Padahal, sambungnya, jika mata dipakai untuk membaca dan close work terus-menerus, maka otot mata yang mengatur akomodasi lensa akan bekerja keras untuk mencembungkan lensa. Terlebih jika penerangannya kurang memadai. "Kerja keras dari otot ini akan menyebabkan daya akomodasi menurun dan pada akhirnya menyebabkan pemanjangan sumbu bola mata akibat tekanan di dalam mata meninggi. Ini bisa menambah kelainan minusnya," jelas dokter yang praktek di RSCM dan RS Mata Aini ini. Bila batita sudah "terserang" rabun jauh, maka penggunaan kacamata dengan ukuran minus dapat memperbaiki kekurangan ini.
Sedangkan rabun dekat merupakan kebalikannya, yakni ketidakmampuan melihat dengan jelas benda-benda yang berada dalam jarak dekat. Ini karena bayangan benda jatuh di belakang retina. "Semua bayi dan anak kecil cenderung mempunyai rabun dekat. Tapi pada umumnya, di usia 6 tahun, penglihatan akan berkembang normal," kata Setiowati.
Rabun dekat dapat diperbaiki dengan lensa plus. Kendati demikian, menurut Setiowati, "Pada anak-anak dan balita, kacamata dengan lensa plus tak selalu diperlukan untuk mengoreksi kelainan ini. Sebab, balita masih mempunyai daya akomodasi lensa yang cukup tinggi, sehingga mata dapat menyesuaikan sendiri." Mereka yang tetap mempunyai problem rabun dekat setelah usia 6 tahun biasanya mempunyai riwayat rabun dekat di keluarganya.
JULING
Kedua jenis kelainan refraksi di atas sering disertai kelainan refraksi lain yang disebut astigmatisme. "Kelainan ini disebabkan permukaan kornea tak rata atau lonjong, sehingga penglihatan menjadi buram dan bergelombang. Benda-benda tampak seperti bayangan yang tampak di depan cermin bergelombang," terang dr. Setiowati.
Astigmatisme dapat dikoreksi dengan lensa berbentuk silinder, dengan sudut tertentu untuk menetralkan sudut kelonjongan kornea. Sudut silinder ini sangat penting agar mata benar-benar dikoreksi sesuai arah kekuatan lensa mata.
Ada juga kelainan lain yang disebut strabismus. Yaitu ketidakmampuan memusatkan mata secara bersamaan, yang bisa terjadi sejak lahir (strabismus bawaan) atau berkembang di kemudian hari (strabismus dapatan).
"Anak-anak yang keluarganya memiliki riwayat strabismus biasanya mudah terkena problem ini," ujar Setiowati. Tapi masalah ini bisa juga terjadi pada anak-anak yang berpenglihatan normal dan yang berpenglihatan lemah. "Mereka dapat mengalami strabismus pada tahun ke-3, ketika mereka berusaha keras untuk memusatkan penglihatan pada benda-benda yang dekat, sehingga matanya menjadi juling," lanjutnya.
Biasanya, juling yang berkembang di kemudian hari akibat dari kelainan penglihatan yang lain seperti katarak, rabun dekat/jauh. Juga bisa terjadi karena masalah medis lain seperti Down Syndrome atau Cerebral Palsy.
Para ibu sering khawatir, mata bayinya terlihat juling hingga bulan-bulan pertama pascalahir. Tampaknya mata mereka tak bergerak secara bersama-sama. Menurut Setiowati, kondisi juling ini diakibatkan bayi belum menemukan fokus penglihatan secara normal.
"Penglihatan mereka masih kabur, sehingga yang tampak adalah bayang-bayang. Seiiring dengan berjalannya waktu, mereka belajar memfokuskan apa yang dilihat karena penglihatannya juga semakin jelas," jelasnya. Nah, pada saat belajar menyeimbangkan penglihatan di kedua mata inilah, ibu-ibu sering mengira anaknya juling. Kendati demikian, pada pertengahan tahun pertama, seharusnya mata anak sudah sering bergerak ke kanan-kiri, ke atas-bawah, dan terpusat secara bersama-sama.
Jika lewat tahun pertama ada anak-anak yang bertendensi ke arah mata juling yang tak disertai kelainan khusus seperti Down Syndrome, Cerebral Palsy atau katarak, biasanya pengobatan dilakukan dengan memberikan kacamata untuk menyeimbangkan penglihatan di kedua mata.
KATARAK
Adapun katarak, yang juga diderita sejak lahir, merupakan penyakit mata yang menyebabkan lensa mata menjadi keruh. Padahal, lensa mata merupakan salah satu media yang harus jernih. "Penyebabnya bisa macam-macam. Salah satunya, rubela yang diderita ibu waktu hamil," jelas Setiowati.
Jika waktu lahir retina (daerah bintik kuning) sudah keruh, berarti bayi tersebut terserang katarak. "Jika dokter anak mengizinkan, di usia dini pun dapat dilakukan operasi katarak untuk mengangkat keruh di lensa," kata ahli mata yang pernah mendapat pasien katarak usia 2 bulan ini. Setelah menjalani operasi, bayi atau anak-anak biasanya akan diberi kacamata.
Santi Hartono/nakita