Sleepwalking Sebabkan Kekerasan

By nova.id, Senin, 22 April 2013 | 05:30 WIB
Sleepwalking Sebabkan Kekerasan (nova.id)

Sleepwalking Sebabkan Kekerasan (nova.id)

"Ilustrasi "

"Mengantuk di siang hari merupakan masalah yang sering terjadi pada orang dewasa dengan masalah sleepwalking," kata Dr Yves Dauvilliers, seorang penulis dan direktur laboratorium tidur di Gui-de-Chauliac Hospital di Montpelier, Prancis. 

Selain itu, mereka  juga mungkin mengalami depresi, kecemasan, dan kualitas hidup yang rendah.Sekitar 17 persen dari mereka dan juga pasangan tidurnya mengalami cedera.

"Beberapa pasien pernah melompat keluar dari jendela. Ada juga yang berjalan di atap rumah atau kakinya patah karena jatuh menuruni tangga," terang Dauvilliers mengenai studi yang diterbitkan dalam  jurnal Sleep edisi Maret. 

Dalam penelitiannya, Dauvilliers mengevaluasi 100 orang yang datang ke klinik gangguan tidur di rumah sakit. Usia para penderita sleepwalking ini berkisar 30 tahun.

Mereka semua dievaluasi melalui sebuah video pada satu malam di laboratorium tidur. Juga menjawab pertanyaan tentang masalah dengan tidur yang diakibatkan kelelahan, depresi kecemasan, dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Ada juga pemicu lain dari sleepwalking, seperti stres, emosi yang kuat, minum alkohol, atau melakukan aktivitas fisik yang intens di malam hari.

Di sisi lain, para peneliti juga mewawancarai 100 orang sehat yang tidak memiliki masalah sleepwalking. Perbandingan hasilnya sebagai berikut:  

- Dari 100 orang yang mengalami sleepwalking, hampir 23 persen dari mereka melakukannya tiap malam dan 43,5 persennya mingguan.

- Usia rata-rata memulai kebiasaan sleepwalking adalah 9 tahun. 

- Lebih dari separuh mereka memiliki riwayat keluarga sleepwalking.

- Penderita gangguan sleepwalking lebih mungkin mengantuk di siang hari, kelelahan, insomnia, gejala kecemasan dan depresi, dan merasa kualitas hidup mereka lebih rendah.

- Pada 17 persen pasangan tidur dari pasien sleepwalking mendapatkan kekerasan saat tidur dimana enam dari mereka sampai membutuhkan perawatan medis. 

Para peneliti mendefinisikan perilaku kekerasan sebagai perilaku agresif secara  fisik atau berpotensi berbahaya bagi pasien dan pasangan tidur. 

Temuan ini tidak mengejutkan Dr Maurice Ohayon, seorang profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Stanford University, yang telah menerbitkan penelitian sendiri pada sleepwalking. Dalam penelitiannya, ia telah menemukan bahwa sekitar 4 persen dari populasi orang dewasa mengalami gangguan sleepwalking. 

Hasil penelitian Ohayon memang tidak seekstrim Dauvilliers. Namun ia menemukan masalah ketergantungan obat tidur pada pasiennya yang disebabkan insomnia. 

Mengatasi Sleepwalking

Menurut Dauvillier, orang harus menghindari pemicunya. Kasus yang parah mungkin bisa diatasi dengan mengkonsumi benzodiazepin, sejenis yang obat penenang.

Selain mengkonsumsi obat, Ohayon juga menyarankan pasien untuk memperhatikan kebiasaannya. Misalnya, mengurangi stres, menjaga jadwal tidur-bangun yang teratur,  dan cukup tidur. 

Untuk mengurangi cedera, pasien juga dapat meningkatkan keamanan lingkungannya. "Sebuah bel di pintu adalah ide yang baik, tetapi harus cukup keras untuk membangunkannya ketika pasien melewatinya," ujar Ohayon. Selain itu, pasien tidak dianjurkan tidur di lantai atas, membuat kunci ekstra pada pintu dan jendela, serta membuat alarm detektor gerakan.

Ester Sondang