Agar Ayah Disiplin Pada Anak

By nova.id, Selasa, 9 Oktober 2012 | 00:09 WIB
Agar Ayah Disiplin Pada Anak (nova.id)

Agar Ayah Disiplin Pada Anak (nova.id)

"Ilustrasi "

1.  Mulai sejak dini. Cobalah habiskan waktu dengan sang bayi, ini akan cukup melunasi tahun-tahun yang berlalu. Selain menjadi terhubung dengan bayi, kebiasaan ini juga akan memberi kemampuan pendisiplin secara alami.

2.  Memulai dari bawah. Layaknya menapaki sebuah karir, menjadi ayah juga sebaiknya dimulai dari bawah. Akan tetapi beberapa orang kerap tak paham, "apa hubungannya disiplin dengan mengganti popok?". Sebenarnya, merawat bayi juga memberi pelajaran tentang bayi. Kagiatan mengganti popok, memandikan bayi, memakaikan baju hingga bermain dengan bayi adalah interaksi yang membantu Anda membaca pikiran bayi. Mengganti popok dapat menjadi cara menggali pengalaman dan menjadi pembelajaran ayah-anak.

Ketika anak mulai besar, luangkan waktu untuk makan malam atau menonton televisi bersama anak. Sesekali waktu Anda juga dapat menawarkan kegiatan berkemas atau membersihkan dapur bersama anggota keluarga. Tawarkan ide, jika membersihkan dapur bersama akan membuat pekerjaan lebih cepat. Selain rumah menjadi rapi, Anda juga mendapatkan kesempatan menghabiskan waktu bersama anak dan istri.

3.   Jadi Ayah Terpercaya. Ketika memberi nasihat tentang  disiplin, perlu memberikan figur pada anak. Seorang ayah memang seharusnya dihormati anak, akan tetapi hal itu tidak serta merta didapat. Anak cenderung akan mematuhi orang-orang yang mereka percaya.  Ini tidak mudah, namun anak yang taat karena dirinya percaya akan lebih terkendali kendati ayahnya tidak sedang berada di sekitarnya.  Kepercayaan dan figur akan meninggalkan kesan yang lebih kekal. Sebelum Anda menjadi figur otoritas Anda juga harus menjadi sosok yang nyaman bagi anak. Ini artinya, ayah sebaiknya juga meluangkan waktu untuk menyentuh dan mengasihi anak. Seorang ayah yang "memelihara" anak akan membuat bayi dan anak mudah mempercayai.

4.  Membangun Struktur. Semenjak bayi berusia sembilan bulan hingga dua tahun adalah masanya bayi mengeksplorasi melebihi kemampuan mental untuk menahan diri. Mereka kerap melakukan beberapa perilaku impulsif, menarik kabel lampu, mengejar bola, berjalan ke mana-mana, memanjat, dan mencari tahu isi lemari adalah perilaku normal balita yang sedang tumbuh. Ayah sebaiknya membantu membuat kerangka kerja perilaku impulsif anak. Ketika anak-anak beraktivitas, ayah dapat memberikan batas. Ketika ayah mampu membangun struktur dalam kehidupan dan dipercaya, anak akan menyalurkan energi ke arah yang lebih bermakna.

5.  Beri Pesan Positif. Seorang bayi dengan kebutuhan tinggi sejak lahir akan menangis lebih banyak, sulit didiamkan, mudah kesal dan kerap menarik diri dari pelukan orang tuanya. Bayi juga akan kerap  tidur gelisah dan menolak penjadwalan. Bayi atau anak yang kerap rewel juga akan mempengaruhi pernikahan karena mempengaruhi emosi kedua orang tuanya. Sayangnya, tiap komentar negatif yang dilontarkan ayah akan membuat keadaan semakin rumit. Sebaliknya komentar yang baik dan pesan positif dapat menggantikan suasana sedikit demi sedikit.

Selain itu, jangan menginterpretasikan secara negatif perilaku anak. Misal, menganggap anak bukan anak yang baik. Bayi memiliki perasaan yang sangat peka bahkan ketika mendapat getaran dari orang tuanya. Orang tua yang kerap menganggap anak negatif akan menjadi  getaran yang dirasakan negatif semenjak kedatangannya di dekat anak. Sebaiknya ayah juga belajar menahan emosi dan lebih banyak menebar senyum dan tawa. Dan, semakin tulus dan penuh kasih sayang seorang ayah, anak juga akan semakin berperilaku baik, jarang sakit, bahagia, menyenangkan dan juga sehat.

6.  Jadilah Teladan.  Wahai para ayah, ingatlah! Anak juga mempelajari apa yang dilakukan orang tua kepadanya.  Cara terbaik membangun karakter anak, dengan menjadi model yang baik bersama kualitas yang Anda perlihatkan pada anak. Begitupula soal disiplin. Untuk mendisplinkan anak, saya juga sebaiknya mendisiplinkan diri.

7.  Terlibat dengan Anak. Cobalah menjadi tim yang baik bersama anak. Jangan membuat jarak yang jauh. Ayah dapat mencoba mendampingi anak dalam kegiatan ekstra seperti olah raga, melakukan hobi, dan rekreasi bersama anak. Tak perlu menjadi ahli, Anda hanya perlu ada di sana. Ketika berkegiatabn, perhatikan apakah anak cukup mempelajari sebuah kegiatan dengan baik. Jangan terlalu mematok anak harus berprestasi. Dalam tim, bukan menang atau kalah yang penting namun bagaimana menangani diri sendiri dan kesalahan orang lain.

8.  Model dalam Seksualitas. Ayah adalah orang laki-laki pertama yang dikenal anak laki-laki maupun perempuan Anda. Sebuah studi menunjukkan, ayah lebih mempengaruhi anak dalam hal seksualitas. Bayi mengidentifikasi Ibu sejak lahir namun bagaimana hubungan mereka berkembang dengan ayah adalah tahapan penting bagi perkembangan identitas seksual anak. Anak laki-laki akan membutuhkan ayahnya untuk menghargai maskulinitasnya sendiri. Berikan model peran  seksual yang sehat seperti layaknya gender Anda. Studi menunjukkan, anak laki-laki perlu melihat ayahnya sebagai figur laki-laki yang kuat, pembuat keputusan dalam keluarga dan mengembangkan identitas laki-lakinya dengan baik. Perilaku ayah yang macho dikaitkan dengan perilaku non maskulin anak laki-laki. Jadi bukan soal maskulinitas yang membuat anak mengembangkan identitas seksualnya namun bagaimana ayah memelihara sehingga anak memandang penting seorang ayah. Cobalah lebih sering menunjukkan dan memberitahu bagaimana Anda mencintai anak-anak.

Sedangkan pada anak perempuan, peran ayah memberi kontribusi menikmati diri sebagai wanita. Ayah memberi anak perempuan pengalaman pertama berhubungan dengan lawan jenis. Ketika ayah kurang berperan, pasif, kurang memelihara dan tidak terlibat dalam kehidupan keluarga, anak perempuan juga akan menjadi kurang seimbang dalam mengembangkan kemampuan mengelola hubungan pria-wanita. Dan, ini dapat berisiko di masa depan ketika tiba saat mengembangkan hubungan dengan laki-laki bahkan kegagalan mencapai pernikahan yang bahagia.