Tak Sepakat Justru Sehat

By nova.id, Kamis, 24 Januari 2013 | 00:30 WIB
Tak Sepakat Justru Sehat (nova.id)

Tak Sepakat Justru Sehat (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Apakah setiap pertengkaran akan membuahkan solusi yang memuaskan? Rasanya tidak selalu, ya! Tapi, ketidaksepakatan ini tak berarti harus menjadi masalah dalam hubungan.

Menurut Michele Weiner Davis dalam bukunya, The Sex-Starved Marriage: Boosting Your Marriage Libido, pasangan tidak perlu mencapai kesepakatan dalam segala sesuatu. "Anda berdua justru bisa sepakat untuk tidak sepakat (agree to disagree) secara damai," ujar terapis pernikahan ini.

Lantas apa yang harus dilakukan agar kedua belah pihak tak merasa terpaksa menerima kesepakatan semacam ini? Jawabannya sederhana. Kedua belah pihak mesti menjadi pendengar yang baik. Artinya, Anda berdua harus tahu jalan pikiran pasangan. Anda pun harus berusaha menghargai dan memahami sudut pandang Si Dia.

Percakapan ini, tak seperti teori hubungan lain, yang mewajibkan Anda saling bertatapan. Toh, tindakan ini bukan jaminan Anda berdua saling memahami, kok. Anda berdua justru harus memberitahu pasangan bahwa Anda mengerti mengapa Si Dia memiliki pemikiran yang berbeda dengan Anda. Atau, merunut pada istilah yang digunakan Michele, active listening. Alias tak sekadar masuk kuping kanan, lalu keluar kuping kiri.

Praktiknya Lebih Sulit

Percakapan antara Si A dan Si B di boks "4 Langkah" tadi tampak mudah, ya? Padahal mendapatkan percakapan kondusif seperti tadi sulit, lho. Hal ini juga diakui Michele. "Kita biasanya tidak mendengarkan ucapan mereka. Secara mental, kita malah menyiapkan jawaban untuk menangkis ucapan pasangan."

Alhasil, kita malah membela diri, tidak setuju, dan mengkritik. "Memang butuh kemampuan lebih untuk mendengarkan dan tidak terpancing emosi," cetus Michele.

Di contoh percakapan tadi, awalnya B merasa A mengkritik kemampuan manajemen waktunya. Alhasil, ia tidak bisa menyerap inti pesan A yaitu A merindukan kebersamaan mereka sebagai suami-istri. "Tapi, B mau melanjutkan pembicaraan ini dan A memastikan B memahami perasaannya," ucap Michele.

Jadi, jangan kaget jika Anda atau pasangan mungkin merasa tak tahan ingin memotong omongan pasangan lalu mengatakan, "Kamu salah!" atau "Aku tidak menyangka kamu berpikir seperti itu."

Oleh karena itu, paksa diri Anda berdua untuk mendengarkan dan berempati. Memotong omongan atau membantah hanya akan berakhir dengan pertengkaran berjalan buntu. Sebaliknya, adu argumen bermodal "sepakat untuk tidak sepakat" akan membawa udara segar ke dalam hubungan Anda berdua. Selamat mencoba!

3 Kunci