dibuka tahun lalu. Selama ini hanya untuk program liburan, jadi ada kerjasama dengan pihak ketiga. Nah, sekarang kami coba bikin versi tetapnya. Jadi, bisa belajar tanpa perlu menunggu program liburan.

Banyak permintaan?

Iya sih, tapi kami inginnya tetap sesuai dengan visi HelloMotion. Animasi, kan, sebuah karya seni yang bisa dipelajari oleh siapapun, jadi bukan sebuah ilmu yang hanya dikuasai oleh kaum profesional. Cita-citanya, sih, kalau sekarang banyak dokter suka seni lukis atau seni suara, suatu saat nanti akan ada dokter yang suka seni animasi.

Animasi itu seni yang menurut saya sangat lengkap. Ada suara dan gerakan, imajinasi juga tidak terbatas. Kalau film pendek mungkin terbatas pada cuaca atau aktornya. Nah, di animasi, kita bebas melakukan apa saja, enggak ada kompromi. Makanya, saya punya cita-cita untuk menyenikan animasi kepada masyarakat Indonesia.

Itukah alasan Anda untuk lebih suka disebut sebagai aktivis animasi?

Ya, karena seorang aktivis enggak hanya membuat, tapi juga melakukan sesuatu. Ya bikin sekolah, ya festival (Adit yang lulusan KvB Institute of Technology, Sydney ini juga memprakarsai HelloFest, festival animasi yang diadakan secara tahunan).

Kabarnya, Anda membuka kelas khusus untuk anak penderita autis, ya?

Awalnya, sih, serba tidak sengaja, karena yang mendaftar ibunya, jadi kami enggak tahu anaknya seperti apa. Waktu datang, kok kayaknya anaknya agak beda? Tapi kemudian, si ibu menjelaskan kondisi anaknya yang mengidap autis. Tapi, kami justru tertantang. Setelah itu, ada beberapa ibu yang bilang, ternyata dengan mengikuti kursus animasi, ada progress yang positif untuk anaknya. Kami lantas bekerjasama dengan Rumah Autis. Kami yang mengirim guru ke sana dan melatih guru-guru. Setelah itu, kami mengirimkan satu mentor untuk mendampingi karena kami belum paham kebiasaan anak autis. Sedangkan semua fasilitas seperti komputer disponsori oleh sebuah bank BUMN. Ketika baru berjalan satu bulan, dievaluasi. Ternyata mereka enggak kalah berbakatnya dengan anak-anak bukan autis.

Lalu, bagaimana dengan karier untuk lulusan HelloMotion?

Untuk karier, alhamdulillah sudah banyak yang beralih profesi dan menemukan jati diri mereka. Banyak yang awalnya bekerja di bank, lalu menemukan lentera jiwanya di animasi. Ada anak SMA ikut kursus editing di sini, dia langsung terlibat proyek film besar seperti Berbagi Suami.

Sekarang kami juga sering ditelpon oleh perusahaan-perusahaan yang minta lulusan kami untuk direferensikan. Padahal, saya enggak terlalu serius untuk menyalurkan mereka dalam berkarier, tapi secara imej mungkin sangat membantu. Kemarin saya tanya ke murid, dia mau ke mana selulus dari sini, dia bilang, sebenarnya dengan belajar di HelloMotion, secara imej sudah sangat membantu. Dengan menyebut sekolah di HelloMotion saja, biasanya lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Jadi, murid senang karena sudah mendapat pengakuan lebih dulu.

Menurut Anda apa yang membentuk imej HelloMotion jadi sedemikian bagus?

Berawal dari cinta. Bekerja dengan cinta biasanya pencapaian akan datang sendiri. Yang penting diawali dengan cinta, kerja dengan tepat dan keras, konsisten, dan jangan patah semangat.

Apa yang menurut Anda paling menarik dari animasi?

Animasi itu enggak ada batasnya. Batasnya cuma langit. Batasnya ada di kreativitas, dengan tantangan yang tak ada habisnya. Animator yang baik akan selalu mengeksplorasi sesuatu yang baru, tidak hanya berkutat pada hal komersial.

Target selanjutnya?

Macam-macam. Saya masih punya mimpi untuk memajukan clothing brand saya. Untuk HelloFest, inginnya bisa menjadi komunitas film yang lebih hidup. Mudah-mudahan juga bisa punya gedung sendiri dengan pusat informasi terbaik dan bisa mencetak orang-orang brilian. Film layar lebar juga cita-cita saya.

Satu lagi, cita-cita besar saya, HelloPark, taman impian yang menyenangkan, yang dibuat berdasarkan karya-karya yang dibuat HelloMotion. Semoga!

SITA DEWI