Gangguan Identitas Gender Anak

By nova.id, Rabu, 24 Oktober 2012 | 07:01 WIB
Gangguan Identitas Gender Anak (nova.id)

Gangguan Identitas Gender Anak (nova.id)

"Ilustrasi "

Berikut ulasan Dr Phil, psikiatris,  soal gangguan identitas gender (GIG) yang telah diterbitkan dalam the American Psychiatric Association bersama  Dr. Dan Siegel, profesor dan psikiatris klinis di Fakultas Kedokteran UCLA  sekaligus Direktur Pusat Perkembangan Manusia. Dr Phil menjelaskan mulai dari cara diagnosis GIG  hingga manual statistik  gangguan mental yang dimaksud.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Identitas Gender

A) Kuat, persisten...

  1) Berulang kali menyatakan keinginan untuk menjadi jenis kelamin lain.

  2) Preferensi  pakaian tidak sesuai gender. Misal, anak laki-laki lebih suka mengenakan pakaian perempuan. Pada anak perempuan, lebih suka pakaian maskulin.

  3) Preferensi peran  lintas-seks  dalam permainan  maupun fantasi persisten.

4) Partisipasi bertolak jenis kelamin dalam permainan dan hiburan berstereotip .

  5) Preferensi  teman bermain berbeda jenis kelamin. Pada remaja dan dewasa:menyatakan keinginan berjenis kelamin lain, mengubah jenis kelamin, atau ingin diperlakukan sebagai jenis kelamin lainnya.

B) Ketidaknyamanan seks.

  1) Laki-laki: Bersikap tegas jika penisnya atau testisnya menjijikkan atau ingin dihilangkan.

  2) Perempuan: Menolak buang air kecil dalam posisi duduk, menyatakan suatu saat dirinya  akan tumbuh penis, atau dia tidak ingin punya payudara atau menstruasi.

  3) Keasyikan  menyingkirkan karakteristik seks primer dan sekunder.

C) Merasa terganggu tak sesuai  dengan kondisi fisik interseks.

D) Terganggu hingga menyebabkan perasaan tertekan secara klinis.

"Pada suatu poin Dr Siegel,  jika tidak menyebabkan tertekan, maka hal itu adalah sebuah kesepakatan sementara, namun tak jelas apakah akan menjadi masalah," ungkap Dr Phil.

Bagaimana mendefinisikan gangguan kejiwaan, adalah ketika seseorang merasakan tertekan. Kendati jelas di sini, jika anak memiliki alat kelamin  laki-laki tetapi dia mengidentifikasi sebagai seorang perempuan, itu akan menyebabkan rasa tertekan. Dan, ketika keputusan   mengijinkan seseorang memiliki kesempatan mencoba identitas gender yang berbeda, tekanan ini akan hilang. Ini menjelaskan segalanya, jika orang ini menderita yang dikatakan Gangguan Identitas Gender.

Laili/ dari berbagai sumber