"Pa, lagi di mana, nih? Sama siapa? Pulang jam berapa?"
Barangkali, pertanyaan istri semacam ini pernah dialami oleh banyak suami. Ada suami yang sudah terbiasa, namun ada pula yang "gerah" oleh rentetan pertanyaan istri yang bak "satpam" ini. Sejauh mana, sih, pertanyaan-pertanyaan istri seperti ini masih dianggap wajar?
Menurut Aurora Y.J. L. Toruan, MSi, Psi., psikolog Konsultan Psikologi Keara, Jakarta, komunikasi sewajarnya ada dalam sebuah rumah tangga. Namun, kalau komunikasi malah terlalu intensif, bisa-bisa suami merasakannya sebagai gangguan. Belum lagi jika pertanyaan itu disampaikan pada saat yang tidak tepat. Misalnya, saat suami tengah sibuk dengan urusan pekerjaan di kantor.
Sejauh mana seorang istri boleh menghubungi suaminya, lewat telepon misalnya, tentu tergantung kesibukan masing-masing. Sekali sehari rasanya cukup. Yang perlu diketahui, pada seorang istri, dan perempuan umumnya, memang terdapat dorongan nurture, yaitu dorongan untuk merawat dan memerhatikan anak. "Nah, kadang-kadang ini terbawa dalam hubungan suami-istri. Maksudnya, sih, memberi perhatian, tetapi kadang-kadang berlebihan," lanjutnya.
Mengontrol Pasangan
Pertanyaan bernada "menyelidik" seperti ini tentu bisa mengganggu hubungan suami istri. Apalagi jika masing-masing pihak tidak begitu mengenal gaya komunikasi pasangannya.
Bisa saja, istri memang termasuk tipe orang yang hobi mengontrol. "Setiap orang berupaya memiliki keseimbangan antara kebutuhan untuk bergantung kepada orang lain dan kebutuhan untuk memiliki kendali pribadi, yaitu kebebasan mengejar keinginannya sendiri," jelas Aurora
Seseorang yang memiliki kebutuhan kontrol yang tinggi sangat membutuhkan situasi yang bisa diprediksikan, merasa aman, pasti, berkuasa, dan dapat mengendalikan situasi. "Sementara, hubungan atau keintiman memuat kemungkinan akan ketidakpastian, sulit diprediksi, dan kemungkinan akan kehilangan orang yang dicintai. Dalam keintiman, dituntut rela menyerahkan sebagian dari kendali atau kontrol kepada pasangan," jelas Aurora.
Oleh karena itu, orang yang memiliki kebutuhan akan kendali tinggi cenderung sulit untuk menjalin hubungan yang intim dengan orang lain. Ia juga sulit untuk menunjukkan sedikit ketergantungan atau kerentanan emosional yang mereka miliki kepada orang lain. Padahal ketergantungan ini sebenarnya penting dalam hubungan cinta.
Aspek lain dari kontrol adalah kendali hubungan. Yaitu sebuah kondisi di mana salah satu pasangan berusaha memanipulasi atau mengendalikan perilaku pasangannya. Ketika hal tersebut terjadi, maka pasangan yang merasa "terancam" akan menarik diri dari hubungan. Akibatnya, ia gagal berkomunikasi secara efektif. "Nah, untuk mengembalikan kepercayaan diri, pasangan harus berani menghadapi risiko secara bersama-sama untuk membahas isu yang menghalangi kedekatan ini," jelas Aurora.
Takut Kehilangan