Kleting Titis Wigati: Tidak Berpatokan Tren (1)

By nova.id, Selasa, 2 Maret 2010 | 17:09 WIB
Kleting Titis Wigati Tidak Berpatokan Tren 1 (nova.id)

Kleting Titis Wigati Tidak Berpatokan Tren 1 (nova.id)
Kleting Titis Wigati Tidak Berpatokan Tren 1 (nova.id)
Kleting Titis Wigati Tidak Berpatokan Tren 1 (nova.id)

""Kelak, saya pasti go international!" "

Belum lama menapak karier sebagai desainer, Anda sudah mendapat penghargaan, ya? Memang benar, saya sebenarnya masih tergolong baru di dunia mode. Itu sebabnya, saya merasa senang ketika tahun lalu mendapatkan penghargaan Young Talented Designer dari Cleo Fashion Award. Sebelumnya, Hard Rock FM memilih saya sebagai salah satu tokoh inspirasi di bawah 30 tahun. Penghargaan ini tentu memacu saya untuk berkarya lebih baik lagi.

Awalnya, apa yang membuat Anda tertarik menggeluti dunia fashion?Sejak kecil saya memang suka menggambar. Saya juga senang memadu-padankan busana. Kesukaan ini membuat saya ingin menggeluti fashion. Lulus SMA, saya belajar selama satu tahun di sekolah mode Esmod. Selanjutnya, saya kuliah fashion design di Instituto Marangoni, Milan, Italia, selama empat tahun.

Saya memilih Milan karena di sana merupakan salah satu pusat pakaian siap pakai. Selain belajar ilmunya, saya juga bisa belajar soal bahasa. Keinginan kuliah di Milan atas ide saya sendiri. Saya bersyukur orangtua mendukung langkah saya.

Pasti banyak pengalaman menarik selama tinggal di Milan, ya?Tentu. Banyak inspirasi saya dapatkan selama tinggal di Milan. Apalagi di sana kegiatan seni memang mendapatkan apresiasi yang bagus. Museum ada di mana-mana, bangunan tua begitu dihargai keberadaannya. Sering pula diadakan kegiatan seni seperti performing art. Selain itu, sering diadakan acara fair, seperti fashion fair dan interior fair.

Tak ketinggalan, acara fashion begitu semarak. Dalam setahun, minimal ada dua kali ada kegiatan fashion week. Acara ini merupakan salah satu program pemerintah yang juga mendapat dukungan industri komersialnya. Acaranya benar-benar ramai. Tiap tahun biasanya keluar tren terbaru.

Selama tinggal di Milan, apakah Anda pernah terlibat kegiatan fashion?Tahun pertama kuliah saya ikut partisipasi, tapi masih mengurusi back stage saja. Saya menjadi dresser untuk fashion show mereka. Saya tidak punya waktu untuk terlibat lebih jauh karena tidak ada waktu untuk bekerja. Soalnya, beban di sekolah sudah berat banget.

Tahun pertama, saya belajar yang dasar-dasar dulu. Misalnya, saya diajari berkreasi dan pelajaran teknis. Berikutnya belajar mengembangkan kreasi masing-masing. Kala itu, hanya saya yang mengambil program empat tahun. Ada, sih, warga Indonesia yang kuliah di sana, tapi hanya kursus beberapa bulan saja.

Apa langkah yang Anda lakukan usai selesai kuliah?Selesai kuliah, saya pulang ke Indonesia dan ingin mewujudkan cita-cita menjadi desainer. Saya sempat menjadi freelance stylist sebuah majalah. Suatu ketika, saya dapat tawaran menarik dari Hongkong. Saya bertemu direktur produksi sebuah brand Italia yang berlokasi di Hongkong, namanya Miss Sixty. Dia langsung mewawancarai saya dan menerima saya bekerja di Miss Sixty.

Ini memang brand yang bagus dan sudah bertaraf internasional. Sebuah tantangan yang tidak semua orang mendapatkannya. Saya pun menerima tawaran ini, sekaligus proses pembelajaran untuk saya. Saya bekerja sebagai product development assisstant. Hampir dua tahun saya tinggal di Hongkong dan tahun 2007 saya memilih pulang ke Indonesia.

Kenapa memilih pulang?Saya memang ingin tinggal di Jakarta dan membuat brand sendiri. Awalnya, sih, saya membuat seragam. Saya membuat segala macam seragam untuk perusahaan, sekaligus belajar bagaimana industri di Indonesia. Saya membuat bermacam-macam jenis seragam. Mulai dari seragam department store, sampai beberapa restoran.

Alhamdulillah, jaringan saya jadi lumayan bagus. Jadi, orang-orang tahu kalau saya bisa membuat desain yang bagus. Sebenarnya kerja seperi ini lumayan, tapi memang enggak banyak berkreasi. Perusahaan yang minta seragam, kan, sudah ada pakemnya. Selanjutnya, saya memilih bikin brand sendiri. Akhirnya, pada April 2009, saya meluncurkan brand yang saya beri nama Kle.

Apa yang menjadi ciri khas desain Anda?Baju saya wearable, siap pakai, dengan harga terjangkau. Bisa dipakai sehari-hari tapi tetap gaya. Saya bikin koleksi bermacam-macam. Cukup keren. Produksi saya juga terbatas karena saya bikin satu desain sebanyak 20 potong saja. Waktu launching, respons masyarakat bagus banget. (Bersambung)

Henry IsmonoFoto-foto: Daniel Supriyono/NOVA