Perjanjian Pra Nikah, Haruskah?

By nova.id, Senin, 18 Juni 2012 | 00:23 WIB
Perjanjian Pra Nikah Haruskah (nova.id)

Perjanjian Pra Nikah Haruskah (nova.id)

"Ilustrasi "

Menikah dengan pria yang dicintai, juga bukan bukan berarti akan selalu menjalani pernikahan dengan kebahagiaan. Anda pun tak bisa memprediksi kehidupan pernikahan nantinya dari apa yang telah dijalani semasa berpacaran. Ingat, pacaran itu hanya simulasi, kenyataannya baru akan dijalankan saat telah menikah.

Layaknya asuransi, perjanjian pra-nikah juga dibutuhkan untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan. Sifatnya bisa formal maupun non formal.

Perjanjian pra nikah berbentuk formal dituangkan dalam sebuah surat perjanjian yang disahkan oleh notaris, serta melibatkan saksi-saksi. Sedangkan yang non-formal berupa kesepakatan bersama pasangan. Agar lebih memiliki kekuatan, sebaiknya melibatkan saksi atau pihak ketiga seperti, keluarga, orang tua, orang terdekat, psikolog maupun pemuka agama.

Mengapa harus membuat perjanjian pra-nikah? Beberapa alasan melandasi diperlukannya perjanjian pra-nikah antara lain. 

- Kekerasan dalam rumah tangga

Banyak kasus KDRT terjadi di masyarakat, Anda tak bisa menutup mata peluang ini bisa terjadi pada siapapun.

Anda bisa membuat perjanjian pra nikah non formal berupa gentlemen agreement dengan pasangan. Ini dapat menjadi standar atau koridor Anda dengan pasangan ketika berselisih paham.

- Karier

Suatu ketika Anda dapat mengalami sebuah situasi yang kurang menguntungkan sehingga harus memilih berkarir atau tidak. Sayangnya, tanpa kesepakatan sebelumnya ini berpotensi memicu konflik. Terutama ketika Anda dan pasangan kurang memiliki komunikasi yang baik. Kesepakatan ini bisa dituangkan dalam perjanjian pra-nikah non formal.

- Pergaulan

Aturan main bergaul juga penting dijadikan  dalam perjanjian pra-nikah antara Anda dan pasangan. Buat beberapa aturan main dan tuangkan dalam perjanjian pra nikah non formal Anda dengan pasangan.

- Pembagian Tugas

Kesepakatan urusan mengelola rumah tangga juga tak ada salahnya dituangkan dalam perjanjian pra nikah non formal dengan pasangan. Rincikan saja apa yang menjadi kesepakatan berdua, bagaimana pembagian tugas dan tanggung jawab dalam mengelola rumah tangga. Misal, siapa yang bertanggung jawab soal dapur, anggaran, tagihan, anak, dan sebagainya.

- Kebiasaan

Jangan anggap sepele soal kebiasaan. Kebiasaan adalah perilaku berulang yang telah dimiliki sejak lama dan sulit diubah, namun berpotensi menyebabkan perselisihan. Kadang, ada beberapa kebiasaan yang sulit diterima pasangan. Menuangkan soal kebiasaan ini dalam perjanjian pra nikah juga menjadi komitmen pribadi menekan kebiasaan negatif terhadap pasangan.

- Harta

Kerapkali yang membuat riskan seseorang membuat perjanjian pra nikah adalah soal harta. Kendati demikian, soal  harta justru menjadi isu penting untuk membuat perjanjian pra nikah secara formal. Terutama, ini menyangkut masa depan yang tak bisa diprediksi.

Ada dua jenis harta yang diatur dalam perjanjian pra nikah formal, harta murni dan harta bawaan.

Harta murni adalah penghasilan yang didapat masing-masing pihak namun telah dipisahkan dengan kesepakatan.  Biasanya kedua pasangan sepakat memiliki rekening pribadi diluar tanggungan bersama seperti pengeluaran keluarga (termasuk operasional harian rumah tangga dan biaya pendidikan anak). Saat perceraian terjadi, tak perlu lagi melakukan penghitungan gono gini karena telah memisahkan harta, utang dan penghasilan masing-masing.

Sedangkan Harta Bawaan adalah harta yang dibawa sebelum menggabungkan kepemilikan saat ikrar penikahan. Harta termasuk utang, kepemilikan dan penghasilan ini telah dirinci sehingga tidak bercampur dengan harta yang kemudian didapat saat menikah. Saat terjadi perceraian, harta ini tidak bisa dimasukkan dalam penghitungan gono-gini.

Laili / dari berbagai sumber