Izma Chandra Hamzah (1): Sering Tertidur di Pohon Jambu

By nova.id, Minggu, 3 Januari 2010 | 17:27 WIB
Izma Chandra Hamzah 1 Sering Tertidur di Pohon Jambu (nova.id)

Izma Chandra Hamzah 1 Sering Tertidur di Pohon Jambu (nova.id)
Izma Chandra Hamzah 1 Sering Tertidur di Pohon Jambu (nova.id)
Izma Chandra Hamzah 1 Sering Tertidur di Pohon Jambu (nova.id)
Izma Chandra Hamzah 1 Sering Tertidur di Pohon Jambu (nova.id)

"Foto: Repro Ahmad Fadillah/Nova "

Kehidupan kecilku sangat bahagia. Aku dan adik-adik tumbuh dalam keluarga yang berkecukupan. Meski tidak pernah hidup susah, orangtua seringkali menanamkan dan mengajari berbagai nilai-nilai kemanusiaan dan budi pekerti. Menurut mereka jika kami memiliki budi pekerti dan menghargai orang lain, kelak kami bisa diterima di lingkungan dalam kondisi apapun.

Aku diberi nama Izma Mustika dari Papa, Drs. Yana S Prihatna dan Mama, Nany S Christiany. Aku lahir di Bandung, 28 September 1974. Mustika berarti pusaka. Ketika berumur setahun, kami hidup di sebuah tempat yang dikelilingi pohon teh. Papa bekerja di PT. XIII Perkebunan teh Dayeuhmanggung (yang sekarang diubah menjadi PTPN VIII), yang terletak di daerah Garut. Jabatan Papa waktu itu cukup bagus sebagai Kepala Keuangan. Aku punya tiga orang adik, Bagus M. Ramdhan, Budhy D Bhakti, dan Angke Kaniawulan.

Hampir 10 tahun lamanya kami hidup di sana dengan cuaca dingin seperti di lemari es. Tahu sendiri cuaca di perkebunan sangatlah dingin, kadang bisa seharian udara berkabut tebal hingga tidak bisa keluar rumah. Badan kami cukup dihangatkan dengan perapian di rumah yang memakai kayu bakar. Bayangkan saja perkebunan tempat Papa bekerja berada di bawah gunung Cikuray. Kami juga terbiasa dengan penduduk di sana yang beranggapan siapa yang tinggal di perkebunan masih dianggap berbau Belanda. Ibaratnya kami disegani dan dihormati pada waktu itu.

Orangtuaku adalah sosok pekerja keras. Mereka menekankan betapa pentingnya sekolah, kalau bisa sampai tua masih sekolah, karena yang namanya ilmu pengetahuan enggak ada habisnya. Kadang aku berpikir dulu Mama punya anak 4 kesibukannya enggak terasa, kayaknya enggak ada masalah. Sekarang aku baru punya anak satu saja kayaknya sibuk banget. Ha ha ha. Aku diajarkan disiplin, dididik nilai etika, kepribadian. Kalau punya sesuatu jangan melihat ke atas, lihatlah ke bawah jadi bisa tetap menghargai hidup dalam kondisi apapun. Kalau terus melihat ke atas, siapa yang mau dilihat.

Kedisiplinan tinggi selalu diajarkan di rumah. Misalnya, ada pembagian tugas di rumah, aku paling senang menyapu dan mengepel. Meski ada pembantu kami diharuskan bisa bekerja sendiri, karena kalau enggak ada mereka siapa lagi yang mengerjakan. Awalnya memang malas, karena habis sekolah, kan, capek. Tapi lama-lama aku senang mengerjakannya, karena setelah aku besar, jadi terbiasa bekerja di rumah.

Jasa Mama sangat besar, bagiku dialah segala-galanya. Saat sedih pasti ada Mama dan tidak pernah meninggalkanku.

Idolakan SoehartoMasa TK dan SDN kami lalui di PT. XIII Perkebunan Dayeuhmanggung. Hari-hari aku lewati seperti layaknya anak-anak lain dan aktif mengikuti berbagai kegiatan. Ada beberapa hal menonjol yang aku rasakan di antara teman-teman sebaya. Aku selalu dijadikan pimpinan pada saat bermain atau dalam kegiatan di sekolah. Lucunya, aku selalu menjadi orang yang mengatur dalam permainan.

Sejak usia 6 tahun orangtuaku sudah mengajarkan pentingnya agama untuk pondasi hidup. Makanya orangtua mendatangkan guru mengaji ke rumah. Gurunya galak banget, kalau salah tanganku dipukul penggaris.